Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Karena Muslim, Menteri di Inggris Harus Rela Dipecat dari Jabatannya

        Karena Muslim, Menteri di Inggris Harus Rela Dipecat dari Jabatannya Kredit Foto: Unsplash/Chris Lawton
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Seorang anggota parlemen Inggris mengungkap bahwa dirinya telah dipecat dari pekerjaan kementerian, sebagian karena jati dirinya sebagai muslim membuat rekan-rekannya merasa tidak nyaman.

        Seperti diungkap Sunday Times, Nusrat Ghani dulunya bekerja di pemerintahan yang dikuasai Partai Konservatif pimpinan Perdana Menteri (PM) Boris Johnson. Ghani, yang berusia 49 tahun, mulai kehilangan pekerjaannya sebagai menteri transportasi junior pada Februari 2020. 

        Kepada surat kabar itu, Ghani pun mengaku diberi tahu oleh 'whip', istilah untuk penegak disiplin parlemen Inggris, bahwa 'kemuslimannya' telah diangkat sebagai isu dalam pemecatannya. 

        Baca Juga: Bikin Sejarah, Joe Biden Calonkan Wanita Muslim Jadi Hakim Federal

        Hingga kini, belum ada tanggapan dari kantor Johnson di Downing Street soal masalah pemecatan Ghani. Namun, kepala whip parlemen, Mark Spencer, mengatakan bahwa dialah pihak yang menjadi pusat tuduhan Ghani. Kemudian melalui Twitternya, Spencer menyebut bahwa tudingan itu salah dan hanya fitnah belaka.

        "Tuduhan ini sepenuhnya salah dan saya menganggapnya sebagai fitnah. Saya tidak pernah mengeluarkan kata-kata sehubungan dengan tuduhan itu, yang dikaitkan dengan saya," cuitnya. 

        Baca Juga: Kisah Haru dari Malaysia, Cinta Ibu Tionghoa Besarkan Putri Seorang Muslim Hangatkan Hati

        Pernyataan Ghani muncul setelah salah satu rekan Konservatifnya membuka soal pemerasan terhadap para anggota parlemen yang menuntut Johnson mundur menyusul kehadirannya di pesta kantor selama penguncian Covid-19. Rekan Ghani tersebut dikatakan telah bertemu dengan polisi Inggris, membahas soal tuduhan pemerasan yang katanya dilakukan oleh para whip pemerintah.

        Skandal-skandal tersebut telah menguras dukungan publik, baik untuk Johnson sendiri maupun partainya, membuatnya menghadapi krisis paling serius dari jabatan sebagai PM. 

        "Saya diberi tahu bahwa pada pertemuan perombakan di Downing Street bahwa 'Muslim' diangkat sebagai 'isu', bahwa status 'menteri wanita Muslim' saya membuat rekan-rekan tidak nyaman," kata Sunday Times mengutip ucapan Ghani, yang  berstatus sebagai menteri Muslim wanita pertama Inggris.

        "Saya tidak akan berpura-pura, menganggap bahwa hal ini tidak akan menggoyahkan kepercayaan saya pada partai dan saya kadang-kadang secara serius mempertimbangkan apakah akan melanjutkan pekerjaan saya sebagai MP (anggota parlemen Inggris)," tambah Ghani.

        Baca Juga: Isoman Mungkin Tidak Akan Ada Lagi di Inggris, Ini Kata Boris Johnson

        Spencer telah mengonfirmasi persoalan pemecatan ini, mengatakan bahwa Ghani pertama kali mengangkat isu itu pada Maret lalu. Namun, menurut Spencer, saat pertama mengajukan masalah itu, Ghani menolak untuk membawanya ke penyelidikan internal formal.

        Partai Konservatif sebelumnya juga telah menghadapi tuduhan islamofobia. Sebuah laporan pada Mei tahun lalu misalnya, mengkritisi cara partai dalam menangani keluhan diskriminasi terhadap Muslim.

        Laporan itu juga membuat Johnson mengeluarkan permintaan maaf yang memenuhi syarat untuk setiap pelanggaran yang disebabkan oleh komentarnya di masa lalu tentang Islam. Di antaranya termasuk soal kolom surat kabar di mana dia menyebut wanita yang mengenakan burkak seperti 'kotak surat keliling'.

        Pemimpin oposisi utama dari Partai Buruh, Keir Starmer, sementara itu telah mendesak Konservatif untuk menyelidiki segera soal urusan pemecatan Ghani.

        "Ini laporan yang mengejutkan untuk dibaca," kata Starmer dalam Twitternya.

        Intimidasi dan pemerasan

        Komentar Ghani tentang perilaku para whip menggemakan tuduhan dari Konservatif senior lainnya, William Wragg. Sebelumnya, Wragg mengungkap bahwa beberapa rekannya telah menghadapi intimidasi dan pemerasan karena keinginan mereka untuk menggulingkan Johnson.

        "Nus sangat berani untuk berbicara. Saya benar-benar terkejut mengetahui pengalamannya," kata Wragg di Twitter, Sabtu (22/1). Wragg mengatakan kepada surat kabar Daily Telegraph bahwa dia akan bertemu polisi awal pekan depan untuk membahas tuduhannya.

        Johnson mengatakan dia tidak melihat atau mendengar bukti apa pun untuk mendukung klaim Wragg. Kantornya mengatakan akan melihat bukti semacam itu 'dengan sangat hati-hati'.

        "Seperti halnya tuduhan sejenis lainnya, tindak pidana yang dilaporkan  ke Met (kepolisian London) akan dipertimbangkan," kata juru bicara Kepolisian Metropolitan London, dikutip dari Reuters melalui CNA.

        Baca Juga: Manuver Radikal Perdana Menteri Inggris, Berani Lakukan Ini

        Johnson berhasil menggeser mantan PM Theresa May usai pada pemilihan 2019, di mana Partai Konservatif menang telak, dengan perolehan mayoritas 80 kursi. Hasil itu menjadi kemenangan terbesar Konservatif dalam lebih dari 30 tahun. 

        Namun, situasinya kini telah berbalik, dengan Konservatif harus berjuang untuk menopang otoritasnya setelah skandal 'partygate', masalah kehadiran Johnson dan pegawai pemerintah di pesta-pesta selama penguncian Inggris. Padahal, sebelum skandal partygate, pemerintahan Johnson sudah menghadapi banjir kritikan terhadap penanganan atas kasus korupsi dan kesalahan langkah lainnya.

        Johnson sendiri telah berulang kali meminta maaf atas pesta-pesta sebelumnya, menambahkan bahwa dia tidak 'menyadarinya'. Johnson juga mengklaim apa yang dia kira pesta pada 20 Mei 2021, sebagai acara kerja. Sementara di undangan yang dirilis, terlihat permintaan agar para staf Downing Street 'membawa minuman alkohol mereka sendiri' ke acara tersebut.

        Pegawai negeri senior Sue Gray diperkirakan akan menyampaikan laporannya ke partai-partai minggu depan. Sementara banyak anggota parlemen Konservatif telah mengumumkan bahwa mereka akan menunggu hasil penyelidikan atas kasus partygate sebelum memutuskan apakah mereka akan mengambil tindakan untuk menggulingkan Johnson.

        The Sunday Times juga melaporkan bahwa Gray sedang menyelidiki apakah ada pesta pelanggar aturan yang diadakan di apartemen pribadi Johnson di Downing Street.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Annisa Nurfitri

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: