Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Organisasi Depo Air Isi Ulang Tolak Rencana BPOM Labeli Galon ‘Berpotensi Mengandung BPA’

        Organisasi Depo Air Isi Ulang Tolak Rencana BPOM Labeli Galon ‘Berpotensi Mengandung BPA’ Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Asosiasi di Bidang Pengawasan dan Perlindungan terhadap Para Pengusaha Depot Air Minum (Asdamindo) dengan tegas menolak wacana Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang akan melabeli “Berpotensi Mengandung BPA” terhadap kemasan air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang.

        Asdamindo juga tidak diundang BPOM dalam pertemuan konsultasi publik terkait rencana pelabelan tersebut yang dilakukan secara tertutup di sebuah hotel beberapa waktu lalu, Padahal mereka adalah pemangku kepentingan langsung yang akan terimbas kebijakan ini nantinya.

        Ketua Asdamindo, Erik Garnadi, mengatakan galon guna ulang berbahan PC ini sudah digunakan sejak puluhan tahun dan belum ada laporan kasus kesehatan.

        BPOM juga sudah  melakukan uji klinis terhadap galon itu dan dinyatakan lulus uji dan aman dikonsumsi baik bayi dan ibu hamil.

        "Tapi kenapa sekarang ini tiba-tiba galon berbahan BPA ini kok dipermasalahkan dan malah ada wacana melabeli BPA Free? Ini seperti ada persaingan bisnis di dalamnya. Kalau dilihat dari kacamata saya,” tukasnya.

        Sementara, pemerintah menggembor-gemborkan pengentasan kemiskinan, apalagi di tengah pandemi Covid-19 saat ini.

        “Jadi, saya berharap permasalahan ini segera diselesaikan secara tuntas. Yang jelas, Asdamindo sangat tidak setuju dengan aturan tersebut,” ucapnya. 

        Kata Erik, seharusnya pemerintah tetap peduli terhadap para pengusaha kecil, termasuk pengusaha UMKM di depot air minum isi ulang.

        “Harapan saya, sudah berhentikan saja permasalahan-permasalahan itu. Malah lebih baik jika pemerintah fokus untuk membantu para usaha para pengushaa kecil. Dorong pelaku usaha, harapan saya seperti itu,” tukasnya.

        Dia menandaskan seharusnya yang lebih disoroti pemerintah itu adalah soal kualitas air minum isi ulang yang ada di depot-depot yang tidak memiliki legalitas atau layak air minum. Karena, menurutnya, data dari Kemenkes menunjukkan baru 1,60% saja dari depot-depot air minum isi ulang yang ada di Indonesia yang memilik legalitas atau sertifikat hygienis.

        “Ini jauh lebih penting isunya ketimbang mempermasalahkan galon guna ulang yang sudah benar-benar ada uji klinisnya dari BPOM,” tandasnya. 

        Karenanya, dia berharap agar galon yang berbahan PC itu jangan diserang terus-menerus, tapi harus mempedulikan juga terhadap para pengusaha depot air minum isi ulang.

        “Jadi, pemerintah bukan malah mempermasalahkan yang sudah ada terus dibongkar-bongkar lagi seakan-akan terjadi plin-plan dari pihak BPOM. Di mana, dulu sudah mengeluarkan statement-nya aman, sekarang kok jadi tidak aman. Itu kan sama saja BPOM itu plin-plan,” tandasnya.

        Justru, dia berharap pemerintah memberikan perhatian yang serius terhadap pengawasan yang ketat kepada depot air minum isi ulang yang tidak memiliki standar baku kesehatan.

        Penolakan wacana “Berpotensi mengandung BPA” pada AMDK juga disuarakan oleh pemilik depot air minum di Jakarta dan di Bali. Seorang pemilik depot air minum isi ulang di Tanah Lot, Bali, Ibu Made menyampaikan keluhannya terhadap wacana kebijakan pelabelan BPA oleh BPOM ini.

        “Menurut saya, BPOM seharusnya juga memperhatikan kami sebagai pengusaha UMKM di Bali. Apalagi kondisi ekonomi di daerah kami saat ini lagi terpuruk karena pandemi Covid-19,” ujarnya. 

        Kata Made, selama ini mereka juga tidak pernah mengganggu pemerintah dalam menjalankan usaha. “Yang ada, kita malah membantu masyarakat yang ekonominya menengah ke bawah. Jika peraturan BPOM itu nantinya berpotensi membuat galon guna ulang itu beralih ke galon sekali pakai, Made mengatakan pasti akan membuat susah perusahaan UMKM depot air minum isi ulang.

        “Selain itu, kebijakan itu kan akan menambah sampah plastik juga kalau nanti diganti dengan galon sekali pakai. Di saat kita dilarang memakai kresek, kok malah disuruh pakai galon sekali pakai, bagaimana ini,” tandasnya.

        Dia mengaku sudah 4 tahun usaha depot air minum isi ulang yang wadahnya menggunakan galon guna ulang, belum pernah ada konsumen yang mengeluh sakit. Karenanya, dia meminta agar usaha yang sudah mereka jalankan ini tidak diganggu oleh BPOM. 

        Dijakarta, Faisal pemilik depot air minum di Menteng Atas, Komaruddin di Bendungan Jago, kemayoran dan Ali di Kemanggisan juga menyuarakan hal yang sama.

        "Kita ketahui selama pandemi usaha kami sangat terpuruk dan sekarang baru mulai merangkak namun mendengar wacana tersebut tentunya ini sangat memukul kami sebagai pelaku UMKM", ujarnya Jumat (10/12/2021).

        Ketua asosiasi Aspadin Rachmat Hidayat mengatakan bahwa Suatu pelabelan, apalagi pelabelan senyawa kimia berbahaya dan ditempelkan di satu produk makanan minuman maka itu sama saja bagaikan vonis mati bagi produk.

        “Produk consumer goods seperti AMDK, sangat rentan terhadap persepsi konsumen, persepsi masyarakat, jadi itu letak bahayanya, Selain itu bisa juga memicu persaingan tidak sehat karena nanti akan ada produk lain yang mengklaim kami tidak mengandung zat berbahaya itu berarti kami lebih baik, Ini akan akan luar biasa memukul, maka tidak akan mampu menahan para produsen ataupun pelaku usaha yang menggunakan jenis kemasan ini untuk beralih ke sekali pakai”, tambahnya.

        Sebelumnya, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar, Kementerian Perindustrian, Edy Sutopo menjelaskan investasi dari sekitar 880 juta galon guna ulang yang beredar di pasaran saat ini diperkirakan sebesar Rp 30,8 triliun.

        Dia menjelaskan, AMDK yang dikemas dalam galon guna ulang mendominasi profil industri minuman. 

        Menurutnya, secara pangsa pasar, 84 persen industri minuman dikuasai AMDK. Dari total pangsa pasar AMDK ini, 69 persen dikemas dalam galon guna ulang.

        "Di mana saat ini pelaku usahanya ada 900 unit, yang menyerap 40.000 tenaga kerja dan produksinya pada 2020 kurang lebih 29 miliar liter. Jadi, perlu kita pikirkan kalau akan mengganti ke galon sekali pakai," ujarnya

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Bagikan Artikel: