Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Dikritik Terlalu Berlebihan, Polri Akhirnya Batalkan Telegram Kapolri

        Dikritik Terlalu Berlebihan, Polri Akhirnya Batalkan Telegram Kapolri Kredit Foto: Antara/Galih Pradipta
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Polri resmi mencabut Telegram Kapolri bernomor 750 tentang larangan pemberitaan yang memuat arogansi kepolisian karena menimbulkan multitafsir di masyarakat.

        Kepala Pusat Penerangan Umum (Kapuspenum) Mabes Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono di Mabes Polri, Selasa, mengatakan Telegram Kapolri bernomor 750 tersebut ditujukan untuk media internal Polri.

        "Oleh karena itu Mabes Polri mengeluarkan Surat Telegram Nomor 759 yang isinya Surat Telegram Nomor 750 itu dibatalkan, sehingga ke depan tidak ada lagi multifasir terhadap hal-hal seperti itu," kata Rusdi.

        Rusdi menjelaskan Telegram Kapolri dengan TR Nomor ST/750/IV/HUM/3.4.5/2021 tertanggal 5 April 2021 dan ditandatangani oleh Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Argo Yuwono tersebut bersifat internal.

        Rudi mengakui pencabutan Telegram Kapolri tersebut sebagai revisi atas polemik yang timbul setelah Telegram Kapolri Nomor 750 itu beredar dan diberitakan sejumlah media massa.

        Menanggapi itu, Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Ade Wahyudin menilai langkah Kapolri menerbitkan aturan internal tersebut amat berlebihan. Menurutnya, pelarangan peliputan kekerasan yang dilakukan aparat maupun jajaran di bawahnya malah berpotensi melanggar UU 40/1999.

        Pasal 6 UU 40/1999 menyebutkan liima poin secara gamblang peranan pers nasional. Seperti pemenuhan hak masyarakat untuk mengetahui; menegakan nilai-nilai dasar demokrasi; mendorong terwujudnya supremasi hukum dan Hak Asasi Manusia; menghormati kebhinekaan.

        Kemudian mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar; melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

        Bagi Ade, pers memiliki fungsi informatif ke publik terkait peristiwa ataupun kejadian yang memiliki nilai berita. Bagi Ade, pers memiliki fungsi kontrol terhadap jalannya roda pemerintahan dan penegakan hukum oleh aparat penegak hukum secara transparan dengan mengedepankan dan mempertimbangkan nilai HAM.

        Bila terdapat pelanggaran tindakan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian atau pejabat publik, pers wajib mewartakan peristiwa tersebut. Namun, bila fungsi pers mewartawakan informasi dicegah dengan aturan itu (Surat Telegram, red), ini malah menabrak UU 40/1999.

        “Hal itu juga merupakan bagian pemenuhan hak publik atas informasi,” katanya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Bagikan Artikel: