Suatu sektor ekonomi disebut ekstraktif jika hanya mengambil atau memanen yang tersedia di alam, misalnya berburu, memancing, logging, dan pertambangan. Melansir dari laman gapki.id, berbeda dengan kegiatan tersebut, perkebunan kelapa sawit justru merupakan kegiatan ekonomi non-ekstraktif karena produksi CPO diperoleh dengan cara membudidayakan kelapa sawit serta melakukan pengolahan lebih lanjut, dengan menggunakan manajemen dan ilmu pengetahuan/teknologi modern.
Peningkatan produksi CPO bersumber dari kombinasi peningkatan luas areal dan peningkatan produktivitas minyak per hektar. Sumbangan produktivitas dalam produksi minyak sawit Indonesia hingga tahun 2016 secara umum mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Baca Juga: Bukti Biodiesel Sawit Efektif Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca
Selama periode 1970 – 1990, kontribusi produktivitas CPO Indonesia terhadap kebutuhan dunia masih sekitar 39 persen, lalu dalam periode 1991 – 2000, produksi tersebut meningkat menjadi 44 persen. Selanjutnya, periode 2001 – 2016, kontribusi CPO terhadap kebutuhan global mencapai 45 persen.
Kontribusi produktivitas ini diharapkan akan semakin besar dan menjadi sumber pertumbuhan produksi minyak sawit nasional. Pertumbuhan produksi CPO yang disebabkan oleh peningkatan produktivitas lebih sustainable dibandingkan dari perluasan areal.
“Pada acara 100 tahun perkebunan sawit Indonesia tahun 2011, telah disepakati untuk mencapai produktivitas jangka panjang yakni 35 ton TBS per hektar dan dengan rendemen 26 persen atau setara dengan sekitar 9 ton minyak per hektar,” seperti dikutip dari laman gapki.id.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Alfi Dinilhaq