Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Konsensus ASEAN Wajib Segera Diterapkan, Bagaimana Junta Myanmar Bersikap?

        Konsensus ASEAN Wajib Segera Diterapkan, Bagaimana Junta Myanmar Bersikap? Kredit Foto: Reuters/Stringer
        Warta Ekonomi, Bangkok -

        Thailand prihatin dengan kekerasan di sejumlah negara bagian Myanmar. Kementerian Luar Negeri Thailand berharap, konsensus yang disepakati oleh para pemimpin Asia Tenggara dengan junta militer untuk membantu mengakhiri kekacauan dapat segera diimplementasikan.

        Sejauh ini, junta Myanmar telah menunjukkan sedikit isyarat untuk mengabaikan konsensus lima poin yang disepakati oleh negara ASEAN pada April lalu. Konsensus tersebut di antaranya menyerukan diakhirinya kekerasan, pembicaraan politik, dan penunjukan utusan khusus regional.

        Baca Juga: Ngaku Prihatin, Ucapan Thailand buat Myanmar Ini Mestinya Jadi Pertimbangan Penting

        "Kami telah mengikuti perkembangan di Myanmar dengan sangat prihatin, terutama insiden kekerasan di banyak bagian negara itu," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Thailand Tanee Sangrat dalam pernyataan yang disampaikan Minggu (6/6/2021).

        Tanee pun mengulangi seruan untuk mengakhiri kekerasan, pembebasan semua tahanan, dan implementasi konkret dari Konsensus Lima Poin sesegera mungkin. Menurutnya, Junta militer gagal menerapkan kontrol sejak merebut kekuasaan dari pemimpin terpilih Aug San Suu Kyi.

        Sebuah kelompok hak asasi manusia mengatakan, sedikitnya 847 orang tewas dalam kekerasan dan bentrokan dengan pasukan keamanan. Sementara itu, aksi protes harian terhadap militer telah berkembang menjadi pemberontakan oleh kelompok bersenjata di beberapa negara bagian Myanmar.

        Para penentang junta juga telah menyuarakan rasa frustrasi atas kurangnya tindakan keras oleh Asean. Mereka mengatakan, pertemuan dua perwakilan Asean dengan pemimpin junta Min Aung Hlaing pada Jumat (4/6/2021), sama sekali tidak membawa manfaat.

        Thailand memiliki perbatasan yang lebih panjang dengan Myanmar daripada negara lain. Thailand khawatir konflik tersebut dapat menimbulkan datangnya gelombang pengungsi ke negara mereka.

        "Banyak dari apa yang telah dilakukan Thailand mungkin tidak dipublikasikan karena kami percaya bahwa diplomasi yang tenang dan rahasia antara tetangga akan lebih efektif dan sejalan dengan diplomasi tradisional Thailand," kata Tanee. 

        Perwakilan ASEAN sebelumnya dikabarkan bertemu dengan pemimpin junta Myanmar pada Jumat (4/6/2021). Ini terjadi enam pekan setelah pertemuan darurat regional tentang krisis negara itu menyusul kudeta militer yang menjanjikan kemajuan menuju solusi namun tidak menghasilkan hasil yang nyata.

        Media militer, MRTV menunjukkan pertemuan Jenderal Senior Min Aung Hlaing dengan Menteri Luar Negeri Kedua Brunei Erywan Yusof dan Sekretaris Jenderal ASEAN Lim Jock Hoi. MRTV hanya memberikan garis besar diskusi mereka.

        Awal pekan ini, seorang diplomat Indonesia mengatakan tujuan delegasi adalah untuk meminta persetujuan Myanmar atas utusan khusus ASEAN menangani krisis, yang belum disebutkan namanya.

        Dia mengatakan, pemilihan utusan melibatkan kedua belah pihak, namun membuat kemajuan lambat. Dia berbicara dengan syarat anonim karena dia tidak berwenang untuk berbicara kepada media tentang masalah ini.

        Pertemuan Jumat tersebut pun mendapat tanggapan dingin dari anggota pemerintah bayangan oposisi Myanmar. Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) mengatakan pada konferensi pers virtual bahwa ASEAN harus bertemu dengan pihak NUG juga, bukan hanya militer.

        "Setiap diskusi, setiap pertemuan tentang masa depan rakyat Myanmar harus melibatkan rakyat Myanmar, suara (mereka) harus didengar," kata Sa Sa, juru bicara NUG dikutip laman Al Arabiya, Sabtu (5/6/2021).

        Penunjukan utusan ASEAN merupakan salah satu dari lima poin yang disepakati pada KTT regional di Jakarta pada April. KTT tersebut dihadiri Min Aung Hlaing, atas keberatan lawan yang mengatakan undangan itu melegitimasi perebutan kekuasaannya.

        Tak lama kemudian, juru bicara pemerintah militer mengatakan hanya akan mengizinkan utusan itu berkunjung setelah keamanan dan stabilitas di negara itu tercapai.

        KTT Jakarta juga mencapai kesepakatan untuk segera mengakhiri kekerasan, memulai dialog antara pihak-pihak yang bertikai, melakukan dialog yang dimediasi oleh utusan khusus dan mengizinkan bantuan kemanusiaan. Namun hingga kini belum ada yang terjadi. Brunei memimpin dalam negosiasi dengan junta Myanmar karena saat ini memegang kepemimpinan bergilir ASEAN.

        Militer menggulingkan pemerintah Aung San Suu Kyi yang terpilih secara demokratis pada 1 Februari dengan tudingan kecurangan padapartai Suu Kyi. Namun belum menghasilkan bukti yang kredibel untuk mendukung klaimnya.

        Pasukan militer secara brutal menekan protes damai yang dilakukan untuk menentang kudta. Milier menembakkan peluru tajam ke kerumunan dan melakukan gelombang penangkapan. Hingga Jumat (4/6/2021) sekurangnya 845 orang telah tewas dalam tidnakan keras tersebut, menurut Asosiasi Bantuan Tahanan Politik.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: