Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Achmad Demokrat Dapat Keluhan: Harga Pupuk Terus Naik, Petani Sawit Menjerit

        Achmad Demokrat Dapat Keluhan: Harga Pupuk Terus Naik, Petani Sawit Menjerit Kredit Foto: FH
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat H. Achmad, MSi  menilai saat ini rasio kenaikan harga pupuk sudah di atas ambang batas normal, bahkan kenaikan harga pupuk sudah sangat tidak terkontrol.

        Ia mendengar banyak petani sawit mengeluhk dan kelabakan dengan tingginya harga pupuk sejak enam bulan terakhir.

        Akibatnya, biaya produksi ikut membengkak, kendati harga TBS sawit sedang naik namun petani tidak bisa merasakannya.

        "Laporan dari petani sawit di di 26 provinsi, ada laporan kenaikan harga pupuk merata baik NPK dan tunggal. Kalau harga pupuk tidak terkendali, biaya produksi dipastikan naik signifikan," kata Achmad dalam keterangan persnya, Senin (18/10/2021).

        Legislator dari Dapil Riau ini menambahkan persoalan pupuk ini tidak hanya terkait ke ketersediaan tapi juga keterjangkauan harga. Untuk itu, ia berharap Pupuk Indonesia (BUMN) seharusnya menjadi pengawas masalah harga pupuk.

        "Bukan malah jadi pemicu naiknya pupuk secara nasional, faktanya pupuk dari Produsen BUMN ini lebih tinggi kenaikannya dibandingkan swasta," tandasnya.

        "Saya selaku anggota DPR RI dari Riau, yang merupakan provinsi terluas sawitnya (4,172 juta Ha dari 16,381 juta hektare se-Indonesia), prihatin dengan kondisi ini, miris dan sangat tak beraturan. Dengan kondisi ini tentunya Pemerintah harus mengevaluasi harga pupuk yang kenaikannya sudah tak masuk akal," tandasnya.

        Saya menyampaikan kenaikan harga Pupuk sebaiknya seimbang dgn kenaikan harga TBS, jangan pula melampaui rasio kenaikan harga TBS saat ini. Pupuk itu sangat penting bagi Pekebun jangan malah menjadi beban karna pupuk itu pemicu produksi bukan penghambat produksi.

        Achmad melaporkan kenaikan pupuk terjadi untuk harga pupuk loco gudang seperti terjadi di Riau, contohnya harga pupuk NPK Pelangi Pupuk Kaltim (BUMN) naik 72% dari Rp5.5490/kg menjadi Rp7500/kg. 

        Selain itu, pupuk NPK Mahkota Wilmar naik sekitar 69% dari Rp5.400/kg menjadi Rp7790/kg. Data ini menggambarkan kenaikan pupuk lebih tinggi di BUMN.

        Achmad menjelaskan pupuk berkontribusi 55-60% bagi komponen biaya produksi petani. Kalau terus naik,  petani akan bangkrut. Walaupun, harga TBS sawit sedang tinggi.

        "Dari informasi kami kumpulkan, harga pupuk naik sudah dari produsen bukan dimainkan distributor. Alasan mereka terjadi kenaikan harga bahan baku yang sebagian besar diimpor. Pertanyaan kami, bahan baku apa yang naik?," tanyanya. 

        Sementara, laporan petani di Sumatera Utara harga pupuk NPK naik menjadi Rp11.000/kg. Di Mukomuko, Bengkulu, harga KCL semula tertinggi Rp 280 ribu per sak, sekarang sudah mencapai Rp 490 ribu per sak dan pupuk  urea sudah mencapai Rp 390 ribu persaknya.

        Sementara itu di Kalimantan Selatan, harga pupuk NPK formula 15-15-15 juga naik antara Rp7.500-Rp8.500/kg.

        Achmad menjelaskan kenaikan harga pupuk tentunya meningkatkan biaya Produksi (HPP). Dan biaya pemupukan ini di perkebunan Kelapa Sawit menyerap 60% dari total rata-rata Biaya Produksi. Berat memang.  Kenaikan pupuk ini, di mulai pada bulan Februari 2021, trendnya cenderung selalu naik setiap bulan.

        Achmad juga menyampaikan bahwa terkait persoalan tersebut akan mempertanyakan ke beberapa produsen pupuk khususnya ke BUMN. 

        "Jadi semua merasakannya. Kami paling miris melihat saudara-saudara kami di Provinsi lain yang rerata harga TBS nya lebih rendah 20-30% dari Riau. Seperti di Sulawesi Selatan dan Banten, dimana kenaikan harga pupuk disana bisa kebalikan dari Riau. Artinya Setiap  kenaikan harga TBS Rp100/kg, maka kenaikan tersebut akan terserap oleh harga pupuk Rp.125/kg”, paparnya.

        "Kami meminta pemerintah dapat segera turun tangan untuk membantu kendalikan harga pupuk non subdisi khususnya kepada petani sawit. Sebab, petani sawit tidak pernah mendapatkan alokasi pupuk bersubsidi. Dalam arti, harus berjuang dengan biaya sendiri untuk memperoleh pupuk berkualitas bagus," jelasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: