Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kabinet Baru Tanpa Perempuan, Taliban: Rakyat Dilarang Protes

        Kabinet Baru Tanpa Perempuan, Taliban: Rakyat Dilarang Protes Kredit Foto: Reuters
        Warta Ekonomi, Kabul -

        Taliban akhirnya mengumumkan kabinet rezimnya, setelah berhasil menguasai ibu kota Kabul, beberapa pekan lalu.

        Namun, nama-nama itu dianggap terlalu eksklusif dan tanpa representasi perempuan. Warga lantas menyuarakan protes dan mendapat jawaban berupa timah panas.

        Taliban telah mengeluarkan sejumlah nama yang akan mengisi posisi jabatan tertinggi dalam pemerintahan baru di Afganistan.

        Meski begitu, nama-nama yang diumumkan untuk memimpin negara baru yang disebut Taliban sebagai Emirat Islam Afganistan itu menuai kontroversi masyarakat dunia.

        Pasalnya, terdapat sejumlah nama veteran Taliban yang masuk daftar hitam PBB. Salah satunya adalah Mullah Mohammad Hassan Akhund, yang kini ditunjuk sebagai Perdana Menteri.

        Hassan sebelumnya menjabat sebagai menteri senior ketika rezim Taliban menguasai Afganistan di tahun 1990 dengan brutal dan represif.

        Selain itu, Taliban tidak menunjukkan adanya itikad untuk mewujudkan janjinya membentuk pemerintahan yang inklusif dan mewakili setiap etnis di negara tersebut.

        Posisi-posisi tertinggi kini diisi oleh para tokoh kunci Taliban dan jaringan Haqqani — divisi Taliban yang dikenal kerap melancarkan serangan mematikan.

        Tidak satu pun dari nama-nama yang ditunjuk untuk memimpin pemerintahan baru itu adalah perempuan.

        "Kami akan coba untuk memilih pejabat dari wilayah lain,” sebut juru bicara Taliban, Zabiullah Mujahid, setelah pengumuman nama-nama petinggi pemerintahan dalam konferensi pers yang digelar di Kabul, Selasa (7/9/2021).

        Zabiullah berdalih, struktur pemerintahan yang baru diumumkan ini masih bersifat interim.

        Menilai aksi, bukan kata-kata

        Struktur pemerintahan Taliban yang baru diumumkan diakui pemerintah Amerika Serikat (AS) cukup mengkhawatirkan.

        Namun, AS menyatakan hanya akan memberi penilaian dari tindakan yang akan dilakukan, termasuk membiarkan warga Afganistan pergi dengan bebas.

        "Kami melihat daftar nama yang diumumkan secara ekslusif berisikan anggota Taliban atau rekan terdekat dan tidak ada satu pun perempuan. Kami juga memberi catatan terhadap sejumlah rekan mereka dan rekam jejak sejumlah anggota,” ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, ketika Menteri Luar Negeri Antony Blinken menggelar pertemuan tentang Afganistan di Qatar.

        "Kami mengerti Taliban telah menunjukkan struktur ini sebagai kabinet pemerintahan. Namun, kami akan menilai Taliban dari tindakannya, bukan kata-katanya.”

        Kemenlu AS kembali meminta Taliban untuk memberikan jalur aman bagi warga AS dan Afganistan yang ingin keluar dari negara itu.

        Blinken sebelumnya mengatakan bahwa Taliban sudah bekerjasama selama warga tersebut memiliki dokumen perjalanan, meski para politisi partai Republik dan sejumlah aktivis menuding masih ada hambatan bagi pesawat charter.

        Taliban yang baru, sama dengan Taliban yang lama? Tidak lama setelah daftar pejabat Taliban diumumkan, Hibatullah Akhundzada, pemimpin tertinggi rahasia Taliban yang belum pernah terlihat di muka publik sebelumnya, mengeluarkan pernyataan bahwa pemerintahan yang baru akan "bekerja keras untuk menegakkan aturan Islam dan hukum syariah.”

        Mullah Yaqoob, anak laki-laki pendiri Taliban dan mantan pemimpin tertinggi Mullah Omar, ditunjuk untuk menjabat sebagai menteri pertahanan, sementara posisi menteri dalam negeri diisi oleh Sirajuddin Haqqani, pemimpin jaringan Haqqani.

        Salah satu pendiri Taliban, Abdul Ghani Baradar, yang ikut mengawasi penandatanganan perjanjian penarikan pasukan AS dari Afganistan, ditunjuk menjadi deputi untuk Hassan.

        Sementara Amir Khan Mutaqqi ditunjuk menjadi menteri luar negeri. "Ini tidak inklusif sama sekali, dan bukan hal yang mengejutkan juga sebenarnya,” sebut Michael Kugelman, pakar Asia Timur Woodrow Wilson International Center for Scholars.

        "Taliban selama ini tidak pernah mengisyaratkan posisi kabinet kementeriannya akan diisi pihak lain, selain mereka sendiri,” imbuhnya.

        Warga Afganistan ketakutan Gelombang protes dari masyarakat pun bermunculan di wilayah Afganistan selama sepekan terakhir akibat adanya kekhawatiran bahwa rezim Taliban yang menjabat saat ini tidak akan jauh berbeda dari rezim kepemimpinan yang brutal dan penuh penindasan, seperti sebelumnya.

        Ratusan orang yang berkumpul dalam sejumlah aksi demo di Kabul, Selasa (7/9), menolak kepemimpinan rezim Taliban saat ini mendapat tembakan timah panas saat berupaya dibubarkan oleh pasukan keamanan Taliban.

        Sementara di Herat, ratusan demonstran berbaris membawa poster dan mengibarkan bendera Afganistan, meneriakkan "kemerdekaan.”

        Tidak lama setelahnya, dua jenazah dibawa dari lokasi unjuk rasa ke rumah sakit pusat kota Herat. "Mereka semua mengalami luka tembak,” sebut salah seorang dokter kepada AFP, yang identitasnya dirahasiakan demi alasan keamanan.

        Aksi unjuk rasa juga digelar di sejumlah kota kecil dalam beberapa hari terakhir yang meminta perempuan turut dilibatkan dalam pemerintahan yang baru.

        Taliban: Warga jangan protes!

        Pascapemberontakan yang dilakukan selama 20 tahun, Taliban yang sedang memasuki tahap transisi dari kelompok militar ke struktur pemerintahan, kini memiliki tugas kolosal untuk memimpin Afganistan yang mengalami kejatuhan ekonomi dan tantangan keamanan — termasuk dari ancaman Islamic States (IS) di negara tersebut.

        "Sampai kantor pemerintahan baru dibuka, dan aturan untuk berunjuk rasa sudah dijelaskan, tidak ada seorang pun yang boleh protes,” tegas juru bicara Taliban. Taliban disebutnya tidak akan memberi toleransi kepada siapa pun yang menolak kepemimpinan mereka.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: