Pusat Teknologi Reduksi Risiko Bencana, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) kembali lakukan sosialisasi teknologi InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System), khususnya teknologi buoy untuk deteksi dini tsunami atau yang dikenal dengan nama InaBuoy.
Sosialisasi dilakukan melalui acara webinar secara daring, dengan sasaran peserta stakelohder di Provinsi Bengkulu dan masyarakat pesisir barat Pulau Sumatera pada umumnya. Di mana wilayah tersebut rentan terhadap ancaman bencana tsunami.
Baca Juga: BRIN Kaji Teknologi Kebencanaan Lewat Kabel Fiber Optik bawah Laut
Sosialisasi kali ke-7 ini dilakukan salah satunya melalui konsep webinar secara daring dengan tema “Menyikapi Catatan Sejarah dan Ancaman Tsunami Wilayah Bengkulu,” Jum’at (5/11/2021).
Plt. Kepala Pusat Teknologi Reduksi Risiko Bencana (PTRRB), BRIN, Mulyo Harris Pradono dalam sambutannya mengatakan pengembangan teknologi InaTEWS merupakan amanah dari Peraturan Presiden Nomor 93 Tahun 2019 tentang Penguatan dan Pengembangan Sistem Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami.
“Urgensi InaTEWS antara lain: 1) Kerentanan Indonesia terhadap bencana tsunami, dampak ekonomi dan sosial akibat kerugian harta, benda, jiwa, dan infrastruktur; 2) Peran strategis adanya InaTEWS untuk mengantisipasi serta mengurangi risiko dari ancaman tsunami; 3) Belum tersedia sistem pemantauan muka laut yang menyeluruh untuk peringatan dini tsunami di Indonesia; dan 4) Mewujudkan kemandirian bangsa terhadap bencana tsunami dan gempa” terang Harris.
Berbagai rangkaian kegiatan sosialisasi tentang InaBuoy telah dilakukan oleh BRIN di beberapa daerah dimana InaBuoy dipasang, antara lain di Muara Baru, Kabupaten Malang, Bali, Banten, Pangandaran, Cilacap, dan terakhir di Bengkulu.
Harris menyampaikan bahwa hrapan dari kegiatan sosialisasi teknologi InaBuoy ini adalah 1) Masyarakat dan pihak terkait teredukasi dengan baik mengenai manfaat dari InaBuoy; 2) Tergalangnya dukungan bagi keberlanjutan operasionalisasi InaBuoy; 3) Sinergi dari masyarakat pesisir untuk turut terlibat aktif menjaga InaBuoy; 4) Berkurangnya risiko vandalisme terhadap fungsi dan keberadaan InaBuoy; 5) Tersampaikannya manfaat InaBuoy: Memberikan kita semua waktu yang berharga untuk evakuasi ke dataran yang lebih tinggi jikalau bencana tsunami melanda; dan 6) Nelayan menjadi mitra utama terdepan dalam menjaga dan melindungi InaBuoy, karena banyak beroperasi di dekat lokasi pemasangan InaBuoy.
Dirinya pun menginformasikan bahwa pada tanggal 21 Oktober 2021, BRIN telah melakukan pemasangan InaBuoy di perairan barat daya Bengkulu, dengan koordinat buoy 4o 57’ 32.0644” S/ 101o 17’ 50.3988” E atau ± 85,13 mil laut dari Pelabuhan Perikanan Pulau Baai Bengkulu.
Di mana saat ini InaBuoy Bengkulu sudah beroperasi den sudah berhasil mengirimkan data ke Indonesia Tsunami Observation Center (InaTOC) yang ada di kantor BRIN Jakarta.
Baca Juga: Jokowi Menetapkan Dewan Pengarah BRIN, Pengamat: Sudah Sesuai Aturan Hukum
Dalam webinar tersebut juga dihadiri oleh Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu, Drs. Hamka Sabri, M.Si., yang mewakili Gubernur Bengkulu. Hamka menyampaikan bahwa Gubernur Bengkulu sangat senang pemerintah pusat melalui BRIN telah memperhatikan masyarakat Bengkulu dengan memasang dan mensosialisasikan InaBuoy ini.
Harapannya agar semua yang ikut sosialisasi ini dapat mendengarkan baik-baik dan bisa menerapkannya jika terjadi tsunami nanti, serta bisa menyampaikannya ke sanak saudara lainnya. Untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap ancaman tsunami.
Hamka juga berpesan kepada peserta webinar bahwa InaBuoy mohon agar kita bersama-sama melindunginya. Kita jaga teknologi yang ada dan juga kita harus mengenal baik alam tempat kita tinggal.
Webinar dihadiri peserta dari berbagai instansi pemerintah daerah, civitas akademik dan berbagai lapisan masyarakat, terutama masyarakat pesisir barat Pulau Sumatera.
Dalam webinar tersebut terdapat 4 narasumber yang menyampaikan materi, yaitu Widjo Kongko (BRIN) yang menyampaikan tentang potensi ancaman tsunami di wilayah Bengkulu. Widjo dalam pemaparan materinya menyebutkan bahwa potensi ancaman tsunami di wilayah Bengkulu dan sekitarnya tinggi (pemodelan hipotetik sumber megathrust enggano M8.4 dengan data kasar ~ 1 menit arc. Tinggi tsunami bervariasi sampai dengan >15 m dengan waktu tiba tercepat ~
Narasumber kedua adalah Rusdi (Kalak BPBD Provinsi Bengkulu) menyampaikan terkait mitigasi ancaman tsunami oleh pemerintah Provinsi Bengkulu. Rusdi menyebutkan bahwa upaya mitigasi yang sudah dilakukan oleh BPBD Provinsi Bengkulu terdiri dari mitigasi struktural dan non-struktural.
Rusdi berpesan gempa dan tsunami dapat terjadi kapan saja, masyarakat yang berada di daerah pantai diminta untuk tetap tenang dan segera menyelamatkan diri ke tempat yang aman. Untuk itu diperlukan 3 langkah, yaitu tanggap gempa, tanggap peringatan, dan tanggap evakuasi.
Baca Juga: Kebon Pala 3 Hari Terendam Banjir, Politisi Partai Gerindra Masih Yakin Anies Mampu Atasi Banjir
Esti Anantasari (PUI-PT Gama InaTEK) sebagai narasumber ketiga memaparkan materi tentang peningkatan kesiapsiagaan masyarakat Bengkulu terhadap ancaman tsunami.
Esti lebih banyak menyampaikan tentang pengalaman StIRRRD dalam meningkatkan kapasitas masyarakat Kabupaten Seluma dan Kota Bengkulu dalam menghadapi ancaman bencana tsunami. Persepsi masyarakat terhadap risiko bencana sangat penting untuk diperhatikan dalam melakukan program intervensi ke masyarakat, ujarnya.
Narasumber terakhir dalam webinar tersebut adalah Iyan Turyana (BRIN), yang meyampaikan materi tentang teknologi deteksi tsunami berbasis buoy di perairan Bengkulu. Dalam paparan materinya Iyan menyampaikan mengenai konfigurasi dan komponen buoy, cara kerja buoy, dan gangguan yang banyak dialami oleh buoy selama ini.
Iyan juga mangatakan bahwa buoy deteksi tsunami yang sudah terpasang di perairan barat daya Bengkulu harus kita jaga dan lindungi bersama dari ancaman vandalisme, untuk keselamat masyarakat pesisir Bengkulu dan sekitarnya dari ancaman bencana tsunami.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto