Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Lenturkan Otot, Iran-Amerika Bakal Duduk Bareng, Israel Lagi Siap-siap Kasih Pukulan Keras

        Lenturkan Otot, Iran-Amerika Bakal Duduk Bareng, Israel Lagi Siap-siap Kasih Pukulan Keras Kredit Foto: Reuters/West Asia News Agency/Majid Asgaripour
        Warta Ekonomi, Teheran -

        Iran dan Amerika Serikat dijadwalkan melanjutkan pembicaraan pemulihan kesepakatan nuklir atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) di Wina, Austria, akhir bulan ini. Namun Iran menyatakan, pada kesempatan itu, fokus yang bakal dibahas adalah perihal pencabutan sanksi AS terhadapnya.

        Juru runding Iran Ali Baqeri Kani mengungkapkan tidak ada pembicaraan tentang masalah nuklir di Wina. Menurut dia, hal tersebut telah diselesaikan sepenuhnya dalam kerangka JCPOA.

        Baca Juga: Laporan: Komandan Pasukan Iran di Suriah Digulingkan atas Perintah Bashar al-Assad

        “Pertanyaan utama dalam pembicaraan di ibu kota Austria adalah penghapusan sanksi tidak sah dan akibat yang dihasilkan dari penarikan sepihak AS dari kesepakatan (JCPOA),” katanya pada Rabu (10/11/2021) dikutip laman Fars News Agency.

        Menteri Luar Negeri Iran Amir Abdollahian mengungkapkan terkait JCPOA negaranya menginginkan kesepakatan yang baik.

        “Ini memerlukan beberapa syarat, termasuk anggota JCPOA lainnya harus memenuhi komitmen mereka dan sanksi harus dicabut secara efektif,” ujarnya.

        Dia menekankan program pertahanan Iran adalah hak berdaulat mereka. Menurutnya, terlepas dari perilaku AS yang tak konstruktif dalam menjatuhkan sanksi, Iran akan terus meningkatkan kekuatan pertahanannya.

        Sebelumnya Presiden Iran Ebrahim Raisi mengatakan ia tak akan menerima tuntutan berlebihan dari negara Barat dalam pembicaraan pemulihan JCPOA.

        “Kami tidak akan meninggalkan meja perundingan, tapi kami juga akan menentang tuntutan berlebihan yang pada akhirnya akan merugikan kepentingan rakyat Iran,” kata Raisi pada Kamis (4/11/2021) pekan lalu.

        Dia menegaskan pemerintahannya tidak akan mundur dengan cara apa pun jika menyangkut kepentingan rakyat Iran. “Namun kami akan melanjutkan upaya untuk menetralisir sanksi yang menindas dan mengambil tindakan untuk mencabutnya,” ujarnya.

        JCPOA disepakati pada 2015 antara Iran dan negara kekuatan dunia yakni AS, Prancis, Inggris, Jerman, Rusia, serta China. Kesepakatan itu mengatur tentang pembatasan aktivitas atau program nuklir Iran. Sebagai imbalannya, sanksi asing, termasuk embargo terhadap Teheran, dicabut.

        Namun JCPOA retak dan terancam bubar setelah mantan presiden AS Donald Trump menarik negaranya dari kesepakatan tersebut pada November 2018. Trump berpandangan JCPOA "cacat" karena tak turut mengatur tentang program rudal balistik dan peran Iran di kawasan.

        Trump kemudian memberlakukan kembali sanksi ekonomi terhadap Teheran. Sejak saat itu Iran tak mematuhi ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam JCPOA, termasuk perihal pengayaan uranium.

        Israel Persiapkan Kemungkinan Konflik

        Militer Israel mengatakan mereka sedang mempersiapkan kemungkinan konflik bersenjata dengan Iran. Tel Aviv telah menganggap Teheran sebagai ancaman eksistensial.

        “(Militer Israel) mempercepat rencana operasional dan kesiapan menghadapi Iran serta ancaman militer nuklir,” kata Kepala Staf Umum Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Letnan Jenderal Aviv Kohavi, Rabu (10/11/2021).

        Saat berkunjung ke sebuah pabrik industri pertahanan di kota Shlomi dekat perbatasan Lebanon, Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz mengungkapkan selama ini negaranya berupaya mencegah perang. Mereka melakukan operasi, menyampaikan pesan, termasuk mencegah pembangunan militer.

        Namun dia menekankan Israel siap jika memang harus terlibat dalam peperangan. “Kami akan siap untuk melakukan operasi yang belum pernah terlihat di masa lalu, dengan cara yang tidak ada di tangan kami di masa lalu, yang akan membahayakan jantung teror dan kemampuannya,” ujar Gantz.

        Sebelumnya mantan kepala Direktorat Intelijen Militer Pasukan Pertahanan Israel Amos Yadlin mengungkapkan negaranya memiliki kemampuan militer untuk menyerang Iran. Hal itu dia sampaikan saat mengomentari akan dimulainya kembali perundingan pemulihan kesepakatan nuklir 2015.

        Menurut Yadlin, saat ini Amerika Serikat (AS) sedang mempersiapkan situasi jika pembicaraan dengan Iran terkait pemulihan JCPOA tidak berhasil.

        “Kami berada dalam situasi di mana jika ada kesepakatan itu tidak baik, dan jika tidak ada kesepakatan, kami akan menghadapi pilihan pilihan untuk seorang perdana menteri Israel. Israel memiliki kemampuan militer untuk menyerang Iran," kata Yadlin pada Jumat (5/11/2021) dikutip laman Jerusalem Post.

        Dia berpendapat, jika skenarionya demikian, keputusan untuk menyerang atau tidak menyerang Iran berada di tangan Perdana Menteri Israel Naftali Bennett.

        “Serangan adalah langkah terakhir setelah semua strategi lain dilakukan. Saya senang kita telah memahami bahwa anggaran perlu dialokasikan dan rencana militer perlu diperbarui untuk situasi saat ini,” ucapnya.

        Meski Israel memiliki kemampuan menyerang Iran, Yadlin menilai penting untuk memprediksi apa yang bakal terjadi setelah tindakan seperti itu dilakukan. “Ada banyak pertimbangan di sini,” ujarnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: