Pemerhati Politik dan Kebangsaan M Rizal Fadillah menilai kondisi Papua memprihatinkan, KKB telah menyerang dan membakar berbagai fasilitas seperti pos TNI, Puskesmas, pabrik, sekolah, rumah penduduk, dan lainnya.
"Tercatat 13 prajurit gugur sementara klaim kelompok separatis 17 TNI ditembak dan terakhir dua personal lagi. KKB seperti di atas angin untuk melakukan teror, perusakan dan pembunuhan. KKB Papua ini sesungguhnya telah memenuhi kualifikasi sebagai pemberontak, teroris, maupun kelompok separatis.
Akan tetapi, penindakan negara pada kelompok pemberontak, teroris, dan separatis ternyata lunak alias lembek.
"KSAD Jenderal Dudung Abdurrahman diolok-olok publik karena menganggap para pemberontak bersenjata itu adalah saudara yang harus dirangkul. Seperti tidak peduli dengan korban yang berjatuhan baik dari warga maupun prajurit," tambahnya.
Rizal menambahkan sikap lembek Dudung berbanding terbalik dengan marah dan kerasnya terhadap tokoh umat Islam.
"Sekedar baliho saja diobrak-abrik seperti melawan musuh yang berbahaya. Terkesan ada dendam politik yang menjadi motif Islamophobia. Ungkapan dan pandangan keagamaannya pun aneh untuk tidak disebut dangkal," terangnya.
"Jenderal Dudung meski KSAD atau sebelumnya Pangkostrad lebih menampilkan diri sebagai sosok politisi ketimbang prajurit. Soal persaudaraan dan rangkulan KKB Papua adalah kompetensi pemangku kewenangan politik. Prajurit itu seharusnya bertempur apalagi mereka adalah pemberontak, teroris, atau separatis,"
"Sangat tegas dan berani ketika melawan Baliho tapi takut melawan Egianus Kogoya, Elkius Kobak dan konco-konco," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: