Ribuan pelaku usaha UMKM depot air minum isi ulang usahanya sangat tergantung pada keberadaan galon polikarbonat yang diwacanakan untuk dilabeli mengandung BPA oleh BPOM. Saat ini air minum isi ulang merupakan sumber air minum yang paling banyak digunakan di Indonesia.
Sekitar 3 dari 10 rumah tangga di Indonesia (31,1%) menggunakan air minum isi ulang untuk keperluan minumnya.
Deputi Bidang Restrukturisasi Usaha Kementerian Koperasi dan UKM, Eddy Satria mengatakan belum mendengar tentang adanya wacara peraturan itu. Menurutnya, dalam mengeluarkan kebijakan itu, BPOM seharusnya berkoordinasi dan mendengarkan masukan terlebih dahulu dari asosiasi depot air minum isi ulang.
"Kami baru dengar tentang ini. Tapi mungkin hal itu lebih baik dikoordinasikan dulu dan juga mendengar masukan asosiasi terkait,” ujarnya.
Untuk itu, dia mengatakan akan mempelajarinya dulu. Sebelumnya, Ketua Asosiasi di Bidang Pengawasan dan Perlindungan terhadap Para Pengusaha Depot Air Minum (Asdamindo), Erik Garnadi, dengan tegas menolak wacana BPOM yang akan melabeli berpotensi mengandung BPA terhadap AMDK galon guna ulang.
Pihaknya juga tidak diundang BPOM dalam pertemuan konsultasi publik terkait rencana pelabelan tersebut yang dilakukan secara tertutup di sebuah hotel beberapa waktu lalu.
Kata Erik, galon guna ulang berbahan polikarbonat ini sudah digunakan sejak puluhan tahun lalu dan belum ada laporan itu berbahaya. BPOM juga sudah melakukan uji klinis terhadap galon itu dan dinyatakan lulus uji dan aman dikonsumsi baik bayi dan ibu hamil.
“Tapi kenapa sekarang ini tiba-tiba galon berbahan BPA ini kok dipermasalahkan dan malah ada wacana melabeli BPA Free? Ini seperti ada persaingan bisnis di dalamnya,” tukasnya.
Menurut Erik, wacana pelabelan BPA terhadap kemasan galon guna ulang ini jelas-jelas sangat merugikan para pengusaha depot air minum isi ulang. Para pengusaha depot akan banyak yang tutup usahanya. Sementara, pemerintah menggembor-gemborkan pengentasan kemiskinan, apalagi di tengah pandemi Covid-19 saat ini.
“Jadi, saya berharap permasalahan-permasalahan ini segera diselesaikan secara tuntas. Yang jelas, Asdamindo sangat tidak setuju dengan aturan tersebut,” ucapnya.
Seorang pemilik depot air minum isi ulang di Tanah Lot, Bali, Ibu Made salah satu yang menyampaikan keluhannya terhadap wacana kebijakan pelabelan BPA pada kemasan galon guna ulang oleh BPOM ini.
“Menurut saya, BPOM seharusnya juga memperhatikan kami sebagai pengusaha UMKM di Bali. Apalagi kondisi ekonomi di daerah kami saat ini lagi terpuruk karena pandemi Covid-19,” ujarnya.
Kata Made, selama ini mereka juga tidak pernah mengganggu pemerintah dalam menjalankan usaha. Yang ada mereka malah membantu masyarakat yang ekonominya menengah ke bawah. Air yang mereka jual juga hygienis karena sudah terstandarisasi, bahkan tidak menghasilkan limbah.
Jika peraturan BPOM itu nantinya berpotensi membuat galon guna ulang itu beralih ke galon sekali pakai, Made mengatakan pasti akan membuat susah perusahaan UMKM depot air minum isi ulang. Selain itu, kebijakan itu kan akan menambah sampah plastik juga kalau nanti diganti dengan galon sekali pakai.
“Di saat kita dilarang memakai kresek, kok malah disuruh pakai galon sekali pakai, bagaimana ini,” tandasnya.
Dia mengaku sudah 4 tahun usaha depot air minum isi ulang yang wadahnya menggunakan galon guna ulang, belum pernah ada konsumen yang mengeluh sakit. Katanya, justru depot air minum membantu mereka yang ekonomi menengah ke bawah, apalagi situasi ekonomi seperti saat ini.
Karenanya, dia meminta agar usaha yang sudah mereka jalankan ini tidak diganggu oleh BPOM. Jangan sampai mereka pengusaha depor ait minum tambah ribet. Jadi menurutnya kalau mau bersaing harus secara sehat, jangan sampai mematikan pengusaha kecil.
“Siapapun orang tidak ada yang mau mati bisnisnya, apalagi kita pengusaha kecil. Jadi saya tidak setuju mematikan usaha kecil seperti kita dengan cara-cara yang begitu. Boleh kita bersaing tapi saling support, bukan saling mematikan,” katanya.
“Saya tidak setuju, kebijakan itu justru mematikan usaha kami” ungkapnya.
Seperti diketahui, perlindungan terhadap UMKM ini telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
KemenkoUKM sendiri telah peningkatan kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi 65 persen pada 2024. Saat membuka Rapat Koordinasi Bidang Koperasi dan UMKM Tahun 2021 di Yogyakarta pada April 2021 lalu.
MenkopUKM Teten Masduki mengatakan melihat proporsi dan peran UMKM dalam perekonomian nasional, maka diperlukan peningkatan kerja terpadu, harmoni dan sinergi antar kementerian lembaga (K/L), bersama dinas yang membidangi UMKM seluruh Indonesia.
"Hal itu bertujuan agar mampu mendorong pertumbuhan dan berkembangnya UMKM di Indonesia,” tukasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: