Prediksi dan peringatan Jenderal TNI (Purn.) Moeldoko yang jauh-jauh hari secara konsisten memperingatkan bahaya radikalisme dan terorisme, menjadi kenyataan dengan meledaknya bom bunuh diri di Makassar, Minggu (28/3).
Direktur Eksekutif Indonesian Bureaucracy and Service Watch (IBSW), Nova Andika, termasuk di antara masyarakat yang mencermati dan menyadari kebenaran prediksi dan peringatan Moeldoko tersebut. Untuk itu, Nova menyatakan salut dan apresiasi. Tidak hanya untuk kebenaran prediksi dan peringatan tersebut, tetapi terutama kepada konsistensi dan kepedulian Jenderal Moeldoko untuk tetap mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Baca Juga: Sebarkan Berita Tidak Benar, Demokrat Kubu Moeldoko Tuding Era SBY Bibit Radikalisme Tumbuh Subur
“Dari sisi ketepatan analisis dan prediksi Beliau tentang bahaya radikaslisme dan ancaman terorisme, sudah jelas sangat tepat dengan kasus meledaknya bom bunuh di Makassar. Namun yang terutama, IBSW sangat salut dan hormat akan kepedulian beliau untuk konsisten terus berada di garda depan dalam mempertahankan NKRI,” kata Nova, dalam keterangan tertulisnya, Senin (29/3/2021).
“Itu dengan jelas tercermin dari wacana dan peringatan yang terus beliau angkat.” sambung dia.Baca Juga: Moeldoko Bikin Kader Demokrat Kubu AHY Marah Besar, Minta Jelaskan Maksud Ngomong Begitu
Nova dengan tegas menyatakan persetujuannya dengan wacana bahaya radikalisme yang diusung Moeldoko selama ini.
Menurut Nova, sebagaimana Moeldoko, ia menilai, paham radikalisme adalah musuh konkret agama dan negara saat ini. Pada satu sisi, gerakan radikalisme merusak agama karena bertindak tidak sesuai dengan nilai-nilai beragama.
“Sementara sisi lain, radikalisme menjadi ancaman negara karena menginginkan perubahan secara inkonstitusional,” kata Nova.
Dia juga menyepakati pernyataan Moeldoko yang sering diangkat Kepala Staf Presiden tersebut, bahwa dari paham radikalisme inilah kemudian berpeluang besar lahir terorisme. Terorisme dengan demikian menjadi sisi hilir, sementara radikalisme menjadi hulu dari bahaya yang kian mengancam tersebut.
Lebih jauh Nova bahkan meyakini bahwa kesediaan Moeldoko untuk mengambil-alih kepemimpinan di Partai Demokrat juga bersumber dari kepedulian luhur akan kelangsungan NKRI di Tanah Air. Hal tersebut menurutnya berdasarkan pengakuan Moeldoko bahwa bahaya kelompok radikalisme dengan ideologinya telah mulai menyusup ke beberapa lini kehidupan masyarakat, termasuk partai politik.
Menurut Moeldoko, masuknya ideologi yang dibawa kelompok radikal ke dalam tubuh partai politik itu membuat arah demokrasi di Indonesia mengalami pergeseran. “Pergeseran dari kesetiaan akan cita-cita NKRI itu yang mengetuk hati nurani dan kepedulian Pak Moeldoko untuk terjun langsung memimpin partai politik,” kata Nova.
Jenderal Moeldoko memang pernah menyatakan bahwa dirinya didaulat untuk memimpin Partai Demokrat. “Kekisruhan sudah terjadi, arah demokrasi sudah bergeser di dalam tubuh Partai Demokrat,"kata Moeldoko pada wartawan, saat berada di kampus Universitas Terbuka (UT), Minggu (28/3).
Menurut Moeldoko, perebutan tampuk kekuasaan pada tahun 2024 itu membuat terjadinya pertarungan politik yang begitu kental. Tentu saja hal itu dapat menjadi ancaman bagi Indonesia Emas tahun 2045."Terjadi pertarungan ideologis yang kuat menjelang 2024. Ini menjadi ancaman bagi cita-cita menuju Indonesia Emas 2045," papar Moeldoko. Kecenderungan tarikan ideologis itu juga menurut Moeldoko terlihat di internal Partai Demokrat.
"Jadi ini bukan sekadar menyelamatkan Demokrat, tapi juga menyelamatkan bangsa. Itu semua berujung pada keputusan saya menerima permintaan untuk memimpin Demokrat setelah tiga pertanyaan yang saya ajukan kepada peserta KLB," kata Moeldoko.
Moeldoko juga mengatakan, bangsa Indonesia memiliki kodrat sebagai bangsa dengan berbagai agama, suku, dan lainnya. Semua komponen bangsa harus bertekad bersama-sama tidak memberi ruang kepada intoleransi. Dia menegaskan intoleransi dan radikalisme tidak boleh dibiarkan.
’’Ruang intoleransi harus dipersempit bersama. Jangan dikasih ruang,’’kata dia. Hal itu karena Moeldoko tidak ingin bangsa Indonesia malah menjadi negara yang mundur. Negara yang hancur karena terjadi peperangan seperti di Irak, Libya, Suriah, dan negara lain di timur tengah seperti Afghanistan. [ ]
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil