Pemda Provinsi Jawa Barat menyediakan ruang pemulihan pasien COVID-19 dengan menggandeng pihak swasta yaitu Grand Asrilia Hotel sebagai penyedia fasilitasnya.
Menurut kang Emil—sapaan Ridwan Kamil, penyediaan fasilitas tersebut diperuntukkan untuk pasien COVID-19 yang bergejala ringan yang sudah sembuh dirawat di Rumah Sakit (RS). Dengan begitu, bisa mengurangi tingkat keterisian tempat tidur (Bed Occupancy Rate/BOR).
Baca Juga: Ridwan Kamil Sampaikan Nota Pengantar Laporan Pertanggungjawaban Anggaran 2020
“Ini adalah pengendalian di hilir dari COVID-19 di Jabar, yaitu menyediakan ruang pemulihan COVID-19. Untuk mengurangi keterisian rumah sakit, kita memindahkan pasien yang statusnya hijau,” katanya saat meninjau fasilitas tempat pemulihan di Grand Asrilia Hotel, Kota Bandung, Senin (28/6/2021).
Status hijau sendiri berarti pasien yang dirawat di rumah sakit sudah bergejala ringan menuju kesembuhan. Status kuning berarti bergejala sedang dan merah berarti pasien dengan gejala berat.
Ia pun menilai dengan adanya tempat perawatan di Grand Asrilia hotel ini, tempat tidur pasien hijau di rumah sakit bisa diisi pasien lain yang berstatus kuning atau merah.
“Nah yang hijau ini bisa kita pindahkan di hotel yang kita kelola seperti di Asrilia. Sehingga pasien yang statusnya zona hijau di RS dipindahkan tempat pemulihannya. Sedangkan tempat tidurnya bisa diisi oleh pasien di RS yang gejalanya berada di zona kuning atau merah,” sebutnya.
Pola ini, kata Gubernur, akan direplikasi di daerah lain. Demi mengurangi keterisian BOR di tiap rumah sakit yang jadi rujukan pemulihan pasien COVID-19. “Ini akan diberlakukan di Jabar, di wilayah Bekasi dan Purwakarta yang sudah melaporkan gedung pemulihan COVID-19,” sebutnya.
Nantinya Hotel Asrilia akan menjadi rujukan dari 59 rumah sakit wilayah Bandung Raya dengan kapasitas 500 pasien. Kang Emil berharap kehadiran fasilitas ini bisa mengurangi tingkat penanganan dari tenaga kesehatan di rumah sakit akibat lonjakan pasien.
“Kalau rumah sakit sudah kewalahan, tempat tidurnya penuh maka yang kriteria hijau bisa dipindahkan. Kapasitasnya bisa 500 pasien, dan per hari ini 46 yang dipindahkan. Ini merupakan manajemen transisi pemulihan, saya kira BOR rumah sakit bisa terkendalikan. Itu penanganan COVID-19 di hilir,” ungkapnya.
Gubernur menegaskan, ruang pemulihan ini tidak diperuntukkan untuk tempat isolasi mandiri seperti di rumah. Alasannya, menghindari potensi komplikasi antara pasien dan warga yang isolasi mandiri dengan perbedaan gejala.
“Sementara Asrilia ini diperuntukkan untuk mengurangi BOR rumah sakit. Bukan ditawarkan kepada mereka yang harus isolasi mandiri. Tapi kalau ada kebutuhan itu, itu akan kami pikirkan. Tapi sementara tidak ditempat ini. Saya memahami bahwa tidak semua rumah itu memadai untuk isolasi mandiri. Jadi kita pikirkan,” paparnya.
Kang Emil ini menegaskan, untuk penanganan pasien COVID-19 di hulu sudah dilakukan. Dengan memberikan edukasi kepada masyarakat untuk memberitahu jika ada yang terpapar dan bergejala ringan bisa isolasi mandiri di desa.
Selain itu, Ridwan Kamil pun menjelaskan bahwa penanganan COVID-19 di Jabar sampai saat ini belum memberlakukan status lockdown atau PSBB. Satgas COVID-19 Jabar masih fokus pada pengetatan PPKM Mikro.
“Kita tidak ada wacana lockdown atau PSBB karena kewenangan itu ada di pemerintah pusat. Jadi kita ikuti arahan pemerintah fokus pada PPKM Mikro,” ujarnya.
“Kalau pun mau ada lockdown, lockdown itu per RT atau per desa jadi tidak berbasis kota atau kabupaten dulu,” tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: