Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        BPN Mengajukan Banding, Jadi Tanda Berpihak ke Mafia Tanah?

        BPN Mengajukan Banding, Jadi Tanda Berpihak ke Mafia Tanah? Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Langkah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jaktim mengajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur menuai kecurigaan. Meskipun hal ini dapat dilakukan lantaran melibatkan produk kebijakannya sendiri, ada kemungkinan upaya banding ini berpihak dengan kepentingan salah satu pihak yang selama ini disebut-sebut sebagai mafia tanah. 

        Sebagai informasi, BPN Jaktim mengajukan permohonan banding atas Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur No 441/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Tim yang menegaskan kepemilikan tanah Harto Khusumo selaku penggugat. BPN dalam kasus yang sama melakukan banding bersama PT. Salve Veritate terhadap putusan pengadilan. Pimpinan PT Salve Veritate sendiri, Benny Simon Tabalajun dan rekannya Achmad Djufri ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemalsuan akta autentik tanah dan diadili di PN Jakarta Timur.

        Baca Juga: Bareskrim Tetapkan Dua Pejabat Kota Depok Jadi Tersangka Kasus Mafia Tanah

        “Wajar saja BPN banding karena dia telah menerbitkan suatu hak atas tanah. Tapi, bisa juga pejabat BPN sudah terlibat korupsi dengan pengusaha, dan mau tidak mau banding dan lainnya,” kata Kepala Departemen Advokasi Kebijakan Konsorsium Pembangunan Agraria, Roni Septian, kepada wartawan, Sabtu (29/1/2022).

        Roni menyampaikan, BPN semestinya tak perlu melakukan banding apabila masalah utamanya terkait pihak masyarakat yang benar-benar tertipu atau korban mafia tanah yang melibatkan internal BPN. Terlebih gugatan terkait sudah diputuskan oleh pihak pengadilan.

        Baca Juga: Tersangkut Kasus Mafia Tanah, Bareskrim Periksa Kadishub Depok

        Terkait putusan pengadilan, BPN, kata Roni, sebetulnya tinggal meralat surat keputusan penerbitan hak atas tanah tersebut. 

        Roni menyampaikan, BPN semestinya fokus menjalankan fungsi utamanya yakni memenuhi pelayanan pertanahan nasional, meski disadari ada dua entitas yang berkepentingan di dalamnya, yakni rakyat miskin dan pemodal atau korporasi.  

        “BPN belum menunjukkan kinerja yang baik sepanjang 2021. Kementerian/lembaga yang dipimpin oleh Sofyan Djalil itu masih berkutat soal sertifikasi tanah dan percepatan pengadaan tanah,” sebutnya.

        Tak Lazim

        Guru Besar Hukum Universitas Borobudur, Faisal Santiago berpendapat, sebenarnya tak lazim bila BPN mengajukan banding terkait putusan pengadilan tingkat pertama dalam perkara mafia tanah di Cakung Barat itu. Terlebih, menurut dia, perkara perdata jarang melibatkan BPN. Badan ini semestinya berada di tengah, sebagai pihak penetap hak tanah mengikuti putusan final proses peradilan.

        “Biasanya masalah tata usaha negara (TUN) yang sering seperti pembahasan sertifikat,” tutur Faisal.

        Terpisah, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman mengatakan, proses hukum sengketa lahan di Cakung Barat, Jakarta Timur itu semakin tidak jelas. Hal ini disebabkan, BPN sebagai wakil pemerintah malah terkesan berpihak kepada mafia tanah. 

        Makanya, Boyamin menyebut perlu adanya keseriusan untuk mengusut kasus ini. Sebab nilai objeknya sampai triliunan. 

        “Memang untuk kasus dugaan tanah di Cakung ini ternyata terkait banyak oknum. Menurut saya baru (ditetapkan) tersangka-tersangka yang kroco-kroco atau level bawah, sementara yang menengah dan atas belum tersangka, atau terutama pihak yang mendapatkan keuntungan dari proses dugaan mafia tanah ini,” ujarnya.

        Baca Juga: Cegah Spekulan Tanah di IKN, Pemerintah Akan Terbitkan PP

        Boyamin heran ada banyak kejanggalan dari perkara ini, baik status kepemilikan lahan, keterlibatan oknum BPN, proses jual-beli, proses penanganan kasus hingga intervensi pemerintah. Bisa jadi, kata dia, ada tindak pidana pencucian uang di perkara ini. 

        “Karena pasti ada yang menikmati keuntungan besar, karena ini menyangkut tanah yang strategis cukup luas,” kata Boyamin.

        Karena itu, Boyamin meminta sejumlah lembaga ikut turun memonitor penanganan kasus mafia pertanahan ini. Selain nilai objeknya yang cukup besar, lokasinya pun di Jakarta, yang seharusnya bersih dari skandal-skandal memalukan seperti ini.

        “Untuk Itu memang betul bisa melibatkan Ombudsman karena ini prosesnya yang berlarut larut, juga kompolnas karena ini ditangani oleh kepolisian,” kata Boyamin. 

        Boyamin juga meminta KPK mensupervisi kasus mafia pertanahan ini, karena diduga pula melibatkan sejumlah oknum level tinggi di BPN, aparat penegak hukum, dan pejabat stakeholders terkait lainnya.

        Baca Juga: Kasus Mafia Tanah Cakung Dinilai Harus Diawasi Bersama

        “Nanti bila sesuai ketentuan UU bisa diambil alih, ya diambil alih. Karena ini berlarut-larut, ada hambatan atau diduga ada sesuatu dugaan penyelewengan, misalnya dugaan suap atau gratifikasi, jadi KPK bisa mengambil alih,” kata Boyamin.

        Boyamin juga mendorong agar Komisi Yudisial memantau penanganan kasus ini apabila sudah masuk tahap persidangan. Hal tersebut sangat penting guna memastikan penegakan hukumnya hingga akhir.

        Anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan, sebelumnya, menyuarakan senada. Perlu pengamatan banyak pihak terhadap kasus tanah berlarut itu.

        Dia yakin Kapolri Liestyo Sigit akan mengusut kasus ini jernih. Apalagi belakangan ada penetapn 10 tersangka baru. Sementara, sejumlah kejanggalan masih mengemuka dalam kasus ini, mengingat Direktur Utama PT. Salve Veritate yakni Benny Tabalujan sudah dijadikan sebagai tersangka kasus mafia tanah Cakung di Polda Metro Jaya dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) karena diduga berada di luar negeri. Sampai kini Benny juga belum juga ditangkap untuk menjalani proses hukum.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Annisa Nurfitri
        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: