Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Indeks Literasi RI Rendah, Perpusnas: Negara & Masyarakat Punya Peran Besar Masing-masing

        Indeks Literasi RI Rendah, Perpusnas: Negara & Masyarakat Punya Peran Besar Masing-masing Kredit Foto: Perpustakaan Nasional
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI Muhammad Syarif Bando menyampaikan tugas utama Perpusnas RI ialah mencerdasan kehidupan bangsa, menyejahterakan anak bangsa, dan ikut menjaga ketertiban dan perdamaian dunia.

        “Secara teknis, tugas Perpusnas adalah mengakselerasikan semua kegiatan perkembangan perpustakaan dari Sabang hingga Marauke,” kata dia dalam Rakornas Bidang Perpustaaan 2021 bertajuk Integrasi Penguatan Sisi Hulu dan Hilir Budaya Literasi dalam Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Struktural, Senin (22/3/2021), secara virtual.

        Menurut Syarif, permasalah Indonesia adalah rendahnya indeks literasi. Pasalnya, sepanjang berpuluh-puluh tahun, Indonesia hanya berkutik pada sisi hilir: masyarakat yang terus dihakimi atas rendahnya budaya baca.

        Baca Juga: Pelayanan Publik Perpusnas Raih Predikat 'Sangat Baik' dari Kemenpan-RB

        Rendanya indeks literasi ini faktanya mengakibatkan rendanya daya saing Indonesia di tingkat global, rendahnya indeks pembangunan manusia, rendahnya inovasi, rendahnya pendapatan per kapita, rendahnya rasio gini, serta rendahnya indeks kebahagiaan.

        Di sisi hulu sendiri, ada peran negara (eksekutif, legislatif, yudikatif), akademisi perguruan tinggi, penulis buku, penerbit, penerjemah, regulasi distribusi bahan bacaan untuk memperkecil ketimpangan antarwilayah, dan anggaran belanja buku yang masih terbatas.

        Persoalan yang dihadapi Indoneisa, lanjut Syarif, adalah keterbatasan bahan bacaan. Data yang dikutip dari Sumber Daya Pengembangan Perpustakaan menunjukkan rasio antara jumlah penduduk Indonesia dengan buku yang tersebar di seluruh masyarakat adalah 0,09. 

        “Artinya, satu buku ditunggu oleh 90 orang setiap tahun. Ini menjadi persoalan utama sehingga Indonesia berada di posisi terendah dalam hal membaca. Padahal standar UNESCO, minimal tiga buku baru setiap orang setiap tahun,” jelas dia. 

        Syarif berpandangan bahwa yang paling penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah ketersediaan bahan bacaaan. “Kemudian bahan bacaan ini kita tutorialkan. Semua konten buku ilmu terapan ini bisa sampai kepada masyarakat, bisa diaplikasikan, bisa menolong mereka membuka usaha sekelas home industry,” tuturnya.

        Mengutip Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Syarif bilang bahwa literasi adalah kemampuan mengumpulkan sumber-sumber bahan bacaan terkini; kemampuan memahami apa yang tersirat dari yang tersurat; kemampuan mengungkapkan ide dan gagasan baru, teori baru, serta kreativitas dan inovasi baru hingga memiliki kemampuan menganalisis informasi dan menulis buku.

        “Sampai di sini negara belum mendapatkan apa-apam karena itu literasi keempat adalah semua orang setidaknya harus mampu menciptakan barang atau jasa yang bermutu yang bisa dipakai dalam kompetisi global,” jelasnya. “ Indonesia selalu minus dalam neraca perdagangan karena kemampuan kita untuk memproduksi konsumsi dalam negeri saja belum cukup, terpaksa impor lebih besar daripada ekspor.”

        Menutup pidato pembukaannya, Syarif sampaikan, esensi dari sumber daya manusia yang cerdas ialah manusia yang mampu menciptakan lapangan kerja, manusia-manusia yang mampu memberikan jawaban dan penyelesaian yang tepat atas semua tantangan.

        “Sumber daya manusia yang berkualitas adalah manusia yang bisa menciptakan pasar untuk mengurangi pengangguran sehingga pendapatan per kapita negara bisa meningkat, APBN bisa meningkat,” tandasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rosmayanti
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: