Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mengenal Perbedaan Hizbullah dan Taliban

Mengenal Perbedaan Hizbullah dan Taliban Kredit Foto: AP Photo
Warta Ekonomi, Jakarta -

Hizbullah adalah partai politik Muslim Syiah dan kelompok militan yang berbasis di Lebanon. Secara harfiah, kata Hizbullah bisa berarti "Partai Allah" atau "Partai Tuhan." 

Hizbullah memandang Lebanon sebagai tempat aparat keamanan, organisasi politik, dan jaringan layanan sosialnya yang luas memupuk reputasinya sebagai “negara di dalam negara.” Didirikan dalam kekacauan Perang Saudara Lebanon selama lima belas tahun, kelompok yang didukung Iran didorong oleh penentangannya terhadap Israel dan perlawanannya terhadap pengaruh Barat di Timur Tengah.

Baca Juga: Mengenal Perbedaan Mujahidin dan Taliban: Dari Perang Soviet hingga Perjuangan Afghanistan

Dengan sejarahnya melakukan serangan teroris global, sebagian Hizbullah —dalam beberapa kasus seluruh organisasi— telah ditetapkan sebagai kelompok teroris oleh Amerika Serikat (AS) dan banyak negara lain. Dalam beberapa tahun terakhir, aliansi lama dengan Iran dan Suriah telah melibatkan kelompok itu dalam perang saudara di Suriah.

Dukungannya untuk rezim Bashar al-Assad telah mengubah Hizbullah menjadi kekuatan militer yang semakin efektif. Tetapi dengan pergolakan politik Lebanon atas ketidakpuasan massa dengan kelas penguasa, dan dengan meningkatnya ketegangan AS-Iran, peran Hizbullah dalam masyarakat Lebanon mungkin berubah.

Hizbullah perlahan muncul selama perang saudara lima belas tahun di Lebanon, yang pecah pada tahun 1975 ketika ketidakpuasan yang telah lama membara atas kehadiran besar bersenjata Palestina di negara itu mencapai titik didih. Berbagai komunitas sektarian Lebanon memiliki posisi berbeda tentang sifat tantangan Palestina.

Di bawah perjanjian politik 1943, kekuatan politik dibagi di antara kelompok-kelompok agama yang dominan di Lebanon —Muslim Sunni menjabat sebagai perdana menteri, Kristen Maronit sebagai presiden, dan seorang Muslim Syiah sebagai ketua parlemen. 

Ketegangan antara kelompok-kelompok ini berkembang menjadi perang saudara karena beberapa faktor mengganggu keseimbangan yang rapuh. Populasi Muslim Sunni telah tumbuh dengan kedatangan pengungsi Palestina di Lebanon, sementara Muslim Syiah merasa semakin terpinggirkan oleh minoritas Kristen yang berkuasa.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Muhammad Syahrianto
Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: