Atas Perintah Biden, AS Naikkan Bendera Setengah Tiang karena...
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden memerintahkan pengibaran bendera setengah tiang untuk menghormati delapan orang yang tewas dalam serangkaian penembakan di sebuah tempat spa di Atlanta, Georgia, Kamis (18/3/2021).
Perintah ini dilakukan ketika kemarahan muncul atas meningkatnya serangan terhadap orang Amerika keturunan Asia.
Baca Juga: Minta Disiarkan Langsung, Putin Tantang Biden Begini
Biden memerintahkan, bendera di gedung federal, pangkalan militer, kedutaan besar dan konsulat AS di seluruh dunia dikibarkan setengah tiang hingga 22 Maret. Presiden Biden dan Wakil Presiden Kamala Harris membatalkan rencana mengunjungi Atlanta pada Jumat (19/3).
Sebagai gantinya, Biden menjadwalkan pertemuan dengan para pemimpin Asia-Amerika untuk membahas ancaman terhadap komunitas mereka.
Robert Aaron Long, seorang pria kulit putih berusia 21 tahun telah didakwa membunuh delapan orang, termasuk enam wanita Asia Amerika di sebuah tempat spa di daerah Atlanta pada 16 Maret lalu. Penembakan itu merupakan pembunuhan massal terburuk di Amerika Serikat sejak itu 2019.
Kejadian ini juga mengirimkan gelombang kejut bagi komunitas Asia-Amerika di AS yang mengalami peningkatan serangan fisik, penghinaan rasial, dan pelecehan verbal selama pandemi virus corona.
Wakil Kepala Polisi Atlanta Charles Hampton Jr mengatakan, para penyelidik yakin Long telah mengunjungi dua dari tiga tempat spa di area Atlanta.
"Penyelidikan kami melihat segala kemungkinan," kata Hampton.
Pembunuhan itu memicu protes dari para pendukung hak-hak sipil dan pemimpin politik, termasuk Biden. Dia mengutuk meningkatnya insiden diskriminasi dan kekerasan anti-Asia sejak awal pandemi Covid-19.
"Penembakan itu tampaknya berada di persimpangan kekerasan berbasis gender, misogini dan xenofobia," kata anggota parlemen negara bagian Georgia Bee Nguyen, seorang warga Amerika keturunan Vietnam, kepada surat kabar Atlanta Journal-Constitution.
Partai Demokrat tidak heran kekerasan di AS meningkat karena penggunaan bahasa oleh mantan presiden Donald Trump telah mengutarakan pernyataan yang membenci China. Termasuk menyebut virus corona sebagai "virus China", "wabah China", dan "Kung flu".
“Ketika politikus menggunakan istilah seperti 'virus China' atau 'Kung flu' untuk merujuk pada Covid-19, efeknya disengaja atau tidak adalah menempatkan target orang Amerika keturunan Asia," kata anggota parlemen AS Steve Cohen.
Stop AAPI Hate, sebuah kelompok yang dibentuk untuk memerangi peningkatan serangan selama pandemi telah mendokumentasikan lebih dari 2.800 akun kebencian anti-Asia pada 2020.
Sebuah laporan oleh Center for the Study of Hate and Extremism bulan ini menunjukkan, kejahatan rasial terhadap orang Asia-Amerika di 16 kota besar AS naik 150 persen dari 2019 hingga 2020.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: