Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Komisi Yudisial Bakal Awasi Proses Peradilan Kasus Mafia Tanah

        Komisi Yudisial Bakal Awasi Proses Peradilan Kasus Mafia Tanah Kredit Foto: Antara/Jessica Helena Wuysang
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Komisi Yudisial (KY) memastikan akan mengawasi setiap persidangan kasus dugaan mafia tanah di Indonesia. Termasuk mengawasi rangkaian proses peradilan kasus dugaan mafia tanah dalam sengketa kepemilikan antara  PT Salve Veritate (Benny Simon Tabalujan) dengan Abdul Halim di kawasan Cakung, Jakarta Timur. KY memastikan akan bekerja sesuai tugas dan kewenangannya dalam menjaga kode etik serta pedoman perilaku hakim dalam kasus-kasus tersebut. 

        “Prinsipnya untuk semua kasus. Artinya, KY mengawasi seluruh proses peradilan soal pertanahan ini sesuai dengan komitmen pemerintah memberantas mafia tanah,” kata Juru Bicara KY, Miko Susanto Gintingkepada  wartawan, Rabu (17/11).

        Komisi ini juga menegaskan pemantauan persidangan-persidangan kasus itu, dan mengamati putusan perkara.  “Lalu, pemantauan terhadap persidangan untuk menjaga kemandirian hakim dalam memeriksa dan memutus perkara,” imbuh Miko.

        Baca Juga: Soal Mafia Tanah Masih, DPR Sebaiknya MInta Penjelasan Langsung ke Kementerian ATR

        Di kesempatan berbeda, Dekan FH Universitas Tarumanegara (Untar) Prof Amad Sudiro mengingatkan, oknum lembaga peradilan, seperti hakim dan panitera, termasuk ke dalam pihak yang sangat potensial terlibat dan merupakan bagian dari mafia peradilan. Untuk itu, KY sebagai harus secara aktif memantau persidangan kasus-kasus pertanahan.

        Dia mengamati, mafia tanah secara terstruktur dan sistematis melakukan berbagai akrobat untuk menguasai hak atas tanah dengan berbagai modus. Misalnya pemalsuan dokumen (untuk hak), mencari legalitas di pengadilan, pendudukan ilegal/tanpa hak (wilde occupatie), rekayasa perkara, kolusi dengan oknum aparat untuk mendapatkan legalitas, kejahatan korporasi seperti penggelapan dan penipuan, pemalsuan kuasa pengurusan hak atas tanah, serta hilangnya warkah tanah. 

        "Jangan sampai mafia tanah bekerja sama dengan oknum pengadilan untuk merampas hak-hak atas tanah yang bukan menjadi miliknya dengan menggunakan instrumen hukum putusan pengadilan," katanya.

        Baca Juga: Soal Mafia Tanah, Kementerian ATR/BPN Hukum 125 Pegawai

        Dekan Universitas Islam Riau, M Musa mengingatkan hal senada, modus operandi dan rekayasa yang tersistemisasi dari para oknum, yakni "menciptakan" legalitas formal kepemilikan. Hal ini menjadi persoalan mendasar terhadap kesejatian hak-hak tanah dari rakyat menjadi terabaikan. 

        Untuk itu, KY dituntutnya jeli menilai secara integral suatu persoalan kasus pertanahan yang diadili. KY jangan hanya menilai realitas sikap prosedural dan perilaku formal hakim dalam proses menegakkan hukum. Tapi harus lebih cerdas memahami kausalitas persoalan yang disidangkan, sehingga keterselubungan permainan dalam mengadili kasus tanah bisa terungkap. 

        Hal serupa diutarakan Dosen FH Universitas Jambi, Helmi. KY juga dimintanya untuk berperan lebih tegas untuk memerangi mafia tanah di persidangan. Ketegasan KY diharapkannya dapat berwujud pada pembukaan tim khusus pengawasan dan pemantauan sidang kasus tanah, mulai dari tahap awal sampai pada pelaksanaan putusan pengadilan Tim Khusus tersebut melibatkan perguruan tinggi dan lembaga yang bergerak di bidang hukum.

        Sementara, Pakar Hukum dari Universitas Al-Azhar, Supardi Ahmad mengatakan, Menteri Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil semestinya tidak bisa mengeluarkan kebijakan apapun yang menetapkan kepemilikan tanah, ketika ada pihak yang bersengketa atas tanah tersebut. Situasi ini juga diingatkan, agar tidak terjadi dalam sengketa tanah antara PT Salve dengan Abdul Halim di Cakung, Jakarta Timur.

        “Pada dasarnya, jika tanah dalam sengketa maka dalam keadaan status quo. Artinya, tidak ada perbuatan hukum baru,” kata Suparji.

        Baca Juga: Akui Banyak Kasus Mafia Tanah Belum Tuntas, Menteri ATR: Mafia Tidak Boleh Menang!

        Suparji juga menyoroti putusan praperadilan terhadap mantan Kepala Kanwil BPN DKI yakni Jaya sebagai tersangka kasus korupsi terkait sertifikat tanah yang dinilai merugikan negara mencapai Rp1,4 triliun. Penetapan tersangka terhadap Jaya dan Abdul Halim (nama yang tertera di sertifikat) telah dianggap hakim tidak sah. Untuk itu, Jaya bersama Abdul Halim berhak mendapatkan pemulihan nama baiknya. 

        “Putusan praperadilan penetapan tersangka yang dikabulkan adalah memulihkan martabat yang bersangkutan tidak berada dalam status tersangka. Untuk kedudukan dan jabatan, sangat tergantung dari kebijakan internal institusinya,” jelas dia.

        Sedangkan Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Kombes Ahmad Ramadhan menjelaskan, Satgas Mafia Tanah masih terus bekerja sama dengan Kementerian ATR/BPN di daerah-daerah untuk mengusut tuntas kasus mafia tanah.

        “Pimpinan Polri telah menginstruksikan kepada para Kapolda, Kapolres di wilayah untuk tidak ragu dalam mengusut tuntas kasus mafia tanah,” tandasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Annisa Nurfitri
        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: