Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Andrei Sakharov Sang Pembuat Bom Nuklir yang Beralih Menjadi Pejuang HAM karena Hal Ini

        Andrei Sakharov Sang Pembuat Bom Nuklir yang Beralih Menjadi Pejuang HAM karena Hal Ini Kredit Foto: Creative Commons
        Warta Ekonomi, Moskow -

        Pusat Dokumentasi Sakharov di Moskow berencana merayakan ulang tahun ke-100 fisikawan nuklir dan pembangkang terkenal Soviet Andrei Sakharov dengan sebuah pameran foto. Namun pihak berwenang menolak izin acara pameran itudengan "alasan teknis".

        Panitia menyebut keputusan itu "memalukan" dan mengatakan akan ada "masa depan yang menyedihkan" bagi sebuah negara yang mengabaikan warisan "salah satu putra terbaiknya".

        Baca Juga: Dasar Troublemaker! Analis Buka-bukaan Sabotase Israel ke Nuklir Iran: Zionis Tidak Membantah

        Figur Sakharov memang sering jadi diskusi kontroversial, kata Karl Schlögel, sejarawan Jerman dengan spesialisasi di Eropa Timur.

        "Saya pikir itu terjadi di luar keinginannya," kata Schlögel kepada DW- Dia mengatakan, Sakharov memang kemudian menjadi aktivis hak-hak sipil karena "keteguhan dan kesetiaan pada prinsip-prinsipnya."

        Lahir 21 Mei 1921 di Moskow, Andrei Sakharov mewarisi kecintaan pada fisika dari ayahnya, yang juga seorang fisikawan. Bakatnya bersinar sejak awal, dan dia segera menjadi bagian dari lingkaran elit ilmuwan yang mengerjakan proyek rahasia, termasuk pembuatan senjata nuklir.

        Sakharov juga memainkan peran kunci dalam pengembangan bom hidrogen Soviet. Pada tahun 1961, pimpinan Soviet saat Khrushchev memutuskan untuk menggelar lagi uji coba bom atom di Kutub Utara yang tadinya sudah dihentikan.

        Sakharov ketika itu adalah satu-satunya ilmuwan yang secara lantang menentang rencana tersebut. Oktober 1961 dilakukan uji coba bom atom Tsar, bom atom terkuat yang pernah diledakkan di Bumi, berkekuatan kira-kira 4.000 kali bom Hiroshima.

        Konsekuensi yang menghancurkan dari tes tersebut mengubah sikap Sakharov menjadi penentang lombaan senjata nuklir antara Uni Soviet dan Amerika Serikat. Dia menjadi kritikus yang semakin vokal terhadap kepemimpinan Soviet.

        Mendapat Hadiah Nobel Perdamaian

        Pada tahun 1968, esainya "Reflections on Progress, Peaceful Coexistence", dan "Intellectual Freedom" di kemudian hari dikenal sebagai Manifesto Sakharov.

        Sejak saat itu, ia dan istrinya, Yelena Bronner, semakin terlibat dalam kampanye hak asasi manusia, khususnya untuk para tahanan politik. Pasangan itu segera menjadi perhatian media internasional.

        Andrei Sakharov dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1975, namun dia tidak diizinkan meninggalkan Uni Soviet untuk menerimanya secara langsung.

        Media Soviet mengecam sikap Sakharov dan rekan-rekannya yang disebut telah mencemarkan nama Uni Sovieta. Setelah mengeritik invasi Soviet ke Afghanistan pada 1980, dia ditangkap dan dilucuti gelarnya lalu diasingkan ke Gorky, sekarang Nizhniy Novgorod.

        Namun pada Desember 1986, pemimpin baru Soviet Mikhail Gorbachev meneleponnya secara pribadi untuk mengakhiri pengasingannya. Dia dibolehkan kembali ke Moskow dan menjadi salah satu tokoh reformasi. Andrei Sakharov membantu menyusun konstitusi baru setelah terpilih menjadi anggota parlemen pada tahun 1989. Dia meninggal 14 Desember 1989 karena serangan jantung.

        Penghargaan Sakharov Parlemen Eropa

        Parlemen Eropa pada 1988 menetapkan Penghargaan Sakharov untuk Kebebasan Berpikir yang diberikan setiap tahun untuk menghormati aktivis dan fisikawan Soviet itu. Hadiah pertama diberikan kepada oposan Rusia Anatoly Marchenko dan dan revolusioner Afrika Selatan Nelson Mandela.

        Di Rusia sendiri tidak ada monumen untuk Sakharov, berbeda misalnya dengan penemu senapan AK-47, Mikhail Kalashnikov. Tapi ada jalan besar di Moskow yang menyandang namanya. Sekarang jalan itu menjadi lokasi populer untuk berbagai aksi protes.

        Tapi di Rusia masa kini di bawah kepemimpinan Vladimir Putin, aksi protes menjadi semakin jarang dan ada undang-undang baru yang membatasi kebebasan berbicara, kata Karl Schlöger kepada DW.

        Andrei Skaharov, lanjutnya, telah menunjukkan bahwa dia menolak untuk diintimidasi dan tetap mengangkat suaranya, ketika suara-suara kritis saat itu masih sangat sedikit dan hidup para kritikus jadi berbahaya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: