Pesatnya perkembangan teknologi digital menuntut berbagai perusahaan untuk melakukan tranformasi digital.
Hal itu dilakukan tidak hanya untuk meningkatkan efisiensi dalam proses bisnis, tapi juga sebagai salah satu stategi untuk dapat bersaing dengan pendatang baru yang sudah fully digital.
Di sektor industri jasa keuangan, saat ini sudah tidak asing lagi dengan keberadaan perusahaan Financial Technology (Fintech) dan Neo Bank.
Fintech boleh dibilang bukan sebagai kompetitor, karena segmen yang digarap sangat berbeda, fintech menyasar masyarakat unbankable. Tapi untuk Neo Bank, dapat menjadi kompetitor sejati, karena memiliki bisnis layaknya bank dan beroperasi penuh secara digital.
Neo Bank menjalankan bisnisnya secara digital, termasuk bisnis inti yang dimiliki seperti loan and saving.
Keunggulannya, selain dapat menjalankan proses bisnisnya dengan efisien, bank digital juga memiliki seluruh detil transaksi yang terjadi, yang dapat menjadi data yang sangat penting untuk mengembangkan bisnis yang dimiliki.
Anabatic Digital Raya, sebagai anak perusahaan dari Anabatic Technologies melihat secara secara holistik tantangan digitalisasi perbankan guna menghadapi era digital dan siap mendukung industri perbankan di Indonesia untuk bertransformasi secara keseluruhan.
Demikian diungkapkan oleh Nugraha Santosa, Presiden Direktur Anabatic Digital Raya dalam wawancara baru-baru ini
Nugraha memberikan contoh, di negara maju, perbankan telah membuat mobile app dan menyediakan berbagai produk perbankan yang dapat diakses secara digital. Bahkan melalui mobile banking, kustomer dapat mengajukan berbagai kredit yang diinginkan, seperti modal usaha, atau kredit rumah.
Aplikasi seperti itu, menurut Nugraha adalah salah satu contoh bentuk Super App, yang seharusnya dikembangkan oleh perbankan di Indonesia. Jadi menurutnya, transformasi digital itu dilakukan end-to-end, terutama mendigitalisasi bisnis inti atau produk utama yang diberikan oleh bank.
Selain itu yang tidak kalah penting adalah mobile banking juga harus dipersolanisasi. Itu dapat dilakukan semisal customer ingin mencari rumah, dengan hanya membuka mobile banking, keinginan mereka sudah dapat ditangkap oleh bank.
Setelah customer memilih produk misalnya, akan langsung masuk ke produk KPR. Setelah itu bank bisa langsung mengecek saldo nasabah dan mengetahui rekam jejaknya dan semua dapat dilakukan customer tanpa perlu keluar dari aplikasi.
Nasabah dapat langsung meng-upload persyaratan, seperti pendapatan, KTP dan proses akan lebih singkat. Dengan super app perbankan bisa langsung juga menawarkan produk yang lain seperti asuransi, arsitektur kepada customer tersebut.
Hal-hal seperti itu, dengan digital analitic adalah hal yang mudah dilakukan. Membangun super app seperti itu memang tidak dapat sembarangan dilakukan.
Karena menyentuh bisnis inti dari sebuah bank, maka harus dilakukan dengan aman dan tidak boleh gagal setiap kali melakukan proses. Selain itu juga harus mudah, nyaman, dan dapat diandalkan.
“Bank diharapkan memiliki produk-produk inovatif dan menjadi yang utama, jika ingin dihubungkan dengan marketplace tentunya boleh-boleh saja. Sistem pembayaran juga sebaiknya masuknya dari perbankan dan ini bisa kita katakan sebagai super app perbankan.”
Satu lagi, yang harus dilakukan bank dalam melakukan transformasi adalah membentuk saluran omnichannel. Kalau hanya menyediakan berbagai saluran transaksi, seperti ATM, internet banking, dan mobile banking, itu dapat kita sebut multi channel.
Sedangkan omnichannel itu adalah ketika customer melakukan transaksi di di bank, ATM, mobile banking maupun channel lainnya.
Nugraha memberikan contoh, omnichannel yang ideal itu, saat seorang customer melakukan suatu transaksi dengan Internet misalnya, dan belum selesai, maka customer bisa melanjutkan di mobile, ATM atau cabang.
Cara kerja dari omnichannel itu bisa berpindah-pindah ke channel manapun, mulai dari channel A ke channel manapun, transaksi di channel A dan berakhir di channel manapun, dan customer akan tetap mendapatkan pengalaman perbankan yang sama.
“Sebagai contoh, misal customer harus berkunjung kecabang dan saat itu terjadi antrian cukup panjang. Bank dengan segera harus dapat memberikan alternatif layanan seperti internet banking,".
"Apapun jenis transaksi yang diinginkan misalnya transfer, setor tunai, cek saldo, semuanya dapat dilakukan melalui mobile banking dan dapat diakhiri di cabang manapun, sehingga nasabah bisa melakukan transaksi di berbagai channel dengan pengalaman perbankan yang sama dengan data yang komprehensif.” rinci Nugraha.
Diakui oleh Nugraha, beberapa bank basar di Indonesia sudah mulai melakukan transformasi digital dengan benar secara bertahap namun belum terlalu mengarah kepada bisnis inti. Karena resiko tinggi, seperti akan mengganggu binsis, teknologi, dan bahkan biaya yang tidak sedikit.
“Pelaksanaan migrasi core itu bisa berlangsung antara 2-3 tahun. Tapi itu bisa dilakukan secara bertahap misalnyadengan strategi, depan, tengah dan belakang. Dengan omnichannel, bank dapat memberikan berbagai pilihan channel kepada para customernya dan dapat mereka dapat melakukan operasi perbankan yang sama, melalui situs web, aplikasi seluler, call center, cabang bank, atau channel lain yang tersedia,"
"Omnichannel akan memberikan berbagai implikasi yang positif seperti peningkatan layanan kepuasan pelanggan, peningkatan dalam pengumpulan data, sinkronisasi data dan hemat waktu dan keamanan.
Saat ini momentum untuk melakukan transformasi digital bagi bank sudah tepat dan harus segera dilakukan dan pada akhirnya dapat mendorong efisiensi dan kemudahan, baik bagi bank maupun nasabah.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat