Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Orang PKB Blak-blakan Soal Presidential Threshold: Memungkinkan Tercegahnya Politik Identitas

        Orang PKB Blak-blakan Soal Presidential Threshold: Memungkinkan Tercegahnya Politik Identitas Kredit Foto: Antara/Aprillio Akbar
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Partai Kebangkitan Bangsa menilai penurunan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold/PT) dapat mencegah terjadinya politik identitas sehingga partai itu mengusulkan menjadi 5-10 persen.

        Wakil Ketua Umum DPP PKB Jazilul Fawaid mengajak partai lainnya untuk bersama-sama menyuarakan revisi terbatas UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terutama terkait besaran PT.

        "Jika presidential threshold diturunkan, itu memungkinkan tercegahnya politik identitas dan munculnya calon-calon yang diturunkan. Tapi [revisi UU Pemilu] terbatas pada presidential threshold, jangan juga kepada parliamentary threshold," katanya dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, 16 Desember 2021.

        Baca Juga: Sikap Firli Bahuri Terhadap Presidential Threshold di Pahami Partai NasDem: Sama dengan Surya Paloh

        Ia menilai, penurunan PT selain mencegah politik identitas dan polarisasi seperti yang terjadi pada pemilu 2019, selain dapat membuat pilihan publik makin beragam sehingga lebih kompetitif. Melihat solidnya koalisi parpol saat ini, jika dikehendaki bersama, maka revisi terbatas UU Pemilu sangat mungkin dilakukan.

        Ia juga menyoroti banyak nama bakal calon presiden yang sudah mulai bermunculan padahal pemilu presiden masih tiga tahun lagi.

        "Kalau istilah di NU itu, [pada tahun] 2022, hilal sudah mulai tampak sekian derajat, calon presiden itu sudah mulai kelihatan, tetapi belum bisa berbuka--baru kelihatan. Ini masih ikhtilaf (beda pendapat): ini hilal beneran atau bukan. Tetapi kalau terjadi revisi UU Pemilu, PT diturunkan, itu akan lebih tampak," ujarnya.

        Dia juga menyoroti fenomena yang terjadi saat ini, yaitu banyak nama capres dideklarasikan padahal tidak memiliki partai politik, sementara itu untuk bisa maju sebagai capres, diperlukan 'tiket' dari parpol dengan minimal PT sebesar 20 persen.

        "Saya pikir tahun 2022 kalau betul agendanya pemilu itu Februari 2024, maka Februari 2023 itu sudah pendaftaran maka 2022 kita bisa disebut sebagai tahun politik," katanya.

        Baca Juga: Sikap Firli Bahuri Terhadap Presidential Threshold di Pahami Partai NasDem: Sama dengan Surya Paloh

        Dia berharap pada tahun politik 2022, kesolidan koalisi yang ada di parlemen perlu ditingkatkan dan dikelola lebih baik lagi. Jika tidak dikelola maka berpotensi terjadi tarik menarik kepentingan politik masing-masing parpol dan mengganggu kesolidan koalisi parpol di parlemen.

        "Kalau ternyata nanti pada 2022 ditandai dengan egoisme masing-masing partai, itu bahaya, dapat merusak pada 2023 dan 2024. Apalagi kalau terjadi politik identitas, saling fitnah, saling jegal," ujarnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Bayu Muhardianto

        Bagikan Artikel: