Sebelum beraksi, 2 teroris bom Makassar dan penembakan di Mabes Polri meninggalkan surat tulis tangan untuk keluarga; berisi permintaan maaf, wasiat, dan berbagai ajakan seperti menjauhi pemerintah.
Putri Presiden KH. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Zannuba Arifah Chafsoh atau Yenny Wahid mengatakan, tulisan tangan dapat memaparkan karakter seseorang. Tulisan tangan, dapat dianalisa dan mengidentifikasi kondisi psikologis.
"Misalnya, ada yang jiwanya ceria, tenang-tenang tapi menghanyutkan, ada yang punya kharisma seperti bupati, dan sebagainya, itu bisa diketahui dari tulisan tangan, bisa dianalisa," ungkap Yenny saat menjadi keynote speaker dalam Diskusi Kebangsaan Lintas Agama virtual di Pendopo Wahyawibawagraha, Jember, Jawa Timur, Sabtu (3/4/2021).
Baca Juga: Rangkaian Teror Landa Tanah Air, Anggota DPR Fraksi PDIP: Tak Bikin Kita Takut!
Baca Juga: Telepon Prabowo, Menhan Amerika Belasungkawa Soal Aksi Terorisme
Acara ini digelar oleh DPC Barikade Gus Dur Kabupaten Jember dan dibuka oleh Wakil Bupati Jember, KH Firjaun Barlaman, serta tokoh perwakilan lintas agama.
Diakui Yenny, dirinya telah berkomunikasi dengan seorang ahli grafologi atau ahli tulisan tangan Deborah Dewi, terkait tulisan dua teroris tersebut. Ternyata hasil analisa Deborah menunjukan 3 karakter yang dimiliki oleh dua teroris itu.
Pertama, keduanya adalah sosok yang egois, tidak terbuka dengan pola pikir yang berbeda dengan dirinya. Keduanya enggan berpikir dengan perspektif lain, kecuali pikirannya sendiri. Kedua, rasa percaya dirinya sangat rendah dan ketiga, punya kegelisahan yang berlebihan.
Kata Yenny, kegelisahan yang berlebihan itu kemudian direspons oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Mereka berdalih menolong dengan doktrin agama yang sudah diselewengkan dari maksud yang sesungguhnya. Sehingga pelaku merasa mendapatkan rasa aman dan percaya diri tapi semu.
"Jadi kegelisahan tersebut akhirnya dieksploitasi, dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, sehingga dia merasa aman, yang kemudian membuat mereka melakukan penyerangan," urai perempuan yang lahir di Jombang, Jawa Timur, 29 Oktober 1974 silam.
Komisaris Independen Garuda Indonesia ini menambahkan, radikalisme bukan dari agama tetapi ajaran agama diselewengkan untuk mengindoktrinasi seseorang. Khususnya yang sedang mengalami rasa cemas, putus asa sehingga bersedia melakukan kekerasan agar dia bisa eksis.
Dalam konteks Indonesia, Yenny menyebut, dalil agama sangat mampu dipakai untuk mengindoktrinasi seseorang, terutama anak-anak muda dan generasi milenial yang sangat rentan dan masih mencari jati diri.
"Ini PR bagi kita semua, terutama keluarga. Karena keluarga adalah tempat pembinaan yang utama. Bangun pondasi yang kuat. Berikan rasa aman dan nyaman. Juga tokoh agama perlu menyediakan diri untuk mendengarkan keluh kesah orang yang putus asa, rentan, dan sebagainya," urainya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Tanayastri Dini Isna
Tag Terkait: