Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        SBY, AHY, Hingga Mas Ibas Pasti Kaget, Ini Taktik Jhoni Allen Angkat Moeldoko: Bungkus..

        SBY, AHY, Hingga Mas Ibas Pasti Kaget, Ini Taktik Jhoni Allen Angkat Moeldoko: Bungkus.. Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Sekretaris Jenderal Partai Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang, Jhoni Allen Marbun menyatakan bahwa Moeldoko diminta untuk memimpin Partai Demokrat untuk untuk menghancurkan tirani dan politik dinasti yang dibangun oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

        "Untuk menghancurkan tirani dan politik dinasti SBY yang melanggar aturan etika dan hukum. Maka KLB Deli Serdang meminta dan meminang Jenderal (Purn.) DR Haji Moeldoko, S.I.P untuk memimpin perjuangan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat yang demokratis, terbuka, modern, akuntabel dan bermartabat," ujarnya, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (12/3/2021). Baca Juga: Merinding.... 'Semoga SBY dan AHY Selalu dalam Lindungan Allah'

        Lanjutnya, ia juga mengatakan abhwa Moeldoko diminta kader partai berlambang Mercy untuk memimpin partainya guna merekatkan dan menyatukan seluruh elemen partai, mulai dari pendiri, senior dan kader di seluruh tanah air tanpa kecuali.

        "Menjemput semua yang tertinggal dan mengumpulkan semua yang berserak, adalah landasan Ketua Umum Moeldoko ketika menyetujui permintaan kader pada Jumat 5 Maret 2021. Dengan catatan dari Ketua Umum Moeldoko yaitu KLB adalah sah dan konstitusional, keseriusan kader memilihnya sebagai ketua umum dan memastikan bahwa seluruh kader yang memilihnya tetap mengedepankan kepentingan negara ketimbang kepentingan pribadi atau golongan," jelasnya. Baca Juga: Nggak Ada Takutnya Main Tuding Istana, Kelakuan Anak Buah SBY Langsung Dibongkar

        Pihaknya meyakini KLB adalah ajang terbaik untuk membebaskan DPD, DPC, anggota Fraksi dan kader dari berbagai beban selama dinasti Cikeas memimpin partai. "Semestinya, DPP harus memberi bantuan berbagai keperluan kepada DPD dan DPC dalam berkonsolidasi bukan memberatkan. Seperti kewajiban iuran, memangkas wewenang mereka sebagai pemimpin ditingkat DPD dan DPC," jelas Jhoni Allen.

        Menurutnya, selama ini SBY telah membangun tirani politik sebagai penguasa tunggal guna mempertahankan dinastinya melalui Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang mematikan demokrasi dan hak-hak anggota.

        "AD/ART tersebut dibuat sehingga tidak memungkinkan selain KMT (Ketua Majelis Tinggi) untuk membuat keputusan tentang : KLB, calon ketua umum, pejabat ketua imum, pejabat majelis tinggi, calon presiden, calon ketua DPR, penentuan koalisi partai dalam Pilpres, penentuan calon gubernur," jelasnya.

        Kemudian, lanjut Jhoni, SBY memberikan kekuasaan absolut kepada Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Ketua Umum Partai Demokrat untuk menunjuk dan memberhentikan pengurus DPD, DPC, calon bupati dan walikota serta menentukan koalisi pilkada di daerah. Selain itu, bangunan tirani kekuasaan absolut keluarga Cikeas juga tergambar pada kudeta terhadap kewenangan anggota dan kader partai.

        "SBY sebagai Ketua Majelis Tinggi dan AHY sebagai Wakil Ketua Majelis Tinggi dan AHY sebagai Ketua Umum, sedangkan Eddie Baskoro Yudhoyono (Ibas) sebagai Wakil Ketua Umum, Ketua Fraksi Demokrat DPR RI dan merangkap sebagai Wakil Ketua Badan Anggaran DPR mewakili Fraksi Partai Demokrat," ungkap Jhoni Allen.

        Dia juga menjelaskan bahwa puncak pelanggaran yang dilakukan SBY terjadi pada Kongres 2020 yaitu berupa pelanggaran terhadap UU Partai Politik No.2 tahun 2008 dan UU Partai Politik No. 2 tahun 2011 yang ditandatangani sendiri oleh Presiden SBY.

        "Pertama AD/ART dibuat di luar Kongres, kedua SBY menjadikan dirinya sebagai penguasa tunggal partai dengan jabatan sebagai Ketua Majelis Tinggi yang memiliki kewenangan melebihi kedaulatan anggota partai," jelas Jhoni.

        "Semua kesewenang-wenangan SBY dan penyalahgunaan wewenang dalam bentuk AD/ART dan Peraturan Organisasi (PO) yang melanggar UU parpol tersebut dibatalkan dan dianulir dalam KLB Deliserdang, dan dikembalikan sesuai dengan UU Parpol yakni AD/ART tahun 2005 yang demokratis, akuntabel, transparan, yang memberikan ruang untuk berpartisipasi dan berkiprah dalam partai," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: