- Home
- /
- EkBis
- /
- Transportasi
Terungkap Dampak UU Ciptaker Terhadap Sektor Penerbangan Indonesia Saat Pandemi, Ini Dia..
Sebagai sektor yang sangat terdampak dari pandemi Covid-19, sektor penerbangan di Indonesia berharap banyak pada Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) dan peraturan pelaksanaanya untuk mendorong kebangkitan dunia penerbangan.
Untuk itu, Masyarakat Hukum Udara (MHU) pada Kamis 29 April 2021 mengadakan Webinar Dampak Undang-Undang Cipta Kerja di Dunia Penerbangan Indonesia Tantangan Pasca Pandemi yang bekerja sama dengan Pusat Riset Inovasi Sumber Daya dan Kewilayahan Universitas Padjadjaran.
Ketua MHU Andre Rahadian menyatakan, seminar ini penting sebagai masukan kepada pemerintah. Pihaknya menyadari bahwa kerja besar tidak berhenti dengan diundangkannya UUCK, tapi berlajut dengan pembuatan peraturan pelaksanaan yang banyak dan memerlukan perhatian yang rinci. Baca Juga: Di Depan Angela Merkel, Jokowi Curhat Soal Covid-19 dan UU Cipta Kerja
"Peraturan ini bisa berjalan pada tahap pelaksanaan, tidak saling bertentangan dan sesuai juga dengan konvensi internasional yang ada,” kata Andre dalam teleconference, Kamis (29/4/2021).
Andre juga menyoroti banyak masalah yang bisa timbul apabila peraturan pelaksanaan tidak dibuat secara teliti dan menampung aspirasi stakeholder. Untuk itu, Andre menyampaikan komitmen MHU untuk terlibat aktif dalam proses pembuatan peraturan pelaksanaannya.
“MHU siap untuk membantu pemerintah khususnya Kementrian Perhubungan dalam pembuatan peraturan pelaksanaan, termasuk beberapa peraturan menteri Perhubungan,” kata dia. Baca Juga: Negara Ini Mantap Ciptakan Uang Digital Bank Sentral, Buat Individu dan Bisnis!
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementrian Perhubungan Novie Riyanto menyampaikan, sebagai tindak lanjut dari PP 32/2021, Kementerian Perhubungan akan menetapkan 12 Rancangan Peraturan Menteri Perhubungan antara lain terkait dengan sertifikasi dan registrasi personel bandar udara, standar pesawat udara tanpa awak (drone), program pendidikan dan pelatihan keamanan penerbangan nasional, dan pengenaan sanksi administratif terhadap pelanggaran peraturan perundangan di bidang penerbangan.
“Sejauh ini kami sudah menyampaikan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, 5 Rancangan Permenhub untuk proses harmonisasi dan ada 2 Rancangan Permenhub dalam tahap pembahasan internal terkait aturan yang benar-benar baru yaitu RPM standar pembangunan bandara dan aturan drone,” jelasnya.
Novie menambahkan, khusus pembuatan aturan drone ini merupakan salah satu usaha agar Indonesia berada di posisi terdepan dalam mengatur drone yang beratnya diatas 25 Kg, kelaikudaraan, dan sertifikasi operator drone.
"Kami sudah melakukan perbandingan dengan beberapa negara yang juga sudah membuat aturan sejenis,” ujarnya.
Kepala Pusat Riset Inovasi Sumber Daya dan Kewilayahan Unpad Prita Amalia menyampaikan. salah satu poin temuan dalam PP 32/2021 terkait aturan penghapusan pendaftaran pesawat yang merupakan konsekuensi dari terdaftarnya Indonesia dalam Capetown Convention.
“Ada pertentangan antara isi UU Penerbangan yang tidak diubah dalam UUCK dengan isi PP 32/2021, di mana Undang-Undang mengatur penghapusan pendaftaran pesawat dilakukan atas dasar permintaan dari pemilik atau lessor ketika terjadi cedera janji, sedangkan aturan pelaksanaan dalam peraturan pelaksanaan mengharuskan putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap," jelasnya.
Senada dengan Prita, Partner dari MKK lawfirm Enny Purnomo Widhya menyebut, inkonsistensi isi aturan ini membuat kebingungan pada level pelaksanaan dan dipertanyakan banyak pihak, termasuk bank-bank asing yang menjadi kreditur dalam pengadaan pesawat bagi maskapai Indonesia.
“Pertentangan UU Penerbangan dan PP 32/2021 ini harus diinterpretasikan berlaku untuk penghapusan pendaftaran yang dilakukan tanpa mekanisme surat kuasa dalam rangka Cape Town Convention karena Undang-Undang sudah menentukan tindakan ini harus bisa dilakukan tanpa putusan pengadilan. Jika tidak diartikan demikian, maka hal ini mungkin terjadi karena “typo error,” paparnya.
Sementara itu, sebagai pabrikan pesawat yang juga hadir pada diskusi, Head of Country Airbus Indonesia, Dani Adriananta menyampaikan dukungan kepada Indonesia dan juga maskapai Indonesia untuk terus berkembang.
"Airbus sudah hadir di Indonesia sejak tahun 1976 dan saat ini masih bekerjasama dengan PT Dirgantara Indonesia untuk pesawat sipil dan militer,” ujarnya.
Dia mengatakan, Airbus menempatkan Indonesia sebagai pasar penting dari produk Airbus sebagai pasar kedua terbesar di Asia Pasifik dan nomer empat di dunia dalam jumlah penerbangan yang menggunakan produk Airbus.
Di laih pihak, pengamat sektor aviasi yang juga hadir dalam sesi diskusi Alvin Lie mengingatkan hal yang perlu dibahas pasca diundangkannya UUCK adalah terkait dengan pekerja (sumber daya manusia) utamanya sertifikasi, prosedur, serta validasi untuk sertifikasi yang dikeluarkan di luar negeri.
“Perlu diperhatikan sektor ketenagakerjaan seperti Perjanjian Kerja Waktu Tertentu di mana jika dikaitkan dengan industri penerbangan, masih banyak pilot yang bekerja dengan dasar kontrak waktu tertentu. Padahal, dalam konteks PKWT hanya mencakup pekerjaan yang bukan merupakan pekerjaan utama/inti,” jelasnya.
Dia menambahkan, masih terdapat beberapa airlines yang membebankan biaya type rating kepada pilotnya. Padahal jika dikaitkan dengan peraturan ketenagakerjaan, seharusnya biaya tersebut di cover oleh airlines.
Menanggapi hal tersebut, Kabag Hukum Perhubungan Udara Endah Purnama memberikan informasi bahwa Kementrian Perhubungan saat ini sedang dalam proses untuk memperbaiki peraturan pelaksanaan yang bertentangan dengan Undang-Undang.
“Sudah kami proses perbaikan ini, semalam sudah selesai dan disampaikan kepada Kementrian Hukum dan HAM untuk harmonisasi,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: