Pidato Presiden pada 16 Agustus 2021 lalu menyebutkan beberapa point penting mengenai pemulihan ekonomi pascapandemi COVID-19. Dalam lingkup makro, pemerintah optimis inflasi mampu tumbuh di kisaran 5,0 sampai 5,5 persen. Keoptimisan tersebut menimbulkan berbagai pertanyaan tentang inflasi yang dikatakan Jokowi.
Peneliti Center of Macroeconomics and Finance INDEF, Agus Herta Sumarto mengatakan, dalam teori ekonomi makro inflasi itu menggambarkan tiga hal yang saling berkaitan, pertama menggambarkan aktivitas ekonomi, kedua menggambarkan nilai uang dan ketiga menggambarkan daya beli masyarakat.
Ia lebih lanjut menjelaskan melihat perkembangan inflasi dengan membandingkan dua periode antara pemerintahan SBY dengan Jokowi akan terlihat perbedaan yang sangat signifikan. Baca Juga: Sama Dengan Minggu Lalu, BI Prediksi Inflasi Pekan ini 0,01%
“SBY kita melihat inflasi memang cukup tinggi ya rata-rata sekitar 5% namun ketika periode Jokowi ini inflasinya mulai turun bahkan rata-rata kalau kita keluarkan yang 2020 misalkan, itu inflasinya rata-rata 3% dan bahkan itu akan menjadi inflasi terendah dalam sejarah Indonesia di bawah 2%,” ucap Agus.
Lebih jauh Agus menerangkan jika usulan untuk kenaikan inflasi ini bukan suatu hal yang baru. Kenaikan inflasi ini menurutnya sudah lama digaungkan agar Bank Indonesia dan pemerintah sedikit melonggarkan ‘inflasi’.
“Karena kita meyakini kita merasa bahwa inflasi. Yang terjadi saat ini kan rendah sekali, kalau kita melihat entah ini disengaja atau tidak ya bahwa kalau kita melihat rezim Jokowi ini lebih menitikberatkan pada menjaga daya beli masyarakat orientasinya adalah pemerataan mungkin ya,” ungkapnya.
Ia menambahkan keadaan perekonomian saat ini berkontradiksi dengan pernyataan Jokowi di awal pemerintahan yang menyebutkan ingin menunjang perekonomian. Baca Juga: Akademisi Bongkar Taktik Reshuffle Ala Presiden Jokowi: Kalau Ada yang Berisik dan Bandel, Ditarik
“Kalau memang terkait itu masih konsisten dengan apa yang beliau sampaikan pada awal pemerintahan, maka seharusnya inflasi itu tinggi karena sebagaimana yang tadi sempat di singgung kalau ekonomi makro kita menggunakan hubungan positif jika ingin menggenjot perekonomian ekonomi,” ungkapnya.
Agus juga mengatakan inflasi harus lebih tinggi karena angkanya kini lebih rendah. Ia mengartikan jika Jokowi mengakui bahwa roda perekonomian Indonesia saat ini tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Target perekonomian tinggi tidak tercapai sehingga perlu mendorong pertumbuhan ekonomi melalui inflasi.
“Kalau pertumbuhan ekonomi kita dorong maka otomatis konsekuensinya adalah inflasi tinggi. Itu berarti uang bertambah banyak, permintaan meningkat sehingga harga juga meningkat. Itu sudah hukum alam,” sambung Agus.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Editor: Fajar Sulaiman