Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Praktisi Hukum: Nasabah Sebaiknya 'Lari' ke LAPS

        Praktisi Hukum: Nasabah Sebaiknya 'Lari' ke LAPS Kredit Foto: Rawpixel/Teddy Rawpixel
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pengajar Ilmu Hukum dan praktisi Grace Bintang Hidayanti Sihotang menyarankan agar para nasabah asuransi yang bersikeras meminta pengembalian uangnya supaya menyalurkan tuntutannya melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS).

        Lembaga ini diyakini dapat memberikan solusi dari sengketa antara nasabah pembeli produk unitlink dan perusahaan asuransi.

        "Nasabah dapat mengajukan proses penyelesaiannya sendiri-sendiri di Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS). Karena kalau mengajukan gugatan ke pengadilan, biayanya juga tidak sedikit," ujar Grace kepada Wartawan, Senin (17/1/2022) di Jakarta.

        Seperti diketahui sengketa antara nasabah asuransi yang meminta pengembalian uang polis unitlink kepada sejumlah perusahaan asuransi belum juga mencapai titik temu. Hingga Senin (17/1), belasan nasabah masih bertahan di gedung kantor PT Prudential untuk menyuarakan tuntutannya. 

        Prudential merupakan salah satu dari tiga perusahaan asuransi selain PT AIA Financial Indonesia dan PT AXA Mandiri yang dituntut untuk mengembalikan dana premi para nasabahnya 100 persen dari polis unit link yang dibelinya.

        Tuntutan para nasabah tersebut bermula dari ketidakpuasan hasil mediasi yang digelar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Rabu pekan lalu (12/1).

        Para nasabah yang menamakan  kelompoknya dengan sebutan Komunitas Korban Asuransi itu menolak skema penyelesaian yang ditawarkan perusahaan asuransi. Para nasabah tetap menuntut pengembalian dana 100 persen secara kolektif yanga berlaku untuk seluruh nasabah dari perusahaan asuransi. 

        Padahal, menurut Grace Bintang Hidayanti Sihotang sengketa antara nasabah dan perusahaan asuransi tidak bisa diselesaikan lewat gugatan kelompok. Alasannya, fakta materiilnya berbeda-beda. Selain itu, jika dilakukan proses gugatan class action misalnya, maka harus masuk terlebih dahulu ke pengadilan untuk penentuan kelasnya. 

        "Jika ternyata fakta materiilnya tidak sama, maka nasabah tidak bisa mengajukan gugatan kelompok. Nah, dalam kasus sengketa para nasabah  dan tiga perusahaan asuransi ini, fakta materiilnya berbeda-beda antara satu nasabah dengan yang lainnya," kata Grace. 

        Grace mencontohkan, ada nasabah yang mengalami masalah tanda tangan, ilustrasi polis dan lainnya. Ini yang membuat fakta materiilnya berbeda-beda. Dengan kata lain, kata Grace, para nasabah memiliki bukti sendiri-sendiri.

        Selain itu, perjanjian antara nasabah dan perusahaan asuransi masuk dalam ranah hukum private, bukan publik. Sedangkan gugatan kelompok lebih masuk ke ranah hukum publik. Grace, yang juga pernah mendampingi para nasabah tersebut mengungkapkan sebagian nasabah tidak memiliki bukti kuat terkait kesalahan yang dilakukan perusahaan asuransi yang diadukan.

        "Bahkan, sebagian nasabah sudah menutup polis asuransinya jauh sebelum adanya model penjualan asuransi secara bancassurance di Indonesia," tegasnya.

        Senada dengan Grace, Pakar Asuransi Irvan Rahardjo menilai permasalahan yang dihadapi para nasabah dan perusahaan asuransi sebetulnya bisa selesaikan secara damai. Hal ini, jika komunikasi yang dilakukan kedua belah pihak berjalan dengan baik  

        "Apalagi, para nasabah ingin menyelesaikan masalahnya secara kolektif. Padahal, cara ini akan semakin memperlambat proses penyelesaian. Deteksi permasalahan yang ada harus dilakukan kasus per kasus dan bukan secara kolektif seperti pendekatan yang ditempuh nasabah saat ini," urainya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Bagikan Artikel: