Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pengamat: Penindakan Lahan HGU Harus Dilakukan secara Transparan

        Pengamat: Penindakan Lahan HGU Harus Dilakukan secara Transparan Kredit Foto: WE
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pengamat kehutanan dan lingkungan Dr Petrus Gunarso menilai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) tidak punya kewenangan dalam pencabutan izin HGU perkebunan yang sudah mempunyai SK Pelepasan Kawasan Hutan.

        "Kalau sudah dilakukan pelepasan, SK pelepasannya sudah mati dan kewenangannya sudah berpindah. Karena itu, tidak tepat jika dilakukan pencabutan izin apalagi pada lahan yang masih beroperasi dan produktif,” kata Petrus Gunarso.

        Petrus mengatakan, dia sangat mendukung langkah Presiden Jokowi dalam membenahi tata kelola lingkungan termasuk mencabut HGU yang ditelantarkan. Hanya saja, saat ini ada tendensi untuk mengganggu lahan-lahan perkebunan yang masih beroperasi dan telah tertanami.

        Karena itu, Petrus mendesak adanya klarifikasi kebenaran Kepmen LHK No SK.01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022 tentang pencabutan izin konsesi kawasan hutan yang memuat nama-nama perusahaan.

        "Selain belum tentu kebenarannya, Kepmen yang beredar luas di masyarakat ini berpotensi menimbulkan kegaduhan,“ kata Petrus Gunarso.

        Untuk diketahui, sejak Presiden Joko Widodo mengumumkan bahwa pemerintah bakal mencabut ratusan ribu izin hak penguasaan lahan negara, Kamis 6 Januari 2022, beredar SK yang terbagi dalam tiga bentuk Lampiran.

        Lampiran pertama menguraikan izin yang sudah dicabut periode 2015-2021. Lampiran kedua menjelaskan izin yang dicabut 2022. Sedangkan lampiran ketiga menguraikan daftar perizinan/perusahaan konsesi kehutanan untuk dilakukan evaluasi. 

        Menurut Petrus seharusnya nama-nama konsesi kehutanan  dalam lampiran ketiga tidak dipublikasi karena berpeluang bisa menjadi area open acces, khususnya di perkebunan sawit.

        "Kondisi seperti ini, pernah terjadi di masa pemerintahan yang lalu,” kata Petrus Gunarso.

        Sementara itu, Pengamat Hukum dan Kehutanan DR Sadino mengingatkan HGU perkebunan sebaiknya tidak diganggu gugat. Hal ini karena pemerintah sendiri telah menjamin kekuatan hukum dalam hal kepemilikan atau penguasaan dan pengelolaan areal atau wilayah yang digunakan sebagai usaha perkebunan.

        "Di sisi lain, HGU merupakan produk final yang tidak bisa dibatalkan karena di dalamnya terkandung amanah dari pelepasan kawasan yang ditingkatkan menjadi hak atas tanah,” kata dia. 

        Dalam kesempatan itu, Sadino juga meminta pemerintah harus clear memberikan penjelasan terkait HGU terlantar. Pasalnya dalam penjelasan hanya mencakup luasan saja. 

        "Pertanyaannya, apakah yang termaksud dalam HGU tersebut merupakan izin HGU atau izin pelepasan kawasannya?” tanya Sadino.

        Kalau ada izin pelepasan dan diterbitkan SK tentunya HGU itu bukan lagi kawasan hutan. 

        "Kawasan tersebut tentunya sudah menjadi non kawasan hutan karena ada amanahnya pelepasan hak atas tanah dan kewenangannya beralih dari KLHK kepada Kementerian ATR BPN atau pemerintah daerah,” kata Sadino. 

        Sementara itu, kalau awalnya memang berasal APL tentunya tidak perlu pelepasan kawasan hutan.  “Jadi dikotomi seolah-olah semua butuh pelepasan itu nggak bener. Hal itu harus dilihat ruangnya,” kata Sadino.

        Sadino juga mengingatkan, pemahaman pelepasan kawasan hutan juga harus dimaknai berhati-hati agar tidak jadi persoalan ke depan. “Bukan berarti, kawasan yang ditunjuk-tunjuk disebut kawasan hutan. Ini perlu diklarifikasi lagi.

        Hal ini karena pelepasan kawasan hutan, belum tentu sama dengan HGU yang diterima. Bisa saja ada pelepasan kawasan hutan seluas 12 ribu hektar, namun yang bisa di HGU-kan hanya 10.000 hektar.”

        Instansi tertentu, kata Sadino, tidak bisa seenaknya menindak lahan HGU tanpa verifikasi yang transparan. Pasalnya dalam HGU ada ada amanah dari pelepasan kawasan yang ditingkatkan menjadi hak atas tanah.

        "Karena telah berpindah tentunya, kewenangan final di di Kementerian ATR/BPN dan bukan KLHK,” jelas Sadino.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Bagikan Artikel: