Anggota Dewan Pakar Partai Gerindra Bambang Haryo Soekartono mendesak Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan untuk menunda pemberian vaksin terhadap anak usia 6-11 tahun lantaran mencuatnya informasi sejumlah anak di Indonesia mengalami sakit serius bahkan diduga meninggal dunia usai divaksin.
Dikatakan Bambang, fenomena ini harus menjadi kosentrasi utama Kementerian Kesehatan bersama litbang kesehatan untuk turun melakukan investigasi sekaligus analisis mendalam mengenai vaksin yang diberikan kepada anak tersebut apakah ada satu kesalahan, misalnya expired, kelebihan dosis, atau salah memilih jenis vaksin, dan sebagainya.
Baca Juga: Angka Kasus Covid-19 Terus Menanjak, Vaksinasi Lansia Makin Perlu Dikejar
"Melansir WHO dan seluruh negara di Eropa misalnya Jerman, Amerika, Jepang bahkan Kanada, Singapura, mereka merekomendasikan menggunakan vaksin jenis Pfizer dengan dosis sepertiga dari dosis dewasa yang sudah ditetapkan oleh WHO," kata BHS sapaan akrabnya, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (28/1/2022).
Sementara menurut Kemenkes, tertanggal 14 Desember 2021 di Indonesia vaksin menggunakan jenis Sinovac. Menurut BHS, sampai saat ini di beberapa negara di dunia belum ada yang menggunakan vaksin Sinovac untuk kepentingan menvaksin anak-anak 5-11 tahun, kecuali China.
Lebih memprihatinkan lagi, dia menyebut, ada pernyataan Gubenur Jawa Barat Ridwan Kamil bahwa di semua provinsi ada yang mendekati kedaluwarsa dan tetap akan diberikan berjumlah sebesar 180 ribu dosis dan itu termasuk jumlah yang terkecil dibanding dengan Dderah lain yang rencananya dipakai untuk booster TNI, POLRI dan Tenaga Kesehatan.
"Namun, beliau tetap fokus akan memberikan vaksin tersebut kepada anak usia 6-11 tahun dan Pak Ridwan Kamil katakan vaksin akan dipercepat diberikan sebelum kedaluwarsa, yaitu tanggal 18-30 Januari 2022 dengan target 200 ribu per hari. Menurut Pak Ridwan Kamil, sudah diizinkan oleh Pak Luhut Pandjaitan seperti berita yang ada di atas tertanggal 4 Januari 2021," paparnya.
"Saya sangat heran, sedangkan kita saja beli makanan atau roti, jika tanggalnya mendekati expired tidak akan kita beli, apalagi vaksin yang bisa berdampak terhadap keselamatan nyawa dari buah hati kita," imbuhnya.
Seharusnya, kata anggota DPR-RI periode 2014-2019 ini, seperti di beberapa negara yang dicontohkan Jerman, Amerika, dan Jepang, vaksin anak hanya diberikan apabila emergency darurat yang diinginkan oleh orang tua anak. Rata-rata, mereka menyediakan tidak lebih dari 20% dari jumlah anak-anak di usia 5-11 tahun dengan catatan orang tua anak wajib membuat satu pernyataan bila si orang tua atau anak menginginkan untuk divaksin.
"Bukan terbalik seperti yang ada di Indonesia, anak-anak dipaksa untuk dilakukan vaksinasi dan bahkan ada beberapa daerah yang mewajibkan paksa dan bila tidak vaksin tidak diperbolehkan sekolah. Sementara, orang tua murid diminta untuk membuat pernyataan tidak akan menuntut bila anaknya yang dipaksa vaksin mengalami masalah kesehatan dan bahkan meninggal dunia," kata Bambang Haryo, yang juga ketua Dewan Penasehat Gerindra Jatim.
Sambung BHS, anak-anak merupakan generasi penerus yang harus dijaga untuk melanjutkan dan mewujudkan cita-cita bangsa ini. Karena itu, pemerintah harus bijak dan teliti untuk membuat kebijakan, khususnya vaksinasi bagi anak. Diharapkan seperti yang direkomendasikan oleh WHO yang sudah melaksanakan penelitian secara mendalam untuk dijadikan referensi bagi kebijakan pemerintah.
"Tentunya semua kebijakan pemerintah merupakan tanggung jawab dari pemerintah, bukan tanggung jawab dibebankan kepada rakyatnya. Vaksinasi untuk anak sementara harus ditunda pelaksanaannya untuk melakukan penyelidikan dan evaluasi hingga tuntas dan baru diberikan kepada anak-anak bila vaksin dapat diterima secara aman," tutup BHS.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum