Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Dampak Pola Kemitraan dalam Perkebunan Sawit Tidak Dapat Diremehkan

        Dampak Pola Kemitraan dalam Perkebunan Sawit Tidak Dapat Diremehkan Kredit Foto: Siaran Pers/PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJ)
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kerja sama antara petani dengan perusahaan sawit telah dimulai sejak era Orde Baru dalam bentuk Perkebunan Inti Rakyat (PIR). Pola kemitraan tersebut terus berkembang dan berdampak pada makin luasnya lahan perkebunan sawit milik rakyat yang saat ini sudah mencapai jutaan hektar.

        "Tahun 2019 saja, berdasarkan catatan Statistik Kelapa Sawit Indonesia, luas kebun sawit rakyat sudah mencapai 5.958.502 hektar," kata Bidang Kemitraan dan Pembinaan Petani Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Pusat, Hendrajat Natawijaya, dikutip Elaeis.co. 

        Saat ini, pola kemitraan petani dan perusahaan diamanatkan di berbagai regulasi seperti UU Cipta Kerja, UU Nomor 39/2014 tentang Perkebunan, serta dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pertanian.

        Baca Juga: Harga CPO Sudah Tembus Angka Tertinggi Sepanjang 2021

        Luasan penyelenggaraan kemitraan adalah sebesar 20 persen dari luas hak guna usaha (HGU) milik perusahaan sawit. "Cara pendanaan untuk penguatan kemitraan ini bisa dilakukan melalui kredit, pola bagi hasil, atau pola pendanaan lain yang disepakati kedua belah pihak," sambungnya.

        GAPKI sendiri meyakini kalau kemitraan memiliki dampak yang baik seperti peningkatan penghasilan petani, kualitas tanaman, jaminan pembelian TBS dari perusahaan mitra, kebun dikelola secara profesional, terbuka peluang baru, dan membentuk solidaritas atau petani mendapatkan perlakuan yang sama.

        "Terbuka juga peluang bagi petani untuk bekerja di perusahaan mitra atau pun di tempat lain, lalu kemungkinan adanya pembentukan koperasi. Perusahaan juga dapat jaminan pasokan TBS dari rantai pasok," kata Hendrajat.

        Dari berbagai fakta yang ada, Hendrajat menyebutkan dampak pola kemitraan dalam perkebunan sawit tidak bisa diremehkan. Pihaknya telah melihat terjadi perputaran uang yang cukup besar di daerah perkebunan sawit.

        "Bahkan perputaran uang dan perkembangan ekonomi itu memicu terjadinya pemekaran wilayah, baik di tingkat desa, kecamatan, hingga kabupaten," tukasnya.

        Baca Juga: Terkait Sawit, Indonesia–Belanda Bentuk Bilateral Economic Commission

        Seluruh anggota GAPKI, kata Hendrajat, sejauh ini telah melakukan berbagai pola kerja sama dengan para petani sawit. Baik bersifat suka rela dalam kultur teknis atau budi daya sawit, atau pembangunan perkebunan sawit rakyat yang menggunakan jasa kontraktor dengan pengawasan dari pihak petani yang tergabung dalam Koperasi Unit Desa (KUD).

        "Ada juga kerja sama pembangunan kebun petani sampai selesai dengan pola avalis. Dengan pola ini petani tinggal membayar cicilan ke bank, perusahaan dapat kepastian suplai TBS dan menanggung beban apabila terdapat cicilan petani yang mandeg. Pola lainnya adalah pembangunan oleh PKS sepenuhnya dan perusahaan dapat jaminan suplai TBS," tutupnya. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Ellisa Agri Elfadina
        Editor: Rosmayanti

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: