Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

KPU Diklaim Buka Lebar Pintu Korupsi Imbas Longgarkan Regulasi Pelaporan Dana Kampanye

KPU Diklaim Buka Lebar Pintu Korupsi Imbas Longgarkan Regulasi Pelaporan Dana Kampanye Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama organisasi nirlaba mandiri Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mendesak agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) berhenti mengobrak-abrik peraturan soal laporan dana kampanye yang membuat gelaran pemilu semakin jauh dari prinsip integritas.

Pasalnya, ICW menilai bahwa pelaporan dana kampanye dalam Pilkada serentak 2024 kemungkinan besar akan dilakukan secara tidak serius dan tidak mengedepankan aspek kejujuran, transparansi, dan akuntabilitas. Hal itu terlihat dalam uji publik dua Peraturan KPU (PKPU) mengenai kampanye dan dana kampanye yang berlangsung beberapa waktu lalu. 

KPU mengumumkan bahwa ketentuan pemberian sanksi diskualifikasi bagi pasangan calon yang tidak menyerahkan laporan dana kampanye akan dihapus. KPU berdalih bahwa ketentuan ini bertentangan dengan UU nomor 6/2020 (UU Pilkada) yang hanya mengatur sanksi diskualifikasi bagi pasangan calon yang menerima sumbangan terlarang, bukan terhadap pasangan calon yang tidak menyerahkan laporan dana kampanye.

Baca Juga: Selain Aturan KPU, Ini yang Halangi Duet Anies-Ahok di Pilkada DKI Jakarta

Padahal mayoritas anggota KPU hari ini adalah sebelumnya adalah penyelenggara pemilu di daerah yang pernah menyelenggarakan Pilkada yang pada waktu itu memberlakukan sanksi diskualifikasi bagi pasangan calon yang tidak menyerahkan laporan dana kampanye. 

Argumentasi tersebut menunjukan bahwa KPU sebagai penyelenggara tidak menganggap pelaporan dana kampanye sebagai hal yang krusial dan bermanfaat bagi pemilih. Padahal laporan dana kampanye sangat penting bagi pemilih untuk memberikan informasi mengenai aktor yang menyumbang, untuk apa sumbangan tersebut digunakan, serta untuk menjaga integritas pemilu

Sebelumnya, PKPU nomor 5/2017 Pasal 54 secara tegas memberikan sanksi diskualifikasi atau pembatalan sebagai pasangan calon bagi yang tidak menyampaikan laporan dana kampanye sampai batas waktu yang sudah ditentukan.

Sementara itu, rancangan PKPU dana kampanye terbaru untuk Pilkada Serentak 2024, pada Pasal 65 Ayat (4), hanya memberikan sanksi tidak ditetapkan sebagai pasangan calon kepala daerah terpilih sampai pasangan calon menyampaikan laporan dana kampanye. 

Rancangan PKPU terbaru pun hanya memberikan sanksi administrasi bagi pasangan calon yang tidak menyampaikan laporan dana kampanye sesuai dengan batas waktu yang ditentukan dalam bentuk peringatan tertulis dan dilarang untuk melakukan kegiatan kampanye.

Baca Juga: Warga Indonesia Banyak yang Normalisasi Korupsi

Dalam rancangan PKPU terbaru, KPU memberikan toleransi waktu tujuh hari pasca batas akhir penyampaian laporan dan peringatan tertulis bagi pasangan calon yang belum menyampaikan laporan. Jika setelah diberikan kesempatan selama laporan hari tidak kunjung menyampaikan laporan, maka dikenakan sanksi larangan untuk melakukan kegiatan kampanye.

Sanksi ini tentunya tidak sejalan dengan prinsip integritas pemilu yakni transparansi dan akuntabilitas karena KPU tetap memberikan toleransi kepada pasangan calon untuk tetap menjadi peserta pemilu. 

Nyatanya, pelaporan dana kampanye menjadi instrumen penting yang keberadaannya tidak dapat dikompromi. Terlebih jika melihat praktik dalam pilkada sebelumnya, pelaporan dana kampanye juga belum berjalan dengan maksimal atau hanya sekedar pemenuhan administrasi semata. 

Dalam rancangan PKPU dana kampanye yang baru, bukannya mendapat diskualifikasi, pasangan calon yang tidak melaporkan dana kampanye justru tetap bisa terpilih, hanya saja penetapannya akan ditunda hingga yang bersangkutan menyampaikan laporan dana kampanye. Ini telah menunjukan adanya toleransi atau kelonggaran berlebihan yang diberikan KPU terhadap pasangan calon yang minim integritas.

Oleh karena itu, ICW dan Perludem mendesak KPU untuk berhenti mengotak-atik regulasi yang hanya akan membuka lebar pintu korupsi. Sebaliknya, KPU diminta untuk menempatkan kepentingan pemilih dan memastikan prinsip demokrasi dijadikan sebagai landasan utama dalam menyusun peraturan teknis. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Belinda Safitri
Editor: Belinda Safitri

Advertisement

Bagikan Artikel: