Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Mengintip Kekuatan Militer Taliban: Bertekuknya Afghanistan dan Kaburnya Amerika

        Mengintip Kekuatan Militer Taliban: Bertekuknya Afghanistan dan Kaburnya Amerika Kredit Foto: AP Photo/Zabi Karimi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Taliban telah menguasai Kabul, Afghanistan sejak pekan lalu. Presiden Ashraf Ghani pun pada waktu yang sama telah meninggalkan negara itu.

        Keruntuhan cepat Tentara Nasional Afghanistan mengejutkan banyak orang. Jawabannya terletak pada tantangan kronis yang menjangkiti militer Afghanistan sejak awal, dari buta huruf, korupsi, ketidakmampuan, hingga salah satu masalah utama yakni kurangnya kepercayaan pada pemerintah Kabul.

        Baca Juga: Mengenal Perbedaan Hizbullah dan Taliban

        Hal itu dimanfaatkan oleh Taliban. Mereka menyelesaikan pengepungan secepat kilat di Ibu Kota. Taliban kini sangat mahir mengintegrasikan instrumen kekuasaan militer dan non-militer dalam mengejar tujuan politiknya.

        Amerika Serikat (AS) yang melatih tentara negara konflik itu selama puluhan tahun telah pergi. Pemerintah Afghanistan tidak kalah dalam pertarungan karena sebagian besar pasukan militer AS menarik diri dari negara itu.

        Sebaliknya, pasukan pemerintah dikalahkan oleh organisasi militer Taliban yang lebih adaptif itu. Taliban menggambarkan tujuan khusus dan garis upaya untuk melubangi pasukan keamanan Afghanistan dan melakukan pengepungan strategis Kabul yang dirancang untuk memaksa pemerintah menyerah.

        Melansir Atlantic Council, Taliban memiliki konsep seni operasional membentuk cetak biru untuk kampanye militer yang menerjemahkan tujuan dan strategi politik ke dalam tindakan taktis di medan perang. Sebuah kelompok tidak perlu mempelajari Clausewitz dan sejarah militer Barat, atau menghadiri perguruan tinggi staf militer modern, untuk mengembangkan seni semacam itu. Seperti yang telah ditunjukkan oleh Taliban, mereka hanya perlu mengandalkan teori kemenangan yang menyeluruh untuk memandu tindakannya.

        Saat tiba di Kabul, Taliban telah berkembang menjadi kelompok militer yang mampu maju di berbagai lini upaya. Dikutip dari The Guardian, dipredikesi kekuatan jumlah pasukan Taliban saat ini berkisar 80.000 orang.

        Puluhan ribu pejuang kini lebih terampil menggunakan sosial media daripada AK-47. Mereka akan terus mengembangkan kelompoknya dengan berbagai keuntungan yang telah didapat selama di Kabul.

        Melanjut sebelumnya, seni operasional mereka menggabungkan operasi informasi, termasuk seruan dari tetua suku di samping pesan teks dan Twitter, dengan perintah terdesentralisasi yang memungkinkan komandan lokal yang mengetahui medan dan politik di wilayah mereka untuk mengidentifikasi peluang untuk mengambil inisiatif.

        Ketika pasukan Taliban mencapai keberhasilan militer, mereka memperkuat kemajuan tersebut dengan pasukan eksploitasi cadangan bergerak —gerombolan komando dengan sepeda motor— yang memungkinkan kelompok tersebut untuk mempertahankan tempo di medan perang.

        Pada gilirannya, strategi itu memberikan kemenangan pada Taliban dan membawa kekalahan pada Afghanistan dan AS. Mengutip NPR, Carter Malkasian, seorang pengamat Afghanistan lama dan penulis "The American War in Afghanistan", menangkap poin dalam menjelaskan kejatuhan negara itu ke tangan Taliban. Taliban berjuang dengan semangat ideologis dan untuk membersihkan negara dari penjajah asing, nilai-nilai yang diabadikan dalam identitas Afghanistan.

        "Itu menghidupkan Taliban. Ini melemahkan keinginan tentara dan polisi Afghanistan. Ketika mereka bentrok, Taliban lebih bersedia untuk membunuh dan dibunuh daripada tentara dan polisi, setidaknya sejumlah besar dari mereka," katanya.

        Kemudian ada kurangnya kepemimpinan. Tentara Nasional Afghanistan berjuang untuk menemukan komandan yang memenuhi syarat untuk memimpin tentara. Selama bertahun-tahun, kami bertemu para jenderal Afghanistan yang dipuji oleh militer AS, hanya untuk mengetahui kemudian para jenderal diganti karena ketidakmampuan atau korupsi.

        Beberapa jenderal mengantongi gaji yang dimaksudkan untuk tentara. Yang lain seharusnya membeli beras terbaik untuk pasukan mereka. Sebaliknya mereka membeli yang termurah dan kualitas serendah mungkin dan mengantongi selisihnya. Yang lain lagi menjual kayu bakar yang dikeluarkan pemerintah untuk menghangatkan pasukan.

        Minimnya pendidikan menyebabkan masalah mendasar dengan tugas-tugas seperti memelihara peralatan, dari senapan hingga kendaraan, hingga memesan suku cadang.

        Dan tidak tahu cara menulis berarti para pemimpin ini bahkan tidak bisa membaca peta dengan benar. NPR bersama unit tentara Afghanistan enam tahun lalu ketika menembakkan peluru artileri ke Taliban. Itu meleset satu kilometer karena tidak bisa menemukan koordinat grid yang tepat.

        Sejumlah kelemahan tersebut cukup kronis. Hal ini justru meningkatkan kepercayaan warga dari berbagai suku hingga memberikan dukungannya ke milisi Taliban. 

        Salah satu kasus korupsi terjadi di kepolisian dan militer Afghanistan. Mengutip The Washington Post, dari 352.000 pasukan polisi dan militer yang tercatat di Afghanistan, hanya 254.000 yang bisa terkonfirmasi oleh pemerinta sebelumnya. Para pejabat Afganistan disebut menciptakan sejumlah "pasukan hantu" untuk mencatut gaji mereka. 

        Pengamat Taliban, Robert Crews, menilai kasus korupsi membuat laju pasukan Taliban semakin kuat, ditambah aksi kampanye mereka yang kerap menebar kekerasan dan ketakutan. Taliban juga diuntungkan dengan merampas bantuan persenjataan dari pemerintah Amerika Serikat buat militer Afghanistan.

        Disinyalir Taliban memperkuat persenjataannya dari menyita peralatan militer milik pasukan Afghanistan yang dipasok AS, seperti senjata, amunisi, helikopter, termasuk pesawat tempur, merujuk Time.

        Sementara itu jika dibandingkan, jumlah pasukan Afghanistan ada sekitar 300.000 tentara. Untuk tentara-tentara yang sangat terlatih jumlahnya sekitar 22.000 orang. Mereka adalah tulang punggung kekuatan tempur Afghanistan. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Muhammad Syahrianto
        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: