Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Penyidik Terima Suap Coreng KPK: Kekuasaan Luas, Minus Integritas

        Penyidik Terima Suap Coreng KPK: Kekuasaan Luas, Minus Integritas Kredit Foto: Viva
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Stepanus Robin Pattuju (SRP) hanya bisa tertunduk lesu ketika digiring petugas untuk dihadirkan sebagai tersangka kasus penyuapan. Penyidik asal Polri itu kini mesti mengenakan rompi oranye, khas tahanan KPK, dengan tangan terikat borgol.

        Stepanus menjadi salah satu tersangka kasus dugaan suap penyelenggara negara terkait penanganan perkara Wali Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara tahun 2020-2021. Ia dijerat bersama Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial dan Maskur Hasan selaku pengacara. 

        Baca Juga: Penyidik Tersangkut Dugaan Kasus Suap, Ketua KPK Minta Maaf ke Masyarakat Indonesia

        Stepanus yang berpangkat Ajun Komisaris Polisi (AKP) itu merupakan lulusan Akademi Kepolisian tahun 2009. Sebelum bertugas di KPK pada tahun 2019, AKP Stepanus bertugas sebagai Kabag Ops di Polda Maluku Utara. 

        Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan penyidik Stepanus Robin Pattuju (SRP) bergabung ke KPK sejak 1 April 2019 dengan hasil tes menunjukkan di atas rata-rata.

        "Hasil tesnya menunjukkan sebagai berikut. Potensi di atas rata-rata di atas 100 persen, yaitu di angka 111,41 persen. Hasil tes kompetensi di atas 91,89 persen. Artinya, secara persyaratan mekanisme rekrutmen tidak masalah," kata Firli dalam konferensi pers di Gedung KPK, Kamis malam, 22 April 2021.

        Namun demikian, mantan Kabaharkam Polri itu menyebut seseorang dapat melakuka tindak pidana korupsi karena berkurangnya integritas.

        "Tetapi kenapa terjadi. Saya pernah sampaikan ke rekan-rekan semua bahwa korupsi terjadi karena berkurangnya integritas. "Corruption equal to power plus authority minus integrity". Itulah yang harus kita jaga bagaimana kita bisa memperkuat integritas," ujar Firli

        Terpisah, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh mengatakan kasus oknum penyidik KPK yang meminta sejumlah uang kepada Wali Kota Tanjung Balai sebesar Rp1,5 miliar tentu sangat mengejutkan.

        Menurut Pangeran, pemerasan tidak dapat dibenarkan dan tak pantas dilakukan oleh aparat penegak hukum. Oleh karena itu, dia mengecam keras adanya temuan ini.

        "Saya mengecam keras kejadian tersebut yang dilakukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab dan mengatasnamakan KPK. Karena KPK yang diharapkan sebagai lembaga antirasuah yang sangat diharapkan oleh publik dapat memberantas korupsi ternyata dikotori oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab," kata Pangeran kepada wartawan, Kamis 22 April 2021

        Kejadian ini, kata Pangeran, disamping mencoreng nama baik KPK juga membuat kepercayaan publik menjadi terpuruk. Kejadian ini sangat merugikan nama baik KPK karena bisa jadi persepsi publik atas kepercayaan anti korupsi bisa jadi disamakan dengan lembaga penegak hukum lainnya sehingga wibawa KPK juga ikut terpuruk.

        "Kejadian ini memperingatkan agar penempatan penyidik atau pegawai di KPK harus benar benar  terseleksi dan diisi orang orang yang memiliki integritas, punya kemampuan dan komitmen terhadap pemberantasan korupsi dan moralitas serta akhlak yang teruji," ujarnya

        Baginya, peristiwa ini dapat menunjukkan bahwa ada kelemahan dalam pengawasan. Karena lemahnya pengawasan sehingga kejadian pemerasan itu dapat terjadi.

        "Terakhir kami berharap KPK harus membuka kasus ini secara terang benderang kepada masyarakat dan menghukum oknum-oknum yang bersalah. Jangan sampai kesalahan satu atau dua orang merusak nama baik KPK yang selama ini telah berupaya keras untuk memberantas korupsi di Indonesia," ujarnya

        Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yakni penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju (SRP), Wali Kota Tanjungbalai, M Syahrial (MS), dan seorang pengacara bernama Maskur Husain (MH).

        Stepanus dan Maskur disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

        Sedangkan Syahrial disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
         

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Alfi Dinilhaq

        Bagikan Artikel: