Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Arsitek Wajib Miliki STRA, Ini Penjelasan Dewan Arsitek Indonesia

        Arsitek Wajib Miliki STRA, Ini Penjelasan Dewan Arsitek Indonesia Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Sama halnya dengan profesi lain, profesi Arsitek juga memiliki Undang-Undang yang mengatur sekaligus memberi perlindungan dan kepastian hukum untuk arsitek, pengguna jasa arsitek, praktik arsitek, karya arsitektur, dan masyarakat.

        Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2017 tentang Arsitek, syarat untuk menjadi Arsitek adalah wajib memiliki Surat Tanda Registrasi Arsitek (STRA). STRA merupakan bukti tertulis bagi Arsitek untuk dapat melakukan Praktik Arsitek.

        Pemegang STRA bertanggungjawab baik secara moril maupun materiil atas aspek keandalan dan keselamatan pada bangunan yang dirancangnya. Tanggung jawab ini berlaku di hadapan hukum, sehingga dapat memberikan perlindungan kepada masyarakat juga terhadap karya arsitektur Indonesia. Selain itu, Praktik Arsitek yang profesional harus mampu meningkatkan nilai tambah dan daya guna karya arsitektur itu sendiri. Dengan demikian, Arsitek menjadi salah satu profesi yang membantu pemerintah memfasilitasi tertib pembangunan melalui perencanaannya.

        Baca Juga: Jasa Raharja Jabar Targetkan 3.000 Vaksinasi Sektor Transportasi

        Kewajiban seorang Arsitek memiliki STRA baru berlaku pada Februari 2021 sejak Presiden Jokowi menandatangani Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2017 tentang Arsitek dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Selain mengatur tentang syarat dan tata cara penerbitan STRA, Undang-Undang dan Peraturan tersebut juga mengatur tentang sanksi bagi seseorang yang melakukan Praktik Arsitek tanpa memiliki STRA. 

        Penerbitan maupun pengenaan sanksi terkait STRA dilakukan oleh Dewan Arsitek Indonesia (DAI). DAI  dikukuhkan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono pada 3 Desember 2020. Anggota DAI merupakan perwakilan dari unsur anggota organisasi profesi, pengguna jasa arsitek serta perguruan tinggi. Sembilan anggota DAI ini adalah Aswin Indraprastha, Bambang Eryudawan, Didi Haryadi, Gunawan Tjahjono, Karnaya, Lana Winayanti, Sonny Sutanto, Steve J Manahampi, dan Yuswadi Saliya. 

        Dewan Arsitek Indonesia dibentuk berdasarkan amanah Undang-undang Nomor 6 Tahun 2017 tentang Arsitek, Pasal 34 dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dengan mengemban tugas dan fungsi membantu Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan keprofesian Arsitek, keberadaan DAI sangat penting terutama untuk menjaga standar kualitas dan profesionalitas para Arsitek di Indonesia.

        Sebagaimana disampaikan oleh Menteri PUPR, peran Arsitek merupakan salah satu tulang-punggung pembangunan di Indonesia. Terlebih Indonesia tengah gencar melakukan berbagai pembangunan infrastruktur dari Sabang sampai Merauke, dengan struktur wilayah yang berbeda. Pembangunan infrastruktur masih menjadi salah satu program prioritas Presiden Joko Widodo dan Wapres K.H. Ma’ruf Amin. Infrastruktur menjadi modal utama untuk dapat maju dan bersaing dengan negara-negara lain di masa mendatang. Karena itu, untuk menjalankan proyek-proyek pembangunan nasional ini  Kementerian PUPR selalu melibatkan Aristek. Tanpa peran Arsitek, bangunan hanya menjadi beton dan besi yang dipasang tanpa estetika.

        Penerbitan Surat Tanda Registrasi Arsitek (STRA)

        Untuk memperoleh STRA, kandidat arsitek harus mengikuti magang paling singkat dua tahun secara terus-menerus bagi yang lulus Program Pendidikan Arsitektur, baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang disetarakan dan diakui oleh pemerintah pusat. Setelah itu, kandidat arsitek harus mengikuti uji kompetensi untuk memperoleh sertifikat kompetensi. Uji Kompetensi dilakukan sesuai Standar Kompetensi Arsitek dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

        Masa berlaku STRA adalah lima tahun dan dapat diperpanjang dengan melakukan registrasi ulang untuk jangka lima tahun ke depan. Hal tersebut merujuk pada Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2017 tentang Arsitek serta Peraturan Dewan Arsitek Indonesia Nomor 2 tahun 2021 tentang Surat tanda Registrasi Arsitek (STRA).

        Permohonan penerbitan STRA baru maupun perpanjangan STRA akan dikenakan biaya administrasi sesuai kategorinya. Untuk penerbitan baru tersedia dua pilihan jalur, yaitu jalur Pendidikan profesi dan jalur Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL). Yang dimaksud dengan jalur Pendidikan Arsitektur adalah kandidat arsitek setelah lulus dari Pendidikan formal Arsitektur selama 4 tahun, mengikuti Pendidikan Profesi (PPAr) selama 1 tahun, lalu mengikuti magang paling singkat selama dua tahun.

        Setelah melalui tahapan tersebut, kandidat arsitek harus melengkapi aplikasi dan administrasi STRA serta melampirkan sertifikat lulus uji kompetensi Arsitek. Sedangkan yang dimaksud dengan jalur Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) adalah kandidat arsitek yang telah memiliki pengalaman Kerja Praktik Arsitektur minimal selama 10 tahun, dapat mengikuti uji kompetensi Arsitek. Kandidat arsitek yang melalui jalur RPL juga harus melengkapi aplikasi dan administrasi STRA serta melampirkan sertifikat lulus uji kompetensi Arsitek.

        Untuk perpanjangan STRA, pemohon wajib melengkapi aplikasi dan administrasi STRA serta memenuhi kewajiban Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) untuk memenuhi nilai kumulatif yang diwajibkan. Saat ini layanan permohonan STRA baru dibuka untuk layanan Reaktivitasi dan Konversi bagi pemegang SKA. Penerbitan STRA baru rencananya akan dibuka dalam waktu 3 bulan mendatang.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Fajria Anindya Utami

        Bagikan Artikel: