Berembus Isu Indonesia Dukung Junta Militer, Kedubes RI di Myanmar Digeruduk Pedemo Anti-kudeta
Menteri Luar Negeri (Menlu) Republik Indonesia Retno Marsudi mengatakan transisi Myanmar menuju demokrasi setelah kudeta militer bulan ini harus mengikuti keinginan rakyatnya.
Pernyataannya muncul setelah kemarahan dari pengunjuk rasa anti-kudeta dan munculnya laporan Reuters bahwa Indonesia mendorong rencana ASEAN untuk mengirim pengawas untuk memastikan junta militer mengadakan pemilu yang adil, seperti yang telah dijanjikan.
Baca Juga: Revolusi 22222, Pecahnya Aksi Massa Paling Masif di Myanmar, Apa Maknanya?
Para pengunjuk rasa ingin pemerintah terpilih pimpinan Aung San Suu Kyi segera dipulihkan. Beberapa dari mereka menyerukan di media sosial untuk melakukan demonstrasi di Kedutaan Indonesia di Myanmar.
“Transisi demokrasi inklusif harus diupayakan sesuai dengan keinginan rakyat Myanmar. Jalan apa pun ke depan adalah cara untuk mencapai tujuan ini,” kata Retno dalam pesan yang dikirim ke Reuters oleh kantornya, Selasa (23/2/2021).
“Indonesia sangat prihatin dengan situasi di Myanmar dan mendukung rakyat Myanmar. Kesejahteraan dan keamanan rakyat Myanmar adalah prioritas nomor satu, ”kata Retno.
Dia meminta semua pihak untuk menahan diri untuk menghindari pertumpahan darah.
Kementerian Luar Negeri Indonesia menolak berkomentar apakah Indonesia ingin hasil pemilu 8 November dihormati, tetapi seorang juru bicara kementerian itu mencatat bahwa Presiden Indonesia Joko Widodo telah memberi selamat kepada Aung San Suu Kyi atas kemenangannya pada saat itu.
Kementerian itu juga menolak mengomentari laporan Reuters tentang rencananya, yang menyerukan ASEAN untuk menengahi antara junta dan pengunjuk rasa Myanmar.
Militer Myanmar merebut kekuasaan pada 1 Februari setelah komisi pemilu menolak tuduhan kecurangan, setelah partainya Suu Kyi [Liga Nasional untuk Demokrasi atau NLD] menyapu bersih pemungutan suara dengan kemenangan telak. Junta militer menjanjikan pemilu baru, tapi tanpa menetapkan jadwal yang pasti.
Kudeta tersebut telah memicu protes massal setiap hari selama hampir tiga minggu dan mogok kerja oleh banyak pegawai pemerintah.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto