Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kisah Nyata Pendiri JNE Johari Zein, Dari Mualaf hingga Sedekah Justru Antarkan Kesuksesan

        Kisah Nyata Pendiri JNE Johari Zein, Dari Mualaf hingga Sedekah Justru Antarkan Kesuksesan Kredit Foto: YouTube/Coach Yudi Candra
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pendiri ekspedisi JNE, Johari Zein, mengungkap dahsyatnya sedekah. Pria berusia 66 tahun yang kerap disapa Pak Jo ini mengatakan bahwa saat memutuskan memeluk agama Islam, itu karena ia hendak menikah dengan istrinya.

        Pak Jo mengakui bahwa faktor keterlibatan istrinya sangat besar. Sang istri sangat mendukung Pak Jo dan juga menjadi 'teman bicara yang menyenangkan'. Karena peran sang istri inilah, Pak Jo bisa fokus dalam bekerja karena ia lebih suka menyelesaikan pekerjaan dengan cepat lantaran khawatir akan ada pekerjaan atau masalah baru.

        Baca Juga: Satu Tahun Jadi Juru Bicara: Ini Bukan tentang Angka

        Dan peran sang istri sangat membantu kehidupannya. Istrinya bisa menyelesaikan segala permasalahan rumah tangga, seperti pendidikan anak-anak, dan lain sebagainya. Karena itu Pak Jo karena akhirnya bisa fokus dengan pekerjaan.

        "Kita bisa melihat apa yang saya bangun, apa yang saya lakukan di JNE sampai hari ini bisa dianggap sebagai perusahaan tuan rumah di negeri sendiri," tutur Pak Jo di dalam video YouTube bertajuk 'Kisah Nyata Bisnis Mualaf | Berkah Akibat Sedekah | Johari Zein JNE'.

        Setelah memeluk agama Islam, lingkungan Islam sangat menyambut hangat Johari Zein, selain itu banyak yang bersedia membantu memberikan ilmu agama kepadanya.

        Lebih lanjut, Pak Jo mengaku saat kecil pernah dibully karena ia berbadan kecil lantaran belum cukup umur saat sekolah. Namun, Pak Jo menganggap bullying itu sebagai momen yang dapat menguatkannya.

        Baca Juga: Ahli Virologi dan Molekuler Biologi: Semua Vaksin Covid-19 Aman dan Sudah Diuji

        Pak Jo juga menceritakan bagaimana anak pembantu rumah tangganya yang bernama Yanto memberikan kenangan baik untuknya. Ketika Pak Jo dibully di sekolah, Pak Jo sangat senang saat pulang sekolah karena Yanto sudah di rumah menunggunya untuk bermain bersama.

        Namun, persahabatan mereka harus terputus ketika Pak Jo pindah ke Jakarta. Setelah puluhan tahun, barulah Pak Jo mencari Yanto di Deli, Medan dan akhirnya mereka merajut kembali persahabatan yang telah lama terputus hingga hari ini.

        "Buat saya, persahabatan itu tak melihat dia anak siapa, meski Yanto adalah anak pembantu dari ibu saya, tapi saya melihat dia sebagai sahabat," ujar Pak Jo.

        Baca Juga: Satu Tahun Jadi Juru Bicara: Ini Bukan tentang Angka

        Setelah bertemu pun, Pak Jo mengajak Yanto berangkat umrah bersama, diajak pula karyawan JNE. Pak Jo melihat bagaimana ibadah umrah sangat berharga bagi umat Islam, termasuk dirinya.

        Tak hanya soal umrah, melalui Johari Zein Foundation, Pak Jo juga menargetkan untuk membangun 99 Masjid di seluruh dunia. Pak Jo mengaku, berbagi dan sedekah adalah hal penting yang harus dilakukan. Bagi Pak Jo, agama bukan hanya soal ibadah dan seremonial, tetapi juga tingkah laku, salah satunya dengan memberi makan dan berbagi kepada anak yatim piatu dan orang miskin.

        "Karena itu saya simpulkan bahwa di kegiatan komersial, diperlukan kegiatan sosial. Karena komersial tanpa sosial, bisa-bisa tidak panjang umurnya," ujar Pak Jo.

        Baca Juga: Ahli Virologi dan Molekuler Biologi: Semua Vaksin Covid-19 Aman dan Sudah Diuji

        "Jadi sesuatu yang panjang umurnya adalah ketika dia menjadi berkah, menjadi berguna," tambahnya lagi.

        Karena itulah, yayasan sosial yang dibuat Pak Jo memiliki harapan agar kegiatan komersialnya bisa menjadi berkah. Bahkan, banyak yang mengatakan bahwa JNE sukses karena menggunakan 'manajemen spiritual'. Pak Jo mengaku bahwa di setiap kegiatan, pasti ada anak yatim yang diundang dan disantuni. Itu sudah berjalan selama 29 tahun.

        Kegiatannya pun bukan hanya sekedar memberikan nasi kotak, tetapi mengajak makan di restoran di mall, menonton film di bioskop hingga berbelanja di supermarket.

        "Itu menyenangkan karena melatih mereka kepemimpinan, dan melatih mereka memikirkan temannya," tutur Pak Jo.

        Baca Juga: Satu Tahun Jadi Juru Bicara: Ini Bukan tentang Angka

        Dahsyatnya sedekah ini pun dirasakan langsung oleh Pak Jo. Salah satu diantaranya yakni saat krisis ekonomi pada tahun 1998, banyak orang yang di-PHK sehingga Pak Jo bersedekah memberikan timbangan digital, mengajak orang-orang untuk berbisnis laundry, dan lain sebagainya.

        Setelah itu, pada tahun 2000, penjualan online pun mulai menggeliat. Dan di tahun 2010, penjualan online meningkat 30-40% dari Rp1 triliun hingga hari ini sehingga JNE pun ikut terkerek. Pak Jo sangat yakin itu berkat sedekah timbangan digital yang ia berikan.

        Selain itu, kesuksesan JNE hari ini juga tak terlepas dari pentingnya komunikasi secara terbuka. Untuk diketahui, JNE hingga hari ini memiliki 23.000 karyawan di berbagai cabang di Indonesia. Sehingga, Pak Jo mengaku akan sulit bagi mereka untuk berkomunikasi jika tidak membuat kegiatan besar. Karena itulah, Pak Jo membuat JNE Futsal Cop, JNE Idol Competition, dan lain sebagainya untuk membuat mereka saling mengenal meski dari cabang lain.

        Pak Jo pun mengatakan, baik seorang pengusaha atau karyawan, itu harus saling memahami posisi kita.

        "Sebetulnya, jangan dibedakan antara pengusaha dan karyawan. Pengusaha dan karyawan adalah dua pihak yang menjadi satu hingga tercipta sebuah prestasi," tukas Pak Jo.

        Baca Juga: Ahli Virologi dan Molekuler Biologi: Semua Vaksin Covid-19 Aman dan Sudah Diuji

        Sejatinya, pengusaha dan karyawan saling membutuhkan sehingga dibutuhkan menjaga saling pengertian antara karyawan dan pengusaha.

        "Kalau karyawan itu percaya dengan pengusaha, sebaliknya pengusaha juga percaya kepada karyawan, saya rasa sukses itu hanya masalah waktu saja," ujar Pak jo.

        Baca Juga: Satu Tahun Jadi Juru Bicara: Ini Bukan tentang Angka

        "Jadi, kalau kita saling mencurigai, justru tidak mungkin mencapai sukses," lanjutnya.

        Meski ada 'karyawan nakal', tetapi Pak Jo mengatakan bahwa dari sekian banyaknya yang buruk justru lebih banyak yang baik. Yang buruk cukup disingkirkan, dan yang baik cukup dipertahankan karena bisa untuk diajak kerja sama.

        Di usia 66 tahun, Pak Jo mengatakan bahwa hidupnya cukup untuk makan 3 kali sehari, tetapi ia masih berbisnis karena ingin membuat karya yang bermanfaat untuk orang lain. Pak Jo sangat menyayangkan orang-orang yang berbisnis hanya untuk mencari uang.

        "Kalau kita targetnya hanya mencari uang, itu sebetulnya belum berharga. Yang berharga itu adalah ketika kita membuat perusahaan yang bisa memberikan manfaat untuk orang lain," tandas Pak Jo.

        Saat ini, Pak Jo mulai merambah startup yang biasanya diganderungi oleh para milenial. Namun, Pak Jo tak berkecil hati, karena ia mau untuk memahami karakter para milenial.

        "Kalau kita meletakan diri kita pada posisi yang mereka inginkan, tentu kita bisa berinteraksi dengan generasi itu," tukas Pak Jo.

        Tak hanya itu, Pak Jo juga ingin kehadirannya dapat membantu para milenial dengan pengalaman yang ia miliki. Terlebih di era Covid-19 ini akan membuat orang-orang berpikir kembali untuk mencari solusi dari segala krisis yang dihadapi.

        "Justru hal-hal baru yang tidak kita sadari dapat membuat kinerja kita lebih cepat, lebih murah, dan lebih efisien," ujar Pak Jo.

        Baca Juga: Ahli Virologi dan Molekuler Biologi: Semua Vaksin Covid-19 Aman dan Sudah Diuji

        Di era ini pun, kompetisi logistik semakin ketat. Karena itu, JNE selalu berinovasi. Karena itu, semua keinginan pelanggan harus ditangkap. Diharuskan pula berpikir out of the box, yakni mencoba untuk melihat di luar perusahaan, bukan dari dalam perusahan.

        "Jika kita mengetahui kekurangan atau kelemahan perusahaan kita sendiri, maka kita punya banyak kesempatan untuk menghilangkan atau memperbaikinya," ujar Pak Jo.

        Baca Juga: Satu Tahun Jadi Juru Bicara: Ini Bukan tentang Angka

        Bagi seorang pengusaha, uang bukan faktor segalanya. Yang terpenting adalah karakter kejujuran.

        "Kalau kita punya kejujuran, maka kita bisa dipercaya. Jika kita dipercaya, maka modal bisa kita dapat," terangnya. "Itu yang akan menjadi proses. Jangan sampai menjadi pengusaha tidak memiliki kejujuran, bisnis akan susah," tambahnya.

        Setelah memiliki kejujuran ini, selanjutnya yang dipikirkan adalah produk apa yang bisa menjadi solusi. Setelah bisa menyelesaikan masalahnya, jangan menghitung untung, melainkan solusi. Setelah solusi, baru untung akan mengalir. 

        Adapun satu kunci sukses bagi Pak Jo adalah terbukanya komunikasi, antara diri sendiri dan lingkungan sekitar. Lalu berpikir positif, jangan berburuk sangka, nilai-lah semua orang di angka 100. Dan jika orang itu kurang baik, anggaplah mereka mengurangi nilai mereka sendiri. Tapi tidak dengan menilai nol, melainkan dengan nilai positif.

        Johari Zein adalah sosok yang sangat humble dan rendah hati. Ia bahkan biasa mengajak ngobrol satpam di posisinya yang tinggi saat ini. Hal itu karena ia tidak pernah memandang tinggi atau rendah orang lain. Ia percaya, di mata Tuhan, kita semua sama.

        "Semua jabatan yang ada bersama kita hari ini barangkali besok lusa berubah karena Tuhan, jadi kita jalani saja fungsi kita saat ini," tandas Johari Zein.

        Ia pun berpesan, jika kita berada di posisi bisa menolong orang lain, maka bantulah. Karena bisa jadi, suatu hari kita membutuhkan bantuan orang lain. Dengan kesadaran seperti itu, kita dapat menilai semua orang sama, dan bisa bersahabat dengan mereka.

        "Kalau kita membuka diri, mudah-mudahan mereka juga membuka diri untuk kita," tutupnya.

        Baca Juga: Ahli Virologi dan Molekuler Biologi: Semua Vaksin Covid-19 Aman dan Sudah Diuji

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Fajria Anindya Utami
        Editor: Fajria Anindya Utami

        Bagikan Artikel: