Sikap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak hadir memenuhi panggilan Komnas HAM menuai kritikan. Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menilai, ketidakhadiran Firli Bahuri Cs sebagai bentuk arogansi dan penghinaan terhadap sistem ketatanegaraan.
Dia bahkan mengatakan, KPK sebagai lembaga negara telah memberikan contoh yang buruk kepada publik. Pemanggilan tersebut terkait polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Baca Juga: Polemik TWK KPK, Politikus PDIP: Kalau Tak Punya Loyalitas pada Negara Anda, Minggir!
"Ini betul-betul bentuk arogansi dan penghinaan terhadap sistem ketatanegaraan kita, dan KPK ini memberikan contoh yang buruk," kata Boyamin kepada awak media, Selasa (8/6/2021).
Diketahui, KPK telah menerima surat pemanggilan dari Komnas HAM yang ditujukan kepada pimpinan lembaga antirasuah pada Rabu, 2 Juni 2021. Namun, Firli Bahuri Cs tidak menghadiri pemanggilan tersebut. Pihak KPK justru menyurati Komnas HAM untuk meminta penjelasan soal hak asasi yang dilanggar dalam TWK.
Menurut Boyamin, permintaan penjelasan tersebut berpotensi menjadi bumerang terhadap KPK. Ia berpandangan, nantinya bakal ada pihak yang akan meminta penjelasan saat dipanggil lembaga antirasuah terkait perkara korupsi.
"Jadi, ini bisa jadi bumerang dan ini bentuk memberikan contoh yang buruk terhadap proses penghormatan terhadap lembaga-lembaga negara," ujarnya.
Boyamin menegaskan, pimpinan KPK sepatutnya memenuhi panggilan daripada mengirimkan surat meminta penjelasan Komnas HAM. Pimpinan KPK dapat membuktikan tuduhan yang dilayangkan pengadu.
"Ini kan hanya soal pengaduan dari pegawai yang tidak lolos, ngadu ada pelanggaran HAM terus kemudian Komnas HAM melakukan klarifikasi dengan mengundang pimpinan KPK. Nah, di situ jelas kan. Bahwa (hasilnya) tidak melanggar HAM dan sebagainya, kan prosedurnya seperti itu," imbuhnya.
Terkait polemik TWK, Komnas HAM sudah memeriksa 19 pegawai KPK. TWK di KPK menyedot perhatian publik karena sebagai syarat proses pegawai KPK jadi aparatus sipil negara (ASN). Dari proses TWK, ada 75 pegawai yang dinyatakan tak lolos. 51 dari 75 pegawai itu diberhentikan karena diberikan rapor merah dan sulit dibina.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum