Blak-blakan Alfatih Timur Ungkap Tergerak Membentuk Kitabisa.com karena...
CEO dan Co-Founder Kitabisa, Muhammad Alfatih Timur, mengatakan bahwa ia tergerak membentuk Kitabisa karena saat masih kuliah, Alfatih kerap mengikuti kegiatan aktivis di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Alfatih berujar bahwa ia diajarkan rasa gelisah dan marah atas isu-isu sosial-politik.
Terlebih, saat Alfatih melakukan riset di Bantar Gebang, Bekasi, ia melihat sendiri lalapan yang sering dibuang orang-orang, diambil oleh masyarakat miskin untuk kemudian dimasak kembali. Alfatih mengatakan teman-temannya juga sampai menangis melihatnya.
Dalam kanal YouTube Ali Zaenal Abidin di video "M. ALFATIH TIMUR | DARI BELUM BISA SAMPAI KITABISA | PART 1", Alfatih menilai kegiatan seperti itu sangat penting untuk dilakukan orang-orang terdidik agar kaya akan rasa empati.
Baca Juga: Masya Allah Adem! Ini Kata-kata Pendiri KitaBisa Alfatih Timur: Dengan Sedekah, Allah Menjaga Kita
Selain karena kegiatannya di BEM, pengalaman yang membuat Alfatih akhirnya membangun Kitabisa menjadi startup adalah saat ia masih bekerja dengan Profesor Rhenald. Saat itu, Profesor Rhenald sedang membuat buku social enterprise. Riset mendalam terkait buku itu pun dilakukan oleh Alfatih, termasuk melakukan wawancara kepada tokoh-tokoh hebat di Indonesia.
"Dari sini gua belajar ternyata bisa ya making social change dengan cara sustainable," ujar Alfatih.
Karena itulah Kitabisa tercipta. Saat itu, Kitabisa tidak terpikirkan untuk menjadi startup. Awalnya, Alfatih membentuk Kitabisa awalnya hanya sebagai gerakan para aktivis pada tahun 2013.
Saat awal berdiri, Kitabisa dibantu oleh banyak orang, ada yang membantu desain, membantu pembuatan website, dan lain sebagainya. Karena itulah Alfatih tak suka disebut sebagai 'Founder' karena banyak 'saham' orang lain di dalam perjuangan ini.
Meski saat awal launching tidak terlalu bagus, bahkan stagnan selama dua tahun hanya menjadi proyek sampingan, namun Alfatih enjoy menjalaninya. Ia juga terinspirasi dengan platform-platform crowdfunding di luar negeri, dan belajar hingga ke Sydney untuk mempelajari startup crowdfunding di sana. Itulah mengapa Kitabisa berdiri hari ini.
Saat memutuskan resign dari pekerjaannya sebagai asisten profesor, Alfatih mengaku sempat ada rasa takut, namun hal itu pun ia alihkan dengan mengikuti Kitabisa ke perlombaan di Singapura. Setelah menang dan mendapatkan hadiah uang, hadiah itu pun disimpan sebagai modal oleh Alfatih.
Meski ada rasa takut, namun Alfatih belajar dari Profesor Rhenald bahwa jadikan sebuah tantangan sebagai media pembelajaran.
"Akhirnya setiap ada challenge, seperti kalau menanjak ya itu kan butuh tenaga yang lebih untuk ke tempat yang lebih tinggi," ujar Alfatih.
Saat Kitabisa baru launching, Alfatih menargetkan platformnya kepada orang-orang yang ingin membuat proyek sosial, seperti aktivis. Alfatih mengaku, sebagai orang ekstrover, ia merasa mendapat energi ketika bertemu orang, belajar dengan orang lain, karena itulah ia sangat menyukai perannya di Kitabisa.com.
"Gua merasa nyaman mengerjakan itu karena gua bisa ketemu sama mereka, meskipun secara growth (pertumbuhan) biasa aja saat itu," ujar Alfatih.
Hingga akhirnya, Alfatih belajar cara kerja platform yang sebenarnya karena bertemu dengan orang satu per satu dengan proyeknya tidak bisa sustainable. Barulah setelah itu ia membuat Standar Operasional Prosedur (SOP), membuat pesan-pesan yang lebih baik lagi di Kitabisa, dan kemudian membuat kampanye medis yang ternyata demand-nya sangat tinggi. Sejak didirikan pada tahun 2013, kampanye medis baru dilakukan pada tahun 2017.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami
Tag Terkait: