Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Memprihatinkan, Buruknya Kualitas Udara Jakarta Turunkan Harapan Hidup 5 Tahun

        Memprihatinkan, Buruknya Kualitas Udara Jakarta Turunkan Harapan Hidup 5 Tahun Kredit Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Konsultan Kesehatan Yayasan Alam Sehat Lestari (ASRI) Alvi Muldani mengungkapkan, Provinsi DKI Jakarta menunjukkan kualitas udara yang terus mengkhawatirkan jika dibandingkan dengan kota-kota besar lainnya di Indonesia.

        "Dari data yang saya baca menunjukkan seberapa bahaya udara itu dan memberitahukan apa yang harus dilakukan dengan indikator baik, tidak sehat, berbahaya, dan sangat berbahaya," ujarnya dalam webinar "Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait Tuntunan Udara Bersih Jakarta, Apa Langkah Selanjutnya?", Kamis (7/10/2021).

        Baca Juga: Opung Luhut: Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung Jadi Percontohan Proyek Strategis Nasional

        Alvi mengatakan, berdasarkan hasil sebuah penelitian, pada tahun 2020 sebanyak 11 warga Jakarta tinggal dengan kualitas udara yang 6 kali lipat di atas standar udara bersih versi WHO. Dengan kondisi tersebut, warga Jakarta memiliki risiko mengalami turunnya harapan hidup selama 5 tahun.

        Dalam mengukur kualitas udara, polutan berupa particullate matter (PM) menjadi indikator yang memiliki kepekaan terhadap kualitas udara. Data per Rabu malam (6/10/2021) menunjukkan, PM sebesar 26,9.

        "Kalau dibandingkan standar WHO yang terbaru tanggal 22 September, standar udara konsentrasi PM tidak boleh lebih dari rata-rata tahunan atau tidak boleh lebih dari 15 dalam per hari," paparnya.

        Sementara, pada tahun 2017 kualitas udara Jakarta secara tahunan berdasarkan konsenterasi particullate matter sebesar 29,7. Adapun tahun 2019 kualitas udara mengalami kenaikan nyaris dua kali lipat, yakni 45,3.

        Namun, sejak tahun 2020 kualitas udara di Jakarta mengalami penurunan sebesar 39,6. Hal tersebut disebabkan oleh kebijakan pengetatan mobilitas masyarakat dalam kebijakan pemerintah dalam bentuk PSBB hingga PPKM, yang mengakibatkan terjadinya perubahan aktivitas masyarakat.

        "Jadi, sekitar 67 persen kota di dunia udaranya lebih cerah dibandingkan sebelum pandemi. Kualitas udara sebesar 39,6 itu masih jauh dari standar yang ditetapkan WHO," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Bethriq Kindy Arrazy
        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: