Studi Terbaru Facebook: Indonesia Akan Memiliki 165 Juta Konsumen Digital di Akhir 2021
Ekonomi digital di Asia Tenggara terus berkembang seiring dengan peningkatan konsumen digital yang menggunakan perangkat mobile, serta transaksi online pada kategori produk yang lebih luas.
Hal ini diungkap dalam laporan tahunan Facebook dan Bain & Company yang bertajuk SYNC Southeast Asia yang mendalami tentang tren ekonomi digital dan masa depan e-commerce di kawasan ini, termasuk Indonesia.
Baca Juga: Pertama di Indonesia, digibank by DBS Luncurkan Kartu Kredit Digital dengan Approval 60 detik
Studi ini dilakukan berdasarkan survei kepada sekitar 16.700 konsumen digital dan wawancara dengan lebih dari 20 CXO di enam negara di Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
Konsumen digital yang disurvei adalah mereka yang telah melakukan transaksi online setidaknya untuk dua kategori produk dalam tiga bulan terakhir dan berusia di atas 15 tahun.
Menurut Bain & Company, pertumbuhan konsumen digital di Asia Tenggara diperkirakan akan mencapai 350 juta pada akhir 2021, meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya, sekitar 310 juta pada akhir 2020. Artinya, hampir 80 persen konsumen Asia Tenggara akan beralih ke digital pada akhir tahun ini.
Sementara di Indonesia sendiri, akan ada 165 juta konsumen digital pada akhir tahun ini, dibandingkan 144 juta tahun lalu.
Lebih lanjut, konsumen di Indonesia tidak hanya berbelanja lebih banyak secara online seperti yang diperkirakan pada 2020, namun semakin banyak dari mereka (48 persen) yang menggunakan platform online sebagai sarana utama untuk melakukan pembelian. Mereka terbuka untuk menemukan produk dan layanan baru di mana 56 persen mengatakan mereka tidak tahu apa yang ingin mereka beli ketika mereka sedang online dan 44 persen mengatakan mereka telah mencoba toko online baru tahun ini yang belum pernah mereka ketahui sebelumnya.
Selain itu, mereka juga membeli lebih banyak kategori secara online, yang mana disebutkan oleh responden survei bahwa mereka kini membeli secara online dengan rata-rata 8,8 kategori - 70 persen lebih tinggi dari rata-rata 5,1 yang terlihat pada 2020.
“Melihat perjalanan belanja online konsumen Indonesia dan gaya hidup digital yang semakin berkembang, sangatlah penting bagi kita untuk mengatur kembali strategi untuk berinteraksi dengan konsumen. Langkah ini menghadirkan peluang bagi bisnis untuk membangun merek mereka dan terhubung dengan konsumen dalam hal yang paling penting bagi mereka. Di Facebook, kami menghadirkan solusi bagi bisnis untuk membantu orang dengan mudah menemukan dan membeli hal-hal yang mereka sukai,” ujar Pieter Lydian, Country Director untuk Facebook di Indonesia.
Studi ini menunjukkan potensi besar untuk membangun loyalitas dan pertumbuhan merek lantaran pasar ecommerce masih terpecah. Pada 2021, konsumen yang cakap melihat-lihat di 8,2 situs web berbeda sebelum membuat keputusan pembelian -- peningkatan yang drastis jika dibandingkan dengan rata-rata 5,1 situs pada 2020.
Konsumen kini menjadi lebih sadar lingkungan dengan 93 persen dari mereka yang disurvei mengatakan mereka bersedia membayar lebih untuk produk berkelanjutan dan bertanggung jawab secara sosial, dan 82 persen konsumen bersedia membayar lebih hingga 10 persen untuk produk tersebut. Faktanya, dampak lingkungan disebut sebagai salah satu dari tiga alasan utama konsumen Asia Tenggara untuk beralih ke merek lain.
Gaya hidup home-centric sudah semakin mengakar di Indonesia. Laporan ini memprediksi bahwa sekitar 85 persen waktu yang dihabiskan untuk makan di rumah dari jasa antar makanan diperkirakan akan tetap ada pasca pandemi.
Sekitar 74 persen waktu yang dihabiskan "di rumah" akan tetap berlanjut, demikian pula dengan 76 persen waktu yang dihabiskan untuk berbelanja online di rumah. Sebanyak 66 persen responden mengatakan mereka berharap untuk bekerja dari rumah bahkan setelah situasi membaik.
Fase pencarian menjadi tahapan yang sangat penting karena 83 persen sarana pembelian yang digunakan orang untuk menemukan apa yang harus mereka beli adalah online dan hanya 17 persen sarana offline yang digunakan.
Dalam hal menilai pertimbangan, 85 persen saluran yang digunakan untuk menemukan lebih banyak informasi tentang suatu produk atau layanan adalah online. Saluran digital kini memperoleh porsi 56 persen dari keseluruhan transaksi, dengan 44 persen sisanya lewat sarana offline. Media sosial tetap menjadi saluran teratas untuk fase pencarian di Indonesia, terutama untuk video di media sosial (19 persen).
“Temuan ini menunjukkan fakta bahwa sekarang adalah saat yang tepat bagi merek untuk berani dan kreatif dalam bereksperimen dengan cara-cara baru untuk bertemu dan ditemukan oleh konsumen digital. Kami berharap dapat berperan secara positif dalam mendukung bisnis di Indonesia untuk bereksperimen dengan fitur jual-beli seperti Shops untuk membantu mereka mendirikan etalase gratis yang dapat diakses oleh konsumen dengan mudah di Facebook dan Instagram, atau dengan fitur Reels yang menawarkan cara baru dalam menciptakan dan menemukan video singkat yang menghibur di Instagram,” tambah Pieter.
Selanjutnya, laporan ini menemukan bahwa lebih dari 80 persen dana perusahaan modal ventura mengalir ke sektor internet dan teknologi, khususnya Fintech, EdTech, dan HealthTech. Laporan menunjukkan bahwa disrupsi mungkin lebih terlihat pada sektor kesehatan dan pendidikan karena kedua sektor berkembang pesat untuk beradaptasi dengan kebiasaan konsumsi konsumen di rumah, seperti kegiatan belajar mengajar di rumah dan telemedicine.
“Masa-masa pengambilan keputusan yang gesit selama satu tahun terakhir ini tentu membuahkan hasil bagi pemilik merek dan platform, terlebih karena Indonesia memiliki populasi konsumen digital terbesar di Asia Tenggara. Nilai transaksi bruto (GMV) e-commerce tumbuh lebih dari 60% setiap tahun dan harapannya akan lebih banyak ruang untuk pertumbuhan ritel digital seiring dengan semakin banyak konsumen yang berbelanja online,” ujar Edy Widjaja,
Partner dari Bain & Company menyebut saatnya telah tiba bagi perusahaan produk konsumen untuk memanfaatkan perubahan paradigma perilaku konsumen di Indonesia. Pemilik merek yang paling sukses akan fokus pada strategi untuk memanfaatkan ledakan digital pasca pandemi di kawasan ini dan melindungi diri mereka dari disrupsi digital berikutnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Adrial Akbar
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: