Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pantes Hari Ini Jadi Konglomerat, Ternyata Begini Didikan Ayah Mochtar Riady!

        Pantes Hari Ini Jadi Konglomerat, Ternyata Begini Didikan Ayah Mochtar Riady! Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Konglomerat Lippo Group, Mochtar Riady lahir dalam keadaan keluarga yang miskin. Pria kelahiran 1929 ini juga tumbuh dalam era peperangan. Tetapi kini, Mochtar berhasil mendirikan kerajaan bisnis bernama Lippo Group yang telah mendunia dan menjadi salah satu bisnis terbesar di Asia Tenggara.

        Dalam video YouTube bertajuk "Mochtar Riady Q&A" di kanal Lippo Group, terungkap bahwa Mochtar telah membangun puluhan rumah sakit, tiga universitas dan lebih dari 57 sekolah. Padahal mungkin tak seorang pun yang mampu memahami seberat apa hidupnya dahulu.

        Baca Juga: Waktu Kecil Pernah Jadi Penjudi, Ini Kisah Masa Kecil Konglomerat Lippo Grup, Mochtar Riady

        Dalam bukunya, Mochtar Riady pun mengungkit kunci suksesnya yaitu 'Harmony Management'. Semuanya berawal dari sang ayah yang sangat hebat mendidiknya untuk bertanggung jawab. Tak hanya sekedar mendidik, sang ayah juga mencontohkan bagaimana bertanggungjawab atas keluarga.

        Di usia 8 tahun, Mochtar Riady pun kehilangan sang ibu yang meninggal dunia karena melahirkan. Saat itu, ayahnya baru berusia 40 tahun tetapi tidak pernah terpikirkan untuk menikah lagi. Ayahnya selalu membakar dupa dan mendoakan almarhumah istrinya.

        Ayahnya selalu menjadikan keluarga sebagai prioritas. Membangunkan Mochtar setiap pagi untuk sekolah, dan setiap pulang sekolah selalu diperdalam lagi ilmunya, terlebih dalam menulis dan membaca. Ayahnya juga membacakannya komik Tiga Negara.

        "Jadi terlihat yah, ayah saya adalah contoh baik seorang ayah yang bertanggungjawab," ujar Mochtar.

        Ayahnya juga mengajarkan bahwa kekayaan hanya bisa diraih dengan kerja keras dan perjuangan, bukan tiket lotere. Ayahnya juga mengajarkan bahwa kesuksesan dan kemiskinan sebuah negara tergantung pada pendidikan rakyatnya.

        Lebih lanjut, Mochtar bercerita bahwa kakeknya dahulu ada orang terkaya kedua di kampung halamannya. Selama 90 tahun di kampung itu tidak ada satu pun sekolah. Kemudian, kakeknya merekrut seorang guru swasta untuk mengajar di rumahnya. Setiap hari, kakeknya akan mengumpulkan anak-anak di kampung untuk belajar. Karena itulah, Mochtar ikut belajar bagaimana pentingnya berinvestasi pada pendidikan.

        Mochtar pun berujar bahwa ia berharap generasi selanjutnya dapat mengikuti langkah kakeknya agar belajar menjadi ayah, suami dan rakyat yang dapat menyebar kebajikan.

        Selain ayah dan kakeknya, sosok yang juga berjasa pada hidupnya adalah sang istri. Saat Mochtar masih menjadi CEO Bank Buana, seseorang memberikan empat batang emas kepadanya. Emas itu pun kemudian dibawa pulang olehnya untuk menyenangkan istri. Ia pun mengatakan bahwa emas itu diberikan oleh seseorang, namun ternyata istrinya tidak senang.

        "Dengan menerima hadiah ini, itu berarti kamu akan menjadi budak orang ini selamanya. Ini gak setimpal, ini pembodohan!" tukas istrinya saat ini.

        Lalu, istrinya pun meminta emas itu dikembalikan. Dari situlah Mochtar melihat betapa bijaksana istrinya.

        "Banyak orang mengatakan di balik kesuksesan lelaki hebat, ada wanita hebat di baliknya. Itu adalah benar," ujar Mochtar.

        Mochtar juga berujar bahwa ia bersyukur memiliki anak-anak yang hebat, yang bisa memberikan ide-ide brilian sehingga uang mengalir padanya.

        "Jadi sebenarnya yang kaya itu anak-anak saya, bukan saya," ujar Mochtar.

        Mochtar mengatakan bahwa ia ingin menjadi bankir yang baik, bukan menjadi bankir yang sukses. Ini karena bankir yang baik akan menaruh perhatian lebih kepada setiap sen yang keluar dan memastikannya digunakan untuk hal baik sehingga bisa memberikan return kepada customer. Bankir yang baik juga akan meringankan beban para customer-nya setiap hari.

        Pesan yang ingin disampaikan Mochtar pada generasti selanjutnya adalah milikilah tanggung jawab dan kewajiban sosial untuk sesama.

        "Sebagai WNI, saya berkewajiban untuk berkontribusi dalam pembangunan negara. Khususnya, pendidikan dan kesehatan," tukas Mochtar.

        Pada era industri ekonomi digital seperti saat ini, Mochtar berharap generasi selanjutnya dapat beradaptasi terhadap perubahan. Karena, jika tidak memberikan perhatian lebih terhadap perubahan di sekitar kita, bisnis yang dijalani hari ini dapat menjadi 'sunses industry' yakni bisnis yang tidak lagi berkembang.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Fajria Anindya Utami
        Editor: Fajria Anindya Utami

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: