Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Alasan yang Bikin Banyak Kaum Muda Khawatir tentang Perubahan Iklim, Siapa yang Tanggung Jawab?

        Alasan yang Bikin Banyak Kaum Muda Khawatir tentang Perubahan Iklim, Siapa yang Tanggung Jawab? Kredit Foto: Unsplash/Macau Photo Agency
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Sebuah survei global terbaru memperlihatkan kecemasan tinggi yang dialami kaum muda tentang perubahan iklim. Dalam survei berbeda, 89% warga Indonesia mengaku sangat khawatir akan nasib generasi mendatang.

        Nyaris 60% anak muda yang disurvei berkata mereka merasa khawatir atau sangat khawatir.

        Lebih dari 45% dari responden juga mengatakan perasaan tentang keadaan iklim ini memengaruhi kehidupan sehari-hari mereka.

        Tiga per empat dari seluruh responden mengaku masa depan tampak menakutkan. Lebih dari separuh (56%) mengatakan umat manusia tengah menghadapi kehancuran.

        Dua per tiga dilaporkan merasa sedih, takut, dan cemas. Banyak yang merasa khawatir, marah, putus asa, sedih, dan malu -- namun juga penuh harap.

        Seorang responden berusia 16 tahun berkata: "Ini berbeda untuk anak-anak muda — bagi kami, kerusakan planet adalah hal yang personal."

        Survei yang melibatkan 10 negara ini dipimpin oleh Universitas Bath dan bekerjasama dengan lima universitas lain.

        Penelitian didanai oleh kelompok kampanye dan riset Avaaz. Survei ini disebut-sebut sebagai yang terbesar, dengan responden sebanyak 10.000 orang di usia antara 16-25 tahun.

        Sebagian besar responden mangaku mereka merasa tak punya masa depan, umat manusia di ambang kehancuran, dan pemerintah gagal merespon ancaman iklim dengan baik.

        Banyak pula yang merasa dikhianati, diabaikan, dan tidak dipedulikan oleh para politisi dan orang dewasa.

        Para penulis survei mengatakan anak-anak muda ini merasa bingung dengan kegagalan tindakan para pemerintah. Mereka berkata, ketakutan atas lingkungan "memengaruhi banyak sekali anak muda".

        Stress kronis karena perubahan iklim, menurut mereka, meningkatkan risiko permasalahan mental dan fisik.

        Dan jika keadaan cuaca semakin memburuk, dampak terhadap kesehatan mental akan mengikuti.

        Saya cemas, takut rumah kebanjiran

        Dalam survei berbeda yang diadakan di Indonesia, sebanyak 89% responden mengatakan sangat khawatir akan dampak perubahan iklim.

        Ada 85% orang yang mengatakan bahwa isu iklim penting bagi kehidupan mereka, dan bisa memberi dampak buruk secara langsung pada diri mereka sendiri (66%) dan generasi mendatang (74%).

        Mereka yang merasa khawatir rata-rata tinggal di area yang rawan akan bencana alam, seperti Jakarta, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan.

        Meski begitu, hanya 23% yang meyakini manusia sepenuhnya bertanggung jawab atas perubahan iklim.

        Sisanya percaya bahwa hal-hal lain memberi pengaruh pada terjadinya bencana alam, seperti 'hukuman dari Tuhan' (44%), 'peringatan Tuhan' (24%), dan penggunaan bahan bakar fosil di Indonesia (21%).

        Serupa dengan survei global Avaaz, mereka yang berada di Indonesia juga mengaku perubahan iklim dan bencana alam telah memberi dampak negatif pada kehidupan.

        Sebanyak 54% mengatakan perubahan iklim memengaruhi kesehatan fisik, dan 41% menuturkan adanya tekanan emosional dan kecemasan akan nasib diri dan keluarga.

        "Saat hujan, saya merasa sangat cemas, takut kalau rumah akan kebanjiran," kata seorang responden.

        Hanya 76% mengatakan pemerintah Indonesia harus bertindak untuk membuat perubahan.

        Survei Indonesians & Climate Change ini diadakan oleh Purpose Climate Lab, dengan 2.073 responden dari 27 wilayah perkotaan dan pedesaan di Indonesia secara daring dan luring.

        Survei global ini juga menyebut bahwa anak-anak muda merasa sangat terdampak akan ketakutan soal iklim secara psikologis, sosial, dan fisik.

        Penulis utama survei ini, Caroline Hickman dari Universitas Bath, berkata kepada Roger Harrabin dari BBC News: "Ini menunjukkan bahwa kecemasan akan alam bukan hanya karena kerusakan lingkungan saja.

        "Tapi tak bisa dihindari, sangat berkaitan dengan ketiadaan tindakan para pemerintah tentang perubahan iklim.

        "Anak-anak muda merasa diabaikan dan tidak dipedulikan oleh pemerintah.

        "Kami tidak hanya mengukur bagaimana perasaan mereka, namun apa pemikiran mereka. Empat dari 10 orang merasa ragu untuk memiliki anak.

        "Para pemerintah harus mendengarkan ilmu pengetahun dan tidak mengabaikan suara anak-anak muda yang merasa cemas."

        Para penulis laporan yang akan diterbitkan di jurnal Lancet Planetary Health ini mengatakan, tingkat kecemasan terlihat lebih tinggi di negara-negara dengan pemerintahan yang membuat aturan lemah tentang perubahan iklim.

        Kekhawatiran paling besar berasal dari belahan Bumi di bagian selatan. Negara terkaya dengan responden yang memiliki tingkat kecemasan tertinggi adalah Portugal, yang beberapa tahun terakhir mengalami beberapa kali kebakaran hutan.

        Tom Burke dari lembaga pemikir e3g berkata kepada BBC News: "Sangat rasional bagi anak-anak muda untuk merasa khawatir.

        "Mereka tidak hanya membaca tentang perubahan iklim melalui media — namun merasakannya terjadi di depan mata."

        Para penulis laporan juga meyakini bahwa kegagalan para pemerintah dalam merespon perubahan iklim bisa disebut sebagai kejahatan di bawah peraturan tentang hak asasi manusia.

        Enam anak muda di Portugal telah menyeret pemerintah mereka ke pengadilan dengan tuntutan pelanggaran HAM.

        Survei ini dilakukan oleh lembaga analisis data Kantar di Inggris, Finlandia, Prancis, AS, Australia, Portugal, Brasil, India, Filipina, dan Nigeria.

        Saat ini, penelitian tersebut sedang dalam tinjauan sejawat dengan akses yang terbuka.

        Para peneliti juga mengaku merasa terkejut dengan skala kecemasan para responden.

        Salah seorang di antaranya, misalnya, berkata, "Saya tidak ingin mati, tapi saya juga tidak ingin hidup di dunia yang tidak peduli pada anak-anak dan hewan."

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: