Partai Demokrat (PD) menaruh perhatian terhadap sikap Presiden Jokowi yang meminta agar masyarakat aktif memberikan masukan dan kritik kepada pemerintah.
Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra meminta semua pihak untuk introspeksi diri. "Untuk memahami apa maksud pernyataan ini, kita harus mengetahui terlebih dahulu, kepada siapa pernyataan ini ditujukan," kata Herzaky kepada MNC Portal Indonesia, Selasa (16/2/2021).
Pertama, menurutnya, Presiden Jokowi mungkin meminta kepada para pendukungnya untuk introspeksi diri, untuk aktif mengkritik juga. Selama ini, pendukungnya mungkin hanya memuji dan mengiyakan apapun kebijakan dan langkah-langkahnya. "Padahal, kondisi seperti ini kan berbahaya. Beliau mungkin belajar dari pengalaman almarhum Pak Harto," ujarnya.
Baca Juga: Dukung JK, Eks TKN Jokowi: Jangan Sampai Hukum & Demokrasi Berjalan Mundur
Dia mengatakan, semua orang dekat Suharto selalu memuji dan mengatakan bahwa rakyat masih membutuhkan presiden RI. Ternyata, ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi karena tekanan ekonomi global dan fondasi ekonomi Indonesia tidak cukup kuat karena kebijakan yang keliru, lalu menguatnya tekanan dari rakyat pada tahun 1998, para menteri, dan pendukungnya balik badan semua.
"Membiarkan beliau mengatasi masalah sendiri, yang kemudian berujung kepada pengunduran diri di Mei 1998," katanya.
Karena itu, pernyataan Jokowi ditengarai meminta pendukungnya aktif mengkritik, jangan hanya memuji-mujinya. "Pak Jokowi sepertinya habis membaca penilaian The Economist Intelligence Unit mengenai kinerja demokrasi Indonesia yang terus menurun. Bahkan, terjelek selama 14 tahun terakhir," katanya.
Di sisi lain, Presiden Jokowi mungkin merasa sudah bekerja sebaik mungkin, lalu para pembantunya di kabinet juga memberitahu bahwa demokrasi baik-baik saja, tapi mengapa menurut berbagai lembaga demokrasi yang kredibel, kinerja demokrasi Indonesia ternyata terus menurun.
"Nah, mungkin karena itulah beliau minta para pendukungnya aktif mengkritik, mengingatkan kalau ada langkah beliau yang tidak berpihak pada rakyat," katanya.
Mengutip Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kritik itu laiknya obat. Dosisnya tepat, bakal mampu menanggulangi permasalahan. Sedangkan pujian itu laksana gula. Kalau berlebihan, bisa menyebabkan sakit.
Menurut Herzaky, jika pernyataan Jokowi ditujukan kepada koalisi masyarakat sipil, media, penggiat demokrasi dan HAM, partai politik yang bukan koalisi pemerintah, dan rakyat kebanyakan, maka Jokowi dan para pejabat pemerintahannya yang mesti introspeksi diri. "Sudah banyak sebenarnya kritik yang dilayangkan. Apa belum cukup kritiknya selama ini?" kata Herzak.
Lebih lanjut ia mengatakan, sekarang orang mulai khawatir ketika mengeluarkan pendapat. Sebab, UU ITE yang seharusnya digunakan untuk melindungi masyarakat dari penyalahgunaan transaksi elektronik, malah dijadikan alat gebuk untuk yang berbeda pendapat.
Diungkapkan dia, data dari Jaringan Kebebasan Berekspresi Asia Tenggara SAFEnet dan Amnesty International menunjukkan kasus kebebasan berekspresi yang terkait UU ITE, naik lebih dari tiga kali lipat di era pemerintahan Jokowi dibandingkan pemerintahan SBY.
"Dari 74 kasus pada masa pemerintahan SBY (2009-2014) menjadi 233 kasus pada pemerintahan Jokowi (2014-2019). Peningkatan tiga kali lipat ini luar biasa. Padahal, baru satu indikator ini yang kita gunakan," katanya.
"Ibarat kata, Pemerintahan Jokowi dan pemerintahan sebelumnya sama-sama dibekali tongkat. Bedanya, pemerintahan sekarang lebih rajin menggunakan tongkat itu buat menggebuk, bukan buat membantu orang jalan," ungkapnya.
Karena itulah, wajar jika publik skeptis merespons pernyataan Presiden Jokowi yang meminta masyarakat aktif mengkritik. Selama ini, bukan masyarakat yang kurang aktif mengkritik, melainkan pemerintah yang seakan tak bisa menerima kritik. "Ada pandangan yang berkembang di publik, kalau sedikit kritik saja ke pemerintah, bakal langsung ditangkap. Dijerat dengan UU ITE. Gagal dengan UU ITE, digunakanlah aturan terkait COVID-19," katanya.
Karena itulah, sambung dia, sebaiknya pemerintah introspeksi diri jika meminta masyarakat aktif mengkritiknya. Bukan masyarakat tidak aktif mengkritik, melainkan pemerintah yang belum aktif mendengarkan. Aktifnya sementara ini terkesan baru dalam hal menangkap para pengkritiknya.
Dalam hal ini, presiden minimal lebih aktif mengingatkan dan menegur para pembantunya agar tidak menggunakan UU ITE untuk menggebuk yang berbeda pendapat.
Baca Juga: Gibran Rakabuming for Pilpres 2024? Terlalu Halu!
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sendiri disebutkan selalu mengingatkan kepada para kader Demokrat untuk introspeksi diri. Dengarkan pendapat, masukan, dan kritik dari orang lain.
"Jangan selalu merasa benar sendiri. Karena masukan dan kritik itu pasti sangat bermanfaat dalam mengingatkan kita, untuk membantu kita mengambil keputusan atau pilihan kebijakan yang lebih tepat. Semoga pemerintah kita memiliki prinsip yang sama," katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti