Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pemanfaatan Twitter sebagai Informasi Real Time saat Bencana Alam

        Pemanfaatan Twitter sebagai Informasi Real Time saat Bencana Alam Kredit Foto: Twitter
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ketika cuaca ekstrem melanda dunia, orang-orang mengunjungi Twitter untuk melihat dan membicarakan peristiwa bencana alam yang akan, sedang, dan telah terjadi. Twitter yang didukung dengan insight dan analisa; percakapan real-time di Twitter dapat dimanfaatkan untuk memberikan peringatan dini, penyediaan bantuan, dan pemantauan situasi di lapangan.

        Melalui sebuah pers rilis pada Rabu, (29/9), Twitter mengabarkan dengan ini menyediakan akses programatik ke data Twitter kepada perusahaan dan pengguna lewat API (antarmuka pemrograman aplikasi) yang memungkinkan orang-orang untuk mengembangkan aplikasi dan perangkat agar konsumen bisa mendapatkan insight dari Twitter.

        Baca Juga: Hadirkan Fitur Terbaru! Kini Twitter Bisa Beri dan Terima Tip Bitcoin

        Dengan terjadinya bencana alam seperti  banjir di Jakarta, kebakaran hutan di Australia, dan Topan Hagibis di Jepang, Twitter bekerja sama dengan Peta Bencana dan Mitra Resmi Twitter lainnya, yaitu Brandwatch untuk membantu komunitas lokal memahami tren berdasarkan data percakapan.

        Head of Marketing, Twitter Developer Platform, Amy Udelson, mengatakan bahwa Twitter tidak hanya menjadi tempat berbagi informasi, menggalang dana, atau memberikan dukungan satu sama lain. Tweet juga menjadi sumber data sosial yang digunakan untuk memahami isu perubahan dan krisis iklim secara lebih luas.

        "Tweet juga dimanfaatkan untuk membantu para pembuat kebijakan dalam menanggapi keadaan darurat iklim di masa depan," kata Amy.

        Bekerja sama dengan Design I/O, studio kreatif terkemuka, Twitter meluncurkan laman web interaktif untuk melihat bagaimana percakapan berkembang di Twitter ketika cuaca ekstrem sedang terjadi.

        Amy menjelaskan sebelum bencana/cuaca ekstrem terjadi, bahkan sebelum fenomena terjadi di suatu area, orang-orang sudah mulai menge-Tweet tanda-tanda terjadinya bencana alam. Misalnya: ketinggian air yang mulai meningkat, atau suhu yang lebih kering dan lebih panas dari biasanya. Orang-orang juga menge-Tweet persiapan yang mereka lakukan, seperti menyiapkan tempat tinggal atau lingkungan sekitar mereka dalam menghadapi kemungkinan terjadinya kebakaran, atau membuat struktur bangunan sebagai pertahanan banjir atau badai.

        Lebih lanjut, ketika bencana/cuaca ekstrem terjadi, saat dampak cuaca ekstrem mulai dirasakan oleh orang-orang, peringatan dini melalui percakapan di Twitter mulai terlihat. Pada masa darurat bencana, volume percakapan di Twitter meningkat drastis saat orang-orang menge-Tweet tentang apa yang mereka alami secara real-time.

        Lalu sesudah bencana/cuaca ekstrem percakapan di Twitter mulai beralih ke topik-topik seputar bantuan kemanusiaan. Misalnya, penggalangan donasi untuk persediaan kebutuhan pokok, misi penyelamatan atau bantuan medis, serta donasi finansial untuk membantu orang-orang yang terkena dampak.

        "Para pengembang terus menginspirasi kami dengan cara mereka membantu orang-orang yang terkena dampak selama bencana alam berlangsung. Visualisasi #ExtremeWeather menunjukkan hal-hal yang bisa dicapai ketika pengembang dan mitra komunitas kami memanfaatkan Twitter API dan mengaplikasikan insights untuk kepentingan publik," ucap Amy.

        Banyaknya peristiwa cuaca ekstrem juga terlihat dalam percakapan publik di Twitter. Sampel Tweet berbahasa Inggris dari 2013 hingga 2020 menunjukkan bahwa penyebutan "perubahan iklim" mengalami pertumbuhan rata-rata 50% setiap tahunnya.

        Percakapan ini memiliki pengaruh besar. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana para aktivis lingkungan melakukan percakapan di Twitter untuk meningkatkan kesadaran publik terhadap krisis iklim, mengatur komunitas mereka, dan terhubung dengan orang orang yang passionate untuk melindungi bumi ini.

        "Kami harap pencapaian ini dapat terus menginspirasi terjadinya percakapan, meningkatkan kesadaran, serta menghubungkan mereka yang passionate terhadap isu perubahan iklim dan upaya bantuan bencana," kata Amy.

        Dengan memanfaatkan sejumlah besar data percakapan publik di Twitter, para pengembang memiliki peluang untuk menciptakan solusi yang dapat membantu komunitas lokal selama cuaca ekstrem tak terduga berlangsung, atau mempelajari sentimen publik terhadap perubahan iklim secara objektif.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Nuzulia Nur Rahma
        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: