Catatan ICW Soal 2 Tahun Pemberantasan Korupsi di Era Firli Bahuri, KPK: Tentu Ini Menjadi...
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi catatan dua tahun kepemimpinan Firli Bahuri Cs yang dikeluarkan Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama Transparancy International Indonesia (TII) dan Pukat UGM.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan pihaknya terbuka dan menerima masukan atas catatan yang dikeluarkan ICW bersama teman-teman koalisi masyarakat sipil.
"Sekali lagi tentu ini menjadi bahan evaluasi, penyemangat bagi kami untuk terus bekerja lebih baik," kata Ali di gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (27/12/2021).
Ali menyebut bahwa apa yang dilakukan KPK dalam kinerjanya bukan hanya berdasarkan hasil survei.
"Karena kita punya tupoksi sebagaimana dalam UU sudah sangat jelas dari mulai pencegahan sampai eksekusi putusan pengadilan," ucap Ali.
Baca Juga: Menterinya Jokowi Puji Firli Bahuri, Tanggapan ICW: Bukti Literasi Pejabat di Indonesia Masih Rendah
Ia menuturakn, pemberantasan korupsi bukan hanya terkait penindakan. Ali juga menyebut KPK tetap bekerja meski jarang operasi tangkap tangan seperti erap kepemimpinan sebelu Firli Bahuri.
"Apalagi kemudian dipersempit bahwa KPK akan disebut gagal kalau nggak melakukan tangkap tangan. Misalnya, padahal tangkap tangan bagian terkecil, hanya satu alat. Bagaimana penindakan ini bekerja melalui penyelidikan tertutup ada yang terbuka," ujar Ali
Menurutnya tidak tepat jika kerja KPK hanya dilihat dari penindakan yang dilakukan.
"Saya kira kalau kacamata kita hanya melihat KPK hanya penindakan, saya kira nggak tepat," ujarnya
Pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK kata Ali, ada pencegahan, monitoring, koordinasi supervisi, penyelidikan, penyidikan, serta eksekusi putusan pengadilan.
"Itu lah yang namanya pemberantasan korupsi, bukan hanya penindakan saja," ungkap Ali
"Strategi tadi yang di awal saya sampaikan, pendidikan pencegahan, tindakan itu lah yang KPK lakukan sebagai formula saat ini," tambah Ali.
Ali memastikan bahwa seluruh kerja KPK dipertanggungjawabkan pada masyarakat dan tentu akan disampaikan kepada publik. Dalam catatan akhir tahun KPK nanti.
"Jadi, nggak hanya penindakan tapi ada kelembagaan, subkoordinasi, supervisi, termasuk hasil kerja yang lain. Selengkapnya akan kami sampaikan secara utuh. Silakan masyarakat menilai," ucap Ali.
Meski demikian, ia mengapresiasi masyarakat yang memberikan kritik serta survei yang dilakukan kepada KPK.
"Karena itu bagian dari evaluasi, bagian muhasabah bagaimana KPK melakukan pekerjaan terbaiknya," katanya,
Catatan untuk KPK
Sebelumnya, PUKAT UGM bersama dengan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Transparency International Indonesia (TII) mengeluarkan sejumlah catatannya dari hasil pemantauan dua tahun kepemimpinan Firli Cs.
Pertama, ketidakjelasan arah politik hukum pemberantasan korupsi. Menurut mereka, sejak tahun 2019, pemberantasan korupsi tampaknya tidak dijadikan agenda prioritas oleh pemerintah. Pemberantasan malah lebih diarahkan kepada sektor pencegahan.
"Itu pun didominasi oleh jargon tanpa menginisiasi suatu program sistemik yang berdampak signifikan untuk membawa perubahan,” ujar Zaenur.
Kedua, implikasi revisi UU KPK. Kata Zaenur, dampak perubahan regulasi di KPK sudah dapat dirasakan setidaknya dalam dua tahun terakhir ini. Substansi UU 19/2019 pada faktanya memang ditujukan untuk mengendurkan tugas KPK dalam memberantas korupsi.
“Mulai dari merobohkan independensi kelembagaan menjadi bagian dari rumpun eksekutif, menghentikan penyidikan perkara korupsi BLBI dengan kerugian keuangan negara sebesar Rp 4,58 triliun, hingga mengubah status kepegawaian menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN),” jelasnya.
Ketiga, kinerja sektor penindakan yang semakin mengkhawatirkan. Catatan mereka, setidaknya dapat dilihat dari sejumlah hal, seperti mandeknya supervisi terhadap perkara besar seperti kasus korupsi pengurusan fatwa Mahkamah Agung yang melibatkan Djoko S Tjandra, serta Jaksa Pinangki S Malasari.
Kemudian jumlah Operasi Tangkap Tangan atau OTT yang dinilai anjlok sejak dua tahun terakhir, dan minimnya penanganan perkara strategis yang melibatkan penegak hukum.
Baca Juga: Dugaan Korupsi, Eks Jubir Gus Dur Siap Kirim Buku 'Korupsi Ahok' ke KPK
Keempat, kinerja sektor pencegahan yang belum efektif. Penyesuaian pendekatan antikorupsi yang didorong oleh negara dan KPK belum menunjukkan hasil yang signifikan, kata Zaenur.
Kemudian Revisi UU KPK yang diklaim memperkuat sektor pencegahan, di saat bersamaan tak cukup mengakomodasi kebutuhan penguatan program pencegahan itu sendiri.
Terakhir kelima, pengelolaan internal KPK yang buruk. Penerbitan Peraturan Komisi atau Perkom No 7 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja dinilai tidak memiliki urgensi yang signifikan. Perubahan struktur di tubuh KPK dalam PerKom 7/2020 dinilai dapat memperlambat kinerja organ KPK dan berdampak pada jumlah anggaran yang harus dikeluarkan.
“Saat institusi lain berusaha merampingkan struktur organisasinya, KPK justru berjalan ke arah sebaliknya. Selain itu Perkom 7/2020 bertentangan pula dengan substansi UU KPK,” kata Zaenur.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Bayu Muhardianto