Pemerintah mengajak pelaku usaha sawit untuk bersama-sama melaksanakan Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11/2020 dan peraturan pelaksanaannya. Kebijakan ini dapat meningkatkan daya saing tenaga kerja dan kualitas perlindungan pekerja termasuk di sektor industri perkebunan kelapa sawit.
“Kampanye negatif sawit di sektor tenaga kerja sangat merugikan semua pihak. Tanpa penanganan yang baik, kampanye tadi bisa merusak kontribusi sawit terhadap negara. Padahal, peranan sawit telah terbukti menyerap 16 juta tenaga kerja,” ujar Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan RI, Haiyani Rumondang dalam webinar yang diselenggarakan Majalah Sawit Indonesia dengan tema Bedah UU Cipta Kerja Bagi Sawit Borneo Berkelanjutan pada Kamis (6/4/2021).
Baca Juga: Bertemu Parlemen Belgia, Dubes RI Singgung Soal Sawit di Belgia
Lebih lanjut Haiyani berpendapat, UU Cipta Kerja harus dipandang positif karena memperbaiki, menyempurnakan, dan melindungi pihak pengusaha maupun pekerja. Sebab, UU Cipta Kerja menjawab masalah upah rendah, jam kerja panjang, perlindungan hak pekerja, buruh kerja harian lepas, perjanjian kerja waktu tertentu, mencegah pekerja anak, dan melindungi pekerja perempuan dari tindakan kekerasan. Seluruh persoalan tersebut kerap kali diangkat untuk menyerang sawit.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, Musdhalifah Machmud, menyebutkan sangat sepakat bahwa perubahan yang tertuang dalam UU Cipta Kerja idealnya disikapi positif oleh pelaku usaha dan pekerja. Implementasi regulasi akan meningkatkan daya saing Indonesia, kemudahan perizinan, dan membuka peluang ekspor.
“UU Cipta Kerja akan meningkatkan keberterimaan produk sawit Indonesia di pasar global dan memperkuat citra positif kelapa sawit berkelanjutan. Termasuk dengan menerapkan kewajiban ISPO yang telah mengadopsi 12 target SDG’s dari 17 target,” jelasnya.
Ketua Umum GAPKI, Joko Supriyono mengatakan, industri sawit selama tiga tahun terakhir menghadapi gempuran kampanye negatif yang berkaitan dengan ketenagakerjaan.
“Semakin ke sini serangan terhadap kampanye semakin spesifik. Sekarang, bukan lagi industrinya yang diserang. Melainkan perusahaan. menjadi objek kampanye negatif,” ungkapnya.
Joko menyarankan perlunya memanfaatkan UU Cipta kerja untuk memperbaiki keadaan dan meminimalkan risiko atas kampanye tersebut. Terdapat tiga prasyarat yang perlu dijalankan pelaku usaha untuk mengadopsi UU Cipta Kerja.
Pertama, pelaku usaha dan pekerja menyamakan persepsi terhadap UU Cipta Kerja dan peraturan pelaksana. Kedua, pembinaan hubungan industrial menjadi prioritas tidak ada pilihan lain bahwa pemberi kerja dan pekerja harus harmonis. Ketiga, pelaku usaha harus memperbaiki praktek ketenagakerjaan yang baik sesuai regulasi. Dalam konteks sustainability, maka aspek ketenagakerjaan menjadi penting sebagaimana diatur dalam prinsip dan kriteria ISPO.
Sekretaris Eksekutif Jejaring/Serikat Pekerja Buruh Sawit Indonesia, Nursanna Marpaung, mengatakan organisasinya telah membangun kerjasama yang baik dengan GAPKI sejak 2017 melalui serangkaian kegiatan seperti pelatihan dan workshop bersama di beberapa wilayah dan riset tentang pekerja perempuan bersama HUKATAN.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Alfi Dinilhaq