Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Politisi Busuk Disamakan dengan Ikan Lele, Partai Ini Sewot Bener Sampai Bawa-bawa Buzzer

        Politisi Busuk Disamakan dengan Ikan Lele, Partai Ini Sewot Bener Sampai Bawa-bawa Buzzer Kredit Foto: PAN
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Partai Amanat Nasional (PAN) keberatan dengan analogi ikan lele, sebagai perumpamaan politisi busuk. Partai berlambang Matahari ini menilai, ikan lele memiliki nilai historis dan sosiokulural yang besar bagi masyarakat.

        “Kok ikan lele di politisir, apa salahnya? Kenapa bukan tikus got?” ujar Wakil Ketua Umum (Waketum) PAN, Viva Yoga Mauladi kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

        Baca Juga: Muhammadiyah Singgung 'Politisi Ikan Lele', Politikus PDIP Bereaksi

        Pernyataan ini merupakan reaksi atas kritik yang dilontarkan Sekretaris Umum Pengurus Pusat (Sekum PP) Muhammadiyah, Abdul Mu’ti tentang politisi ikan lele. Ikan jenis ini disebutkan senang memperkeruh suasana dan mengadu domba di masa pandemi Covid-19.

        Viva menyebut, tidak masalah dengan isi kritik yang disampaikan Mu’ti. Namun, istilah jenis binatang itu justru cenderung melecehkan dan tidak bestari. “Pilihlah kata kiasan dengan bijaksana, tanpa itu, kiasan akan kehilangan substansi,” sebutnya.

        Politisi asal Lamongan ini menegaskan, tidak tepat jika ikan lele digambarkan sebagai politisi atau aktivis politik busuk yang suka bermain di arena keruh. Apalagi, jika ikan ini disebut sebagai pendulang kenikmatan dan suka adu domba. “Tidak tepat, sekaligus kurang bijaksana,” sebutnya.

        Disebutkan, secara kulturalikan lele menjadi ikon kuliner di kampung halamannya, yaitu Lamongan, Jawa Timur. Kulineran bertajuk Pecel Lele dan Pecel Ayam, begitu akrab di benak masyarakat dan menghidupi.

        Bahkan, kata Yoga, ikan lele memiliki banyak nama di berbagai daerah, karena memiliki sejarah dengan masyarakatnya. Misalnya, Ikan Limbek (Sumatera Barat), Ikan Kalang (Sumatera Selatan), Ikan Maut (Gayo), Ikan Seungko (Aceh), Ikan Sibakut (Karo), dan Ikan Pintit (Kalimantan Selatan).

        “Ikan lele itu nama ilmiahnya clarias, yang berarti lincah, dan kuat. Ikan ini unik. Tubuhnya licin memanjang tak bersisik,” tutupnya.

        Hal senada disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PAN, Eddy Soeparno. Secara isi, kritik tokoh Muhammadiyah itu tak tepat. Memang, masih ada kelompok atau pun politisi yang justru berkomentar yang memperkeruh suasana di saat pandemi.

        Tidak hanya politisi dan aktivis, Eddy menyebut buzzer-buzzer juga termasuk di dalamnya. Di berharap, seluruh pihak saling bekerja sama agar bangsa ini segera keluar dari pandemi Covid-19. “Mari kita kedepankan berbaik sangka. Kita padukan seluruh energi positif yang ada di masyarakat. Karena kita butuh energi,” tutupnya.

        Istilah politisi ikan lele ini disampaikan Sekum PP Muhammadiyah, Prof Abdul Mu’ti. Menurutnya, sifat politisi ikan lele ini memperkeruh suasana dan mengadu domba di masa pandemi. Mu’ti juga menyebut politisi jenis ini tidak selalu pengurus partai politik.

        Termasuk, mereka yang pikirannya selalu mengaitkan berbagai keadaan itu dengan politik. Berbagai persoalan dipolitisasi. Menggunakan popularitasnya sebagai pendengung. Contohnya, mereka yang mengaitkan dengan teori konspirasi di balik musibah pandemi Covid-19.

        “Misalnya banyak yang mengatakan bahwa Covid-19 ini adalah buatan China, dan ini adalah cara China melumpuhkan Indonesia dan sebagainya. Pandangan-pandangan spekulatif itu tidak dapat kita benar­kan,” tutupnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Alfi Dinilhaq

        Bagikan Artikel: