Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal TNI Dudung Abdurachman, mengungkapkan, saat ini kemungkinan terjadinya perang konvensional menurun. Tapi, dalam konteks keamanan nasional yang terjadi justru meningkatnya ancaman nonmiliter, salah satunya masalah kebangsaan.
"Untuk menjadi negara yang kuat, prasyarat utamanya adalah kemampuan negara untuk menata, menyiapkan, dan menggunakan segala sumber daya yang dimiliki untuk kepentingan nasional. Oleh karena itu perlu pengelolaan sumber daya nasional untuk pertahanan negara," ujar Dudung dalam orasi ilmiah pada Wisuda Periode II Tahun Akademik 2020/2021 Universitas Nasional (Unas), Sabtu (20/11/2021).
Baca Juga: Singkat! Komentar Eks Kuasa Hukum FPI tentang Pengangkatan Dudung Abdurachman: Tidak Ada...
Dia menyampaikan, dalam konteks pertahanan negara, permasalahan itu tidak cukup ditangani hanya dari aspek kekuatan utama militer saja. Menurutnya, terdapat tiga pilar untuk membangun ketahanan nasional, yaitu pemerintahan, rakyat, dan militer.
Dudung menyampaikan, salah satu konsep yang ada ialah hubungan tentara dengan rakyat yang diikat dengan simpul sejarah hubungan emosional kemanunggalan tentara-rakyat. Keduanya menjadi episentrum kekuatan bagi tentara.
Menurutnya, terdapat konsep 'tentara adalah rakyat dan rakyat adalah tentara' merupakan konsep kesemestaan yang menjadi modal kekuatan pertahanan negara. Hal ini tertuang pula secara eksplisit dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
"Daya tangkal dibangun melalui pembinaan kesadaran bela negara bagi seluruh warga negara, sehingga terbangun karakter rakyat yang militan atas dasar kecintaan pada NKRI,” jelas Dudung dalam orasinya yang mengangkat tema “Membangun Daya Saing Bangsa Melalui Sistem Tata Kelola Sumber Daya Nasional dan Sistem Pertahanan Nasional”.
Dudung mengatakan, Pembukaan UUD 1945 telah menyatakan, salah satu tujuan dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Dalam mewujudkan tujuan bernegara tersebut, maka pertahanan negara merupakan faktor yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup suatu negara.
“Eksistensi sebuah negara sangat bergantung kepada kemampuan bangsa tersebut mempertahankan diri dari setiap ancaman baik dari luar maupun dari dalam negara itu sendiri,” kata dia.
Lalu, dia juga menyampaikan, kebijakan pertahanan dan keamanan negara pascaperang dingin tidak lagi berfokus pada isu persaingan ideologis Blok Barat dan Timur, tetapi arus demokratisasi dan interdependensi.
Selain itu juga isu lingkungan yang turut memegang peranan penting dalam mengubah pola interaksi antarnegara.
Perkembangan teknologi informasi, serta teknologi transportasi telah mempercepat arus informasi, arus finansial global, dan mobilitas manusia.
Untuk itu, dia mengimbau, khususnya bagi mahasiswa, dapat bijak dalam membaca dan menyimak media sosial serta bijaksana terhadap pengaruh-pengaruh secara langsung yang diberikan di lingkungan.
Saat ini, untuk mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara, tidak hanya sebatas perang fisik dengan pengerahan kekuatan militer. Peperangan dirancang menggunakan berbagai cara dan taktik dalam menghancurkan lawan.
Keefektifan menjadi salah satu ukuran, sehingga negara harus pandai menata dan mengelola seluruh sumber daya nasional yang dimiliki untuk menjadi kekuatan yang potensial bagi kekuatan pertahanan sebuah negara.
“Ancaman tidak hanya dalam bentuk fisik, akan tetapi ancaman nonfisik seperti penanaman nilai-nilai kehidupan asing dapat menjadi alat penghancur entitas sebuah peradaban bangsa,” kata dia.
Pada Wisuda Periode II Tahun Akademik 2020/2021 Unas melantik 1.081 wisudawan yang terdiri dari satu wisudawan doktoral, 149 wisudawan program magister, 648 wisudawan program sarjana, 189 wisudawan program sarjana terapan, program profesi 30 dan dua wisudawan diploma tiga.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto