Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Dana PMN untuk BUMN Capai Rp72 Triliun, INDEF Ingatkan Perlu Skala Prioritas

        Dana PMN untuk BUMN Capai Rp72 Triliun, INDEF Ingatkan Perlu Skala Prioritas Kredit Foto: Boyke P. Siregar
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengatakan sepanjang pandemi yang terjadi di tahun 2020 menyebabkan perusahaan dalam BUMN terpukul dengan mengalami penurunan pendapatan yang signfikan.

        Kepala Center of Food, Energy, and Sustainable Development INDEF, Abra P. G, Tallatov mengatakan berdasarkan deviden kekayaan negara yang dipisahkan terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tahun 2015 itu sebesar 14 persen. Sedangkan di tahun 2016-2018 tengah terjadi penurunan dari angka 14 menjadi 11 persen. Sehingga menurut Abra, rencana alokasi anggaran penyertaan modal negara (PMN) perlu dikoreksi.

        Baca Juga: Meski Dana PEN 2021 Meningkat, Indef Kritisi Realisasi Anggaran Sektor Kesehatan Melambat

        “Tahun 2019 mengalami kenaikan kontribusi menjadi 19 persen. Jadi ada titik poin terhadap peranan kontribusi BUMN dari deviden. Namun rencana PNM perlu memperhatikan skala prioritas kebutuhan saat ini,” ujarnya dalam diskusi virtual bertajuk BUMN Minta Modal Negara, Rakyat Dapat Apa?, Minggu (11/7/2021).

        Secara spesifik, Abra menyebutkan di tahun 2019 sebelum pandemi Covid-19 melanda, dari jumlah 140-an perusahaan BUMN mampu meraup pendapatan sebesar Rp124 triliun. Namun memasuki tahun 2020 pendapatan BUMN mendadak menurun menjadi Rp28 triliun. Dengan alasan penurunan kinerja, Kementerian BUMN meminta bantuan negara melalui Anggaran Pendapatan Negara (APBN) untuk meminta PMN.

        Berdasarkan penelusuran Abra, hilir permasalahan yang menimpa BUMN saat ini, sejak awal terjadi disebabkan oleh tingginya egoisme pembangunan yang selama terus digalakkan pemerintah. Karena itu, dampak yang ditimbulkannya baru terasa sekarang, bertepatan pada situasi pandemi Covid-19.

        “Sudah banyak lembaga yang mengingatkan banyak proyek infrastruktur yang ketika itu digenjot dan ditugaskan ke BUMN akan mempengaruhi terhadap kinerja bisnis dan keuangan BUMN,” ujarnya.

        Lebih lanjut, proyek infrastruktur yang merupakan bisnis pada modal memiliki keuntungan yang dapat dinikmati dalam waktu jangka panjang. Akibatnya dalam jangka waktu pendek-menengah, BUMN menanggung beban yang dialihkan kepada negara melalui sumber APBN dalam bentuk PMN.

        “Dalam situasi seperti saat ini konsekuensinya APBN yang seharusnya dialokasikan belanja untuk publik menjadi berkurang,” ungkapnya.

        Kepala Center of Industry, Trade, and Investment INDEF, Andry Satrio Nugroho mengatakan berdasarkan Permen BUMN No.3 tahun 2021 Pasal 2, kata Abra, perusahaan BUMN yang berhak menerima PMN terdiri dari tiga kategori seperti BUMN yang mendapatkan penugasan dari negara, BUMN yang memiliki masalah sehingga mengharuskan restrukturisasi, dan BUMN yang melakukan pengembangan bisnis.

        Oleh sebab itu, kata Andry, pemanfaatan dana PMN oleh BUMN sebaiknya mempunyai kontribusi langsung kepada rakyat dan negara. Dalam situasi pandemi Covid-19 seperti saat ini, ia mengusulkan agar BUMN mempunyai peranan besar pada sektor pangan dan kesehatan yang dianggapnya memiliki dampak langsung kepada rakyat.

        “Saya melihat sektor esensial tersebut supaya BUMN bisa masuk ke dalamnya agar dapat dirasakan langsung masyarakat,” katanya.

        Andry juga mengkritik, alokasi untuk kereta api cepat dan Light Rail Transit (LRT )dari Tiongkok yang semula bernilai Rp4,3 triliun menjadi Rp7 triliun. Proyek kereta api cepat rute Jakarta-Bandung ini, secara kalkulasi dinilainya sejak awal kurang tepat dilakukan oleh pemerintah.

        Termasuk permintaan dana PMN yang dilakukan oleh beberapa Bank Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara) seperti Bank Negara Indonesia (BNI) berjumlah Rp7 triliun dan Bank Tabungan Negara (BTN) dengan jumlah Rp2 triliun yang diperuntukkan pengembangan bisnis.

        Sementara itu, Andry menambahkan agar PMN yang dimanfaatkan untuk pengembangan bisnis perlu untuk dipikirkan kembali. Sebab, hal itu belum begitu mendesak untuk dilakukan saat ini. Karena itu pemanfaatan PMN perlu dilakukan secara selektif mengingat sebagian besar penugasan negara berada pada sektor pembangunan infrastruktur.

        “Saya rasa yang belum dilakukan saat ini adalah bagaimana mengevaluasi PMN yang sudah diberikan. Evaluasinya yang sudah diberikan sudah sejauh apa? Apa hasilnya? Apakah ada evaluasi yang dilakukan BUMN kepada DPR?,” pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Bethriq Kindy Arrazy
        Editor: Alfi Dinilhaq

        Bagikan Artikel: