Banyak sekolah mulai menerapkan pertemuan tatap muka alias PTM. Banyak anak yang senang digelarnya PTM. Tak terkecuali kedua anak Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim. Kata Nadiem, kedua anaknya kini jadi lebih ceria dan semangat. Melihat perubahan kedua anaknya tersebut, eks Bos Gojek itu, mengaku terharu dan hampir menangis.
Momen saat kedua putrinya mulai masuk sekolah itu diunggah Nadiem di akun Instagram pribadinya @nadiemmakarim, Jumat (1/10) lalu. Tampak Solara Franklin Makarim, putri pertama Nadiem, bersama sang adik yang selisih umur satu tahun, melihat kegiatan belajar di dalam ruangan. Keduanya yang membelakangi kamera tampak anteng melihat anak-anak lain melakukan aktivitas dalam ruangan.
Baca Juga: Hasil Tes PPPK Bukan Indikator Utama, PAN Minta Menteri Nadiem Luluskan Semua Guru Honorer
“Saya hampir menangis melihat kedua anak saya kembali sekolah untuk mengikuti PTM Terbatas,” tulis Nadiem, dalam keterangan foto yang diunggahnya.
Kata dia, sejak masuk sekolah, kedua putrinya terlihat lebih ceria. Perilakunya pun menjadi lebih tenang dan santun. Nadiem memahami, ada ancaman yang membayangi kedua putrinya karena pandemi masih berlangsung. “Tapi, sebagai orang tua, saya memilih untuk memprioritaskan perkembangan dan kebahagiaan mereka,” ujarnya.
Sampai tadi malam, unggahan Nadiem tersebut mendapat 24.817 tanda suka. Sebanyak 487 lainnya, menuliskan komentar.
Sebagian mendukung keputusan Nadiem memulai kembali PTM.
“Setuju, Pak. Prioritas anak itu perkembangan dan kebahagiaan. Yang penting protokol ketat,” ujar @taniawardhani. “Saya juga. Rasanya bahagia lihat anak belajar tatap muka lagi di sekolah,” timpal @mybaran.
Akun @ulirizky merasakan juga perubahan pada perilaku anaknya yang sudah mulai belajar tatap muka di TK B.
“Sekarang anak saya lebih ceria dan lebih semangat belajar. Anak-anak tak hanya butuh orangtua di rumah. Tapi juga teman-temannya,” ungkapnya. “Apa yang dirasakan Mas Menteri dirasakan juga emak-emak di seluruh Indonesia,” timpal @rizani_aufar.
Sejak pertengahan September lalu, Nadiem memutuskan untuk membuka secara bertahap PTM terbatas di sekolah. Penerapan PTM dilakukan di sekolah yang ada di zona PPKM Level 1, 2, dan 3. Alasannya, belajar online di rumah atau pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang berkepanjangan berisiko negatif pada tumbuh kembang anak.
Saat ini, baru 40 persen sekolah di seluruh Indonesia yang melakukan PTM. Menurut Nadiem, angka ini masih sedikit. Padahal dalam data yang dimiliki Kemendikbud Ristek, sudah ada 60 persen sekolah yang sudah boleh melakukan PTM.
Nadiem mengaku, kadang kesal dan marah sampai harus gebrak meja saat mengetahui ada sekolah yang belum menerapkan PTM dengan alasan mencegah penularan Covid-19. Padahal, sekolah tersebut tak punya sarana dan prasarana yang cukup untuk melakukan PJJ. Koneksi internet buruk, smartphone terbatas, dan lainnya.
“Harusnya daerah tidak melakukan itu,” ucap Nadiem.
Beberapa daerah tampaknya masih khawatir saat akan membuka sekolah dan menerapkan PTM. Kekhawatiran itu memang beralasan. Apalagi masih ada satu dua sekolah yang saat dibuka terjadi penularan Covid-19. Kasus teranyar terjadi di SDN Gendongan 1, Salatiga, Jawa Tengah. Sebanyak 6 siswa dilaporkan terkonfirmasi positif Covid-19.
Menghadapi kekhawatiran terjadi penularan Corona di sekolah, pemerintah tak tinggal diam. Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin menyebut, sudah ada dua strategi yang dibikin pemerintah untuk mencegah penularan di sekolah, yaitu strategi protokol kesehatan (perubahan perilaku atau 3M) dan strategi deteksi atau surveilans atau 3T.
Kata Budi, kalau dua strategi ini berhasil, pemerintah akan mereplikasi di aktivitas perdagangan, pariwisata, keagamaan, aktivitas, dan sebagainya. “Kami sadar, pembelajaran tatap muka penting. Ada banyak kerugian kalau PTM terlalu lama ditunda. Karena itu, kita fokus melakukan advanced surveillance,” ujarnya.
Jadi, kata Budi, pemerintah akan aktif mencari kasus dengan tujuan deteksi di satuan pendidikan dengan menggunakan metode sampling kecamatan. Selanjutnya, pemerintah akan melakukan tes PCR kepada 30 orang siswa dan 3 orang pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) untuk setiap sekolah yang rutin dilakukan minimal satu kali per bulan.
Kalau positivity rate di bawah 1 persen berarti aman. Kalau 1-5 persen, pemerintah akan melakukan tes terhadap semua anggota rombongan belajar dan mereka akan dikarantina. Sementara kalau dibatas 5 persen, satu sekolah akan dites dan kembali belajar online selama 14 hari.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Fajria Anindya Utami