Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Juliari Punya Target Mengkorupsi Bansos Rp35 Miliar

        Juliari Punya Target Mengkorupsi Bansos Rp35 Miliar Kredit Foto: Antara/Galih Pradipta
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Bekas Menteri Sosial, Juliari Batubara, disebut menargetkan penerimaan Rp35 miliar dari pengadaan paket bantuan sosial Covid-19 di Kementerian Sosial.

        "Beliau akan mengumpulkan uang sebesar Rp35 miliar sesuai permintaan Juliari P Batubara, kemudian saudara baru bisa mengumpulkan tepatnya Rp14,7 miliar betul?" tanya jaksa penuntut umum KPK, M Nur Azis, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin.

        "Iya, saya berikan buku catatan fee ke Pak Adi lalu Pak Adi serahkan ke Pak Menteri," jawab Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako Covid-19 pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Kementerian Sosial, Matheus Joko Santoso.

        Ia bersaksi untuk dua orang terdakwa, yaitu untuk Harry Van Sidabukke, yang didakwa menyuap Juliari senilai Rp1,28 miliar dan Ardian Iskandar Maddanatja, yang didakwa memberikan suap senilai Rp1,95 miliar terkait penunjukkan perusahaan penyedia bantuan sosial sembako Covid-19.

        Adi yang dimaksud adalah Adi Wahyono yang merupakan kepala Biro Umum Sekretariat Jenderal Kementerian Sosial, sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran Satuan Kerja Kantor Pusat Kementerian Sosial tahun 2020 dan Pejabat Pembuat Komitmen pengadaan bansos sembako Covid-19.

        "Saya dipanggil Pak Menteri dan diminta ada fee Rp10.000 per paket agar disediakan oleh semua penyedia," ungkap Adi yang juga menjadi saksi lewat sambungan konferensi video.

        Menurut dia, pada pengadaan tahap pertama, banyak vendor yang tidak bisa memenuhi target kuota yang direncanakan sehingga waktunya molor.

        "Di awal saya diberitahu Pak Kukuh Ari Bowo (staf khusus menteri) kalau ada permintaan dari Pak Menteri mengenai istilahnya fee atau apapun yang jelas ada permintaan itu. Ya saya kaget dan bingung karena saya ditunjuk untuk melaksanakan pekerjaan," kata dia.

        Namun dia mengaku tidak menolak atau mengiyakan permintaan itu. "Saya hanya lapor ke Pak Dirjen dan Pak Sekjen, yang menyampaikan Pak Menteri langsung dan Pak Kukuh untuk memperjelas," kata dia.

        Ia mengaku tidak yakin dapat memenuhi permintaan tersebut sehingga meminta pendapat Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial, Hartono, dan Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementrian Sosial, Pepen Nazaruddin.

        "Saya ingin atasan saya tahu dan mungkin bisa mengambil langkah karena ini bukan tanggung jawab saya, saya hanya melaksanakan pekerjaan tapi yang itu ada risikonya," kata dia.

        Saat dia mengungkapkan permintaan fee ke Joko, ternyata Joko sudah mengumpulkan sekitar Rp8 miliar dari tahap I bansos. "Dia (Joko) sampaikan sebagian ada yang membantu ada yang gak beri, tahap pertama jumlahnya sekitar Rp8 miliar," kata dia.

        Sedangkan Santoso mengatakan permintaan fee itu dilakukan karena Kementerian Sosial tidak mendapat uang untuk membiayai penyelenggaraan bansos.

        "Tidak ada dana operasional untuk menjalankan kegiatan ini jadi bansos hanya murni untuk bantuan, tidak ada anggaran monitoring, tim kerja, rapat makan operasional, saat WFH mau tidak mau kalau tidak jalan saya terima," kata dia.

        Mereka berdua pun mengaku penentuan perusahaan berasal ari referensi orang-orang dalam rapat.

        "Saya diberikan daftar perusahan oleh Pak Kukuh dan tertulis daftar perusahaannya. Pembelajaran dari tahap yang pertama orang yang menentukan kuota ada Pak Menteri kami tentukan perusahaan berdasar masukan dari rapat karena ada atensi dari para pihak kemudian dari luar Kemensos juga" kata Santoso.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Bagikan Artikel: